XLIII

487 76 4
                                    

Yara mustahil gak memiliki tujuan saat dirinya dengan berani meminta Mahesa untuk membawanya ke tempat laki-laki itu alih-alih memanggil taksi.

"Bawa mobil kan lo? Gue ikut lo, asal gak balik ke rumah lo"

Mendengar penuturan itu, Mahesa dengan senang hati membawa sang istri menuju apartemen lamanya yang dulu ia tinggali sebelum kediaman mereka.

Tanpa tahu apa yang akan dia alami.

Mahesa terlampau senang bisa kembali bersama dengan Yara.

"Rada berdebu tapi gak usah khawatir kok, Pak Hasan setiap dua kali semingg-"

"Just open the door. Gue gak perlu penjelasan lo"

Oh. Okay.

Mahesa paham kok, Yara pasti sudah lelah sekali. Istrinya memang cenderung sedikit kasar jika sedang kelelahan. Mahesa lalu membuka pintu apartemennya dengan cepat dan mempersilahkan Yara lebih dulu masuk.

Mata Yara dengan cepat tertuju pada satu foto yang di-frame dengan apik di meja ruang tengah apartemen.

Foto Mahesa bersama Arina.

Mereka terlihat bahagia berdua.

Yara lagi-lagi berpikir jika saja mereka tak pernah saling bersinggungan dalam takdir. Sepertinya mereka akan sangat bahagia bersama pasangan masing-masing. Atau lebih tepatnya, Mahesa akan tetap bersama dengan Arina dan Yara hanya akan menjalani kehidupan monotonnya setelah ditinggal Helios.

Tapi Yara tak keberatan sama sekali kok akan kehidupannya yang itu.

Karena jika dibandingkan dengan kehidupannya saat sudah berstatus pasangan Mahesa, maka kehidupannya yang itu terasa lebih berwarna.

"Nice place. Tempat lo sama Arina ya buat melepas rindu?" Tanya Yara tanpa menatap Mahesa. Matanya masih asyik menelisik ke semua penjuru unit apartemen Mahesa.

"Yara bukan begitu-" perkataan Mahesa tak rampung saat dirinya mendapati Yara sedang menatap fotonya bersama Arina lamat sambil bersedekap.

Tak ada ekpresi apapun diwajah perempuan itu. Datar.

Sebelum akhirnya Yara menoleh kearahnya dan mengembangkan senyumnya.

"Kalau bukan begitu lalu bagaimana?" Tanya Yara.

Entah ya, tapi dititik ini Yara sudah gak ada menyimpan rasa apapun baik itu rasa sakit hati, benci atau kecewa.

Dia cuman bertanya sambil lalu aja.

Perasaannya untuk Mahesa terasa sangat cepat lenyap.

Ternyata, dia tak sejatuh cinta itu kepada Mahesa.

"Ini- dulu saat aku kuliah, aku lebih suka tinggal disini daripada di rumah. Dan foto itu, bukannya aku mewajarkan tapi saat foto itu diambil, dia masih pacar ak-"

"Understandable. Gue juga punya banyak foto sama Helios dikamar gue dulu. We loved to captured our moments as a couple. Lo gak perlu merasa bersalah" intrupsi Yara dengan ringan dan saat Mahesa mendengar hal itu tentu saja ada rasa tak nyaman menyerang hatinya.

Dia merasa hatinya terpilin keras dan mengilu.

Yara lagi-lagi berkeliling hingga dia menemukan balkon yang dibatasi dengan pintu berbahan kaca dengan pemandangan malam yang lumayan cantik.

Malam ini langit terlihat penuh dengan bintang.

"You have a great taste though. Apartemen lo lebih bagus daripada punya gue" puji Yara yang kini sudah bergerak membuka pintu kaca untuk memasuki area balkon apartemen Mahesa.

Ten Days OperationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang