"Astaga! Aw!"
Pekikan dari Nicole ngebuat Yara yang tadi lagi asyik mantengin acara tukar cincin Kalina menoleh.
"Kenapa?"
"Lengan gue kebaret jarum" Ujar Nicole yang kini memperlihatkan lengannya yang mengeluarkan darah. Kebaret tuh semacam understatement ya, soalnya lukanya cukup panjang dan dalam sampai darahnya rada meleber.
"Ini bukan kebaret lagi, bentar gue ke dalem dulu" Ujar Yara setelah memberikan beberapa lembar tisu untuk Nicole menutup luka baretnya. Emang ada-ada aja sih juga, ini acara malem malah pakai gaun yang gak berlengan. Udah luka tambah lagi masuk angin.
Yara masuk ke dalam rumah Mahesa yang tergolong sepi karena semua undangan udah ada di rumah kaca tempat berlangsungnya acara. Kakinya tuh dengan mudah membawa dirinya ke tempat dimana biasanya P3K disimpan.
Dia akhirnya sampai ke lantai dua, kenapa lantai dua? Soalnya kotak P3K yang lengkap tuh emang biasanya disimpan di lantai dua karena Mahesa sering ngamuk dan berujung berdarah-darah.
Dulu dialah yang menyiapkan semuanya.
Yara menghela nafas lega setelah menemukan apa yang dia cari. Ternyata semua masih tertata rapi seperti dulu.
Seperti sebelum dia tinggalkan.
Yara melirik kesegala arah di lantai 2 kediaman Mahesa.
Dulu dia ada disini.
Dia dulu juga bagian dari rumah ini.
Ada senyum getir yang muncul dibibir Yara saat matanya tertambat kearah kamar utama.
Kamar Mahesa.
Dan entah apa yang merasuki dirinya, Yara malah melangkahkan kakinya kesana. Tangannya dengan mudah menurunkan kenop pintu kamar utama.
Dia kira, dia akan disambut dengan kasur berukuran california king bed yang dia pesan secara khusus juga perabotan yang dia custom made.
Dia kira, dia akan menemukan pemandangan yang dulu dia lihat setiap dia memasuki kamar utama.
Dia kira, dirinya akan merasakan Mahesa dikamar ini.
Nyatanya salah, kamar utama sekarang malah lebih terlihat seperti gudang.
Berdebu dan memuat banyak barang tak berguna. Di sudut plafonnya, Yara dapat melihat jejak api beserta sisa-sia gorden yang masih selamat dari jilatan api. Ada juga beberapa guci yang dia pilih bersama Mahesa sudah pecah tak beraturan.
Tangan Yara gemetar hingga kotak P3K yang dia bawa terlepas hingga terdengar suara yang membuat dirinya tersadar.
"Ada apa?"
Pertanyaan itu tentu saja muncul dibenak Yara.
"Kamar utama sudah bukan disini lagi, Bu"
Suara familiar itu gak membuat Yara menoleh ke belakang. Dia masih tak bisa mengalihkan pandangannya dari kamar utama. Kamar Mahesa.
Laki-laki itu tuh tipikal anak rumahan yang senang berada dikamarnya jika gak ada kegiatan. Dan bahkan saat mereka harus tidur berdua, Mahesa selalu saja menawarkan mereka untuk tidur di kamar utama walaupun gagal.
Dia begitu menyukai kamarnya. Kamar itu udah kayak safe zone bagi Mahesa. Dan melihat kamar itu udah gak lebih baik dari gudang membuat tanda tanya besar.
"Dia... jarang tidur dirumah?" Tanya Yara.
"Iya, kemungkinan besar seperti itu" pikir Yara, Mahesa mungkin memilih untuk tidur ditempat lain.
Dan mungkin saja bersama kekasihnya?
Yah, Yara kan gak tahu apa aja yang terjadi setelah pernikahan mereka selesai.
"Tuan selalu kembali ke rumah Bu, mungkin akhir pekan beliau akan ke kediaman Tuan Reynald. Tapi beliau akan selalu kembali ke rumah ini, Bu."
"...."
"Beliau sudah berubah banyak, Bu. Menurut saya, semua ini terjadi karena perpisahan Tuan dan Ibu"
"...."
Pak Hasan cuman bisa tersenyum legowo melihat sang mantan atasan terdiam seperti berpikir keras. Dirinya lalu mengambil kotak P3K yang tergeletak disebelah Yara.
"Saya izin untuk bawa ini buat Non Nicole, Bu. Mungkin kalau hati Ibu berkenan, ibu bisa keliling. Lagipula dulu Ibu juga tinggal disini. Sedikit banyak akan ada rasa kangen dan familiar. Saya tinggal dulu, Bu" jelas Pak Hasan yang sekarang udah berjalan menuju tangga.
"Bu Yara"
Merasa terpanggil akhirnya Yara menoleh ke arah Pak Hasan.
"Kamar utama adalah alasan Tuan untuk selalu kembali ke rumah. Mungkin kalau kamar itu gak ada, Tuan sudah menyerah. Dan saya yakin Ibu tahu letak persis kamar itu sekarang dimana"
Yara kembali sendiri setelah itu. Yara menghela nafas dan langsung mengarahkan dirinya ke lorong yang begitu familiar untuknya.
Tanpa tedeng aling-aling Yara membuka dengan cepat kamar dimana dia dulu huni.
Dan benar saja, kamar ini memiliki wangi seperti dirinya dan Mahesa disatukan.
Tawa kecil tak paham keluar dari mulut Yara.
Apalagi saat matanya menemuka sebuah figura kecil di nakas dekat kasur miliknya dulu.
Foto pernikahan mereka saat digereja. Keduanya saling berpegangan dan menatap satu sama lain dengan senyum terpatri.
"Emang brengsek" ucap Yara yang kali ini gak bisa menyembunyikan tangisnya.
Dia bingung dengan perasaannya sekarang. Ada rasa senang dan sedih.
Senang karena ternyata tak hanya dirinya yang setengah mati melanjutkan hidup dan menata semuanya dari awal.
Dia senang karena Mahesa masih mengingatnya.
Di lain sisi, dia sedih. Sedih karena kenapa semuanya harus sekarang?
Disaat semuanya udah berantakan?
Disaat banyak rasa sakit yang tercipta?
Tok... tok...
Ketukan itu membuat Yara yang masih dengan mata merah berjengit. Dia berbalik dan menemukan sosok yang membuat hatinya senang dan sedih secara bersamaan
"Brengsek!" Umpat Yara.
"Brengsek! Lo emang brengsek, anjing! Lo-" perkataan Yara terputus karena airmata nya yang semakin banyak mengalir. Kini terganti dengan isakan.
Mahesa yang ada didepan kamarnya berlalu memeluk sang mantan istri.
"Iya, maaf ya. Maaf aku brengsek. Maaf aku lama baru sadar. Maaf ya" bisik Mahesa.
Mahesa mengetahui keberadaan Yara dari Pak Hasan. Membuat laki-laki itu segera menyusul.
Yara akhirnya juga mengalungkan sepasang tangannya untuk balik memeluk laki-laki itu. Erat.
"Maaf ya Yara. Maaf untuk semua ini. Maaf untuk kesalahan aku"
....
Diketik kilat karena idenya lagi ngalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ten Days Operation
Fanfiction"Ten days. Give him ten days to fix everything. Kalau memang tak bisa diselamatkan lagi, maka kamu bebas melakukan apa yang kamu mau" Photos Credit : Pinterest