XVIII

607 109 8
                                    

"LO GAK ADA HAK NGELAKUIN ITU! DENGER GUE! LO GAK BERHAK"

Teriakan Mahesa berhasil membuat jantung Yara bekerja lebih cepat. Dia baru aja selesai mandi saat mendengar teriakan menggelegar Mahesa. Dia buru-buru memasang bathrobe dan menemukan Mahesa diruang tengah dengan wajah yang memerah menahan amarah.

"Mahesa! Kenapa?" Tanya Yara.

Mereka baik-baik saja sebelumnya. Mereka bahkan sangat menikmati makan malam yang dibuat Yara.

Mahesa gak menjawab dan buru-buru masuk ke kamar mereka. Yara berusaha mengikuti dan lagi-lagi dibuat bingung dengan Mahesa yang memasukkan semua baju laki-laki itu ke koper miliknya begitu juga dengan milik Yara.

"What the fuck is happening? Mahesa, answer me" tanya Yara yang sedang menghalangi Mahesa memasukkan baju-baju mereka secara kasar hingga ada beberapa yang tercecer.

"Kita balik malam ini" jawab Mahesa yang kini sudah beralih ke arah meja dimana semua produk kecantikan milik Yara berada. Mahesa membereskan semua itu dengan tergesa-gesa. Yara masih gak paham. Mereka masih punya satu hari di bali.

Kenapa?

"Stop touching my thing, Mahesa!" Hardik Yara saat merasa Mahesa sudah terlihat seperti orang gila saat membereskan semua barangnya.

"SHUT UP! YOU FUCKING SHUT UP!!" Teriak Mahesa sambil menunjuk Yara tepat diwajah hingga perempuan itu sempat tersentak, dada Mahesa terlihat naik turun menyesuaikan dengan nafas cepatnya.

"Don't you dare to raise your voice in front of me, Mahesa" balas Yara perlahan dengan suara rendah, matanya menatap nyalang ke arah Mahesa.

Yara melirik ke arah tangan Mahesa yang sedang memegang make up case miliknya, dengan tak kalah kasar Yara mengambil alih benda itu.

"You want to go back to Jakarta now? Fine, gak usah teriak-teriak apalagi sama gue. Gue gak budeg!" Ujar Yara yang kini memasukkan make up casenya ke dalam koper miliknya, menutup kopernya lalu mengangkat koper itu agar bisa ia bawa menjauh dari Mahesa.

"You sick, Mahesa" Ujar Yara lagi sebelum mengungsi ke kamar lain.

Dia tak akan membiarkan Mahesa memperlakukan dirinya seperti sampah.

Tidak lagi.

....

Perjalanan keduanya menuju Jakarta benar-benar hening. Hanya diisi dengan Mahesa yang menatap Yara. Perempuan itu sangat betah diam seribu bahasa. Mahesa mencoba membuka percakapan namun Yara tak menggubris Mahesa.

"Biar aku aja-"

"Tolong cariin koper saya ya pak, ini tip-nya" Potong Yara yang sudah memberikan beberapa lembar uang berwarna merah pada seorang porter bandara yang sedang mencari pelanggan.

Mahesa menghela nafas melihat bagaimana Yara mengacuhkannya, dia juga merasa sangat bersalah saat melihat Yara yang sedari di Villa memakai kacamata hitam untuk menyembunyikan matanya.

Mahesa yakin perempuan itu menangis.

"Permisi pak, sekalian dengan koper bapaknya mungkin?" Pertanyaan itu dibuahi anggukan oleh Mahesa, sekarang dia punya hal lebih penting untuk diurus daripada kopernya yang masih terjebak di dalam area kedatangan.

"Gue tunggu ya"

"Kamu nelpon siapa?" Tanya Mahesa setelah Yara menutup teleponnya.

"Lo dijemput siapa?" Tanya Yara balik, masih betah memakai kacamata hitamnya. Walaupun ya dia mungkin aja dikira gila karena memakai kacamata saat sekarang udah jam sebelas malam, tapi dia gak perduli. Dia gak mau aja Mahesa merasa menang karena berhasil membuat airmata membludak keluar.

Ten Days OperationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang