VI

779 115 11
                                    

Saat Yara sampai di kamar Reynald udah ada Mahesa didalam sambil megangin tangan bokapnya. Yara mendengus.

Mahesa ini brengsek tapi anak Ayah.

Jatohnya kan lucu, soalnya bikin malaikat jadi bingung mau ngasih dia predikat apa.

"Yara, akhirnya kamu datang" suara Om Firman akhirnya ngebuat kepala Mahesa mendongkak, Yara cuman diam tapi perlahan mendekat ke arah Mahesa.

Mahesa reflek meraih tangan Yara dan menicumnya beberapa kali. Tangan Yara juga dia bawa ke pipinya.

Meminta untuk dikuatkan.

"Gimana keadaan Om Reynald ?"

"Ayah, Yara" koreksi Mahesa ngebuat Yara mau mendengus tapi dia tahan.

"Jadi? Gimana keadaan beliau?"

"Sekarang sudah mulai mendingan. Tapi besok kita periksa lebih lanjut"

Yara mengangguk paham "kalau begitu bisa tinggalin kami, om? Saya mau ngomong sama suami saya"

Firman balik mengangguk, setelah keluar Mahesa dengan cepat menarik Yara untuk duduk disebahnya dan memeluk perempuan itu erat.

"Aku takut"cicit Mahesa

Yara kasian sebenernya, rada takut kalau mental Mahesa terganggu karena selalu ditakutin sama Ayahnya yang gak paham tentang kesehatan mental anaknya.

Yara mengusap kepala Mahesa, "Jangan takut, ayah kamu pasti baik-baik aja"

Mahesa mendongak, matanya memerah menahan tangis.

"What if-"

"Tuhan gak suka orang yang berandai-andai, Mahesa. Kamu jangan berpikir macam-macam" Ujar Yara tegas.

Yara tuh memang tipikal orang yang seperti sekarang. Tegas, tapi ada saat dimana dia bakal melunak kalau disuguhi sesuatu yang ngebuat hatinya tersentuh.

"Stay. Stay with me, Yara" bisik Mahesa, biasanya Yara akan mengiyakan dengan mudah keinginan Mahesa.

Perkataan Mahesa memiliki banyak arti dan Yara tak mau membuat perkara baru.

Jadinya, Yara cuman diam membuat air mata Mahesa yang sudah diujung akhirnya keluar.

Dia takut.

Dia takut kehilangan Yara.

....

"Sudah bangun om dari tidurnya ?" Sindir Yara membuat Reynald berdecak.

Dia tahu cepat atau lambat Yara akan mengetahui cara dia menundukkan anak-anaknya.

Yara ini kelewat pinter.

"Mahesa sudah berjanji untuk gak lagi melakukan apapun sama orang-orang kamu-"

"Tell me Om, kapan janji-janji yang dibuat Mahesa dia tepati? Begitu juga dengan Om. Om bilang hidup om sudah gak lama tapi sampai sekarang masih hidup"

"Hush! Kamu ngedoain om mati ya?!"

Yara mengedikkan bahunya, "kan om yang bilang begitu, bukan saya"

Reynald menghela nafas terus bangkit dari tidurnya. Dia membuka mata karena Mahesa lagi ke kantor untuk mengurus masalah pekerjaan yang mendesak. Jadinya dia berani menyudahi kepura-puraannya.

"Kasih om alasan kenapa kamu mau bercerai dengan Mahesa"

"Saya sudah cukup main rumah-rumahan sama dia. Dia bukan mainan yang menyenangkan lagi buat saya"

Katakanlah Yara keterlaluan karena bilang begitu, Yara juga menyadarinya. Tapi menurut Yara ini lebih baik untuk martabatnya.

Dia gak mau orang tahu jika dia meminta berpisah karena sudah tak sanggup melihat kebersamaan Mahesa dan Arina yang terasa tak akan kunjung berhenti.

Selama dua tahun ini, Yara selalu menunggu dalam diam untuk Mahesa sadar akan kelakuannya. Namun nyatanya apa? Dia malah selalu berakhir dengan mimpi buruk hingga membuat dirinya harus ditemani saat tidur.

Dia bahkan harus menahan rasa mual setiap kali melihat wajah keduanya.

Dia merasa jijik.

Kejadian tempo hari dimana Arina menginap membuat mimpi buruknya kian menjadi dan naasnya dia harus menghadapi itu sendirian karena Noel masih dalam masa penyembuhan dan Citra sedang dia tugaskan untuk mengurus kepindahannya ke kediaman Adysetia.

Rasanya capek.

Yara gak bisa hidup seperti itu lagi.

"Yara, coba dipikirkan lagi ya-"

"Saya sudah bosan untuk berpikir. Lagian kalaupun saya berpisah dengan Mahesa, saya janji akan terus menjenguk om. Sebelumnya juga begitu kan? Saat saya belum kenal Mahesa, saya sudah care duluan dengan Om. Jadi Om, apa saya harus memohon untuk saya bisa bercerai dengan Mahesa? Karena kalau iya, saya bersedia untuk sujud dihadapan om sekarang"

Yara sudah putus asa.

Reynald terdiam melihat menantunya. Bukannya Reynald tutup mata ya, dari sekian tahun mengenal Yara, dua tahun terakhir dia memang bisa melihat binar kehidupan dimata Yara meredup begitu juga dari fisiknya, Yara terlihat pucat dan tak bernyawa. Tapi yang namanya manusia, selalu saja egois, begitu juga dengan Reynald. Dia kekeuh menginginkan Yara untuk bersama Mahesa.

Namun sekarang kalau dia memaksakan mungkin saja menantunya ini akan menyerah dengan dunia.

"Kalau begitu, berikan kesempatan kalian sepuluh hari" pinta Reynald

"Buat apa?"

"Untuk saling memperbaiki, om dapat melihat kalau kalian sebenarmya hanya kurang berkomunikasi"

Dalam hati Yara udah udah merutuki Reynald.

Mau komunikasi jenis apa lagi yang harus Yara lakukan agar Mahesa bisa memahami dirinya?

"Ten days. Give him ten days to fix everything atau paling enggak memperbaiki apa yang bisa diperbaiki. Kalau memang tak bisa diselamatkan lagi maka kamu bebas melakukan apa yang kamu mau"

Menarik.

Penawaran yang menarik.

Soalnya menurut Yara, sepuluh hari mana cukup untuk membuat dirinya kembali yakin bisa bahagia bersama Mahesa.

Mahesa sudah terlalu jauh untuk dia jangkau.

Laki-laki itu sudah terlalu jauh menyusuri jalan bersama dengan Arina.

Meninggalkan dirinya yang tertatih dibelakang.

"Agreed. Tapi kalau sepuluh hari nanti gagal, saya gak mau cerai. Saya maunya annulment-"

"Yara-"

"Om bilang saya bisa melakukan apa yang saya mau kan? Lagipula saya gak melanggar apapun terkait perjanjian pra-nikah kami. Saya juga gak mengandung apalagi melahirkan anak Mahesa. Karena itu saya mau pembatalan nikah. Saya mau status saya kembali lajang, bukan janda"

Reynald terdiam karena apa yang dikatakan Yara bukan suatu omong kosong. Reynald akhirnya paham jika keinginan Yara ini sudah lama direncanakan.

Sebegitu gerahnya kah Yara dengan putra sulungnya?

"Saya mau pernikahan saya dan Mahesa tak pernah terjadi"

Ten Days OperationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang