00. Nafas terakhir

5.4K 399 74
                                    

00

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

00. Nafas terakhir ✓

"Jika aku sudah besar, akan ku buat ramuan agar Kakak bisa tertawa terbahak-bahak untuk selamanya."

"Kakak pertama itu cantiknya mengalahkan cantiknya kembang desa."

"Kakak oh cinta ku──HEI, JANGAN MEMUKUL!"

"Kalau kakak lelah, aku saja yang menggantikan. Kesehatan kakak adalah prioritas."

"Aku pikir Kak Lintar suka dengan alam. Jadi kalau semua sudah selesai, aku akan menunjukkan replika hutan Amazon yang tengah ku buat!"

"Aku berharap kakak bisa tidur lebih lama... tugas bisa di tunda dulu, kan?"

Tiap keping ingatan melintas di depan mata, menyaksikan dengan mata kosong sambil berupaya keras menghirup oksigen.

"Ibu bilang, sesama saudara tidak boleh berkelahi. Apalagi saling menumpahkan darah,"

Namun darah telah bercereran. Remaja itu berlutut di tengah lapangan luas, satu tangan memegang gagang pedang, mencoba berdiri walau hasilnya nihil.

Derasnya hujan membuyarkan kolam darah di bawahnya. Menggigil. Remaja itu menggertakkan gigi seraya menahan gejolak yang memporak-porandakan organ dalam nya.

"Sekarang, Tuan muda Halilintar, apakah anda mengaku bahwa anda telah membunuh Yang Mulia Raja dan Ratu?"

"Apakah anda mengaku bahwa anda merencanakan pembunuhan Tuan muda Taufan?"

Suara itu terasa jauh. Dia tidak mendengar apapun kecuali makian dalam kepala nya.

Dia membunuh Ayah dan Ibunya.

Dia berniat membunuh adiknya, Taufan.

Itu benar. Lalu, setelah dia mengaku, apa pendapat nya akan di dengarkan? Apakah setelah dia mengaku, akankah nyawa nya di ampuni?

Remaja itu mengangkat kepala, bulu mata nya yang lebat terkulai lemas di bawah hujan. Lalu dia membuka mulut, menjawab dengan ludahan darah

"Persetan dengan semua itu! Ya, aku membunuh. Itu aku! Ha ha ha, terkutuklah semua anggota kerajaan yang hadir di sini!"

Dia menghirup nafas dalam. Perlahan, wajah nya membiru, tubuh nya gemetar hebat akibat racun di tubuh nya.

"Aku membenci kalian semua! TERKUTUKLAH KALIAN SEMUA!"

Ini adalah kalimat pengakuan. Kalimat yang menghebohkan semua orang. Perlahan, batu, buah busuk dan kayu di lemparkan pada satu sosok di tengah lapangan.

Hinaan.

Cacian.

Dan rasa jijik.

Ini... menyakitkan. Remaja itu menatap kabur beberapa remaja sebayanya yang mendekat penuh amarah. Dia tersenyum congkak, namun matanya menyiratkan kepedihan.

"Kamu... KAMU BAJINGAN TIDAK TAHU MALU! KENAPA, KENAPA AKU HARUS PUNYA KAKAK SEPERTIMU!?"

Kerah remaja yang berlutut itu di tarik kasar. Sekarang, manik merah delimanya bertatapan dengan manik madu yang lembut.

"Aku bahkan tidak pernah berharap punya adik bodoh seperti mu..." Ujarnya dingin. Mengundang pupil madu itu menyusut oleh amarah.

BRAK

Dia di hentakkan dengan kasar hingga tersungkur di tanah. Alih-alih mendesis kesakitan, dia malah menampilkan muka datar. Membuat siapapun yang melihatnya menjadi geram.

Remaja yang tersungkur itu menatap naik ke atas, di mana seluruh tatapan kekecewaan berlabuh padanya.

"Kamu binatang. Selepas ini, pergilah ke neraka. Aku, kami, tidak sudi lagi melihat wajah mu." Yang berbicara adalah pemilik mata biru shapire. Mata nya merah, entah karna marah atau hendak menangis.

Yang lain hanya menonton, menampakkan wajah jijik seakan yang di lihat adalah bangkai hewan penuh belatung.

Pedang di lepas dari sarung. Berkilau terkena tetesan hujan dan menempel di dada kiri remaja yang tersungkur. Tepat di jantung.

"Aturan nomor sekian, jika ada keluarga yang berkhianat, maka bunuh tanpa ampun." Si pemilik biru shapire mengucap dengan lantang. Mengacungkan pedang dengan niat membunuh.

SRAK

Pedang lancip merobek dada kiri remaja itu, menghancurkan tulang rusuk yang melindungi jantung sehingga menciptakan lubang menganga.

Mata remaja itu meredup, makin redup. Yang bisa di lihatnya hanya kabut yang menutupi mata,

Ah, bukan. Ini bukan kabut. Tapi air mata nya sendiri.

Dia menangis tanpa suara. Merasakan tangan orang lain masuk ke tubuhnya lalu mencabut paksa jantung dari dalam.

Ini adalah akhir.

"... maaf." Suara nya di hempaskan angin, tidak terdengar oleh siapapun. Menghanyutkan rasa pedih, sakit, nyeri nya bersama jiwa yang terlepas.

Ini menyakitkan.

Perlahan, sekujur tubuhnya mati rasa. Udara dingin membekukan sampai ke sumsum tulang dan tangan penuh luka itu berusaha mencapai seseorang.

Dia ingin memeluk adik-adiknya.

Dia ingin menggapai yang namanya keadilan. Tapi inilah yang dia dapatkan.

Mata nya menutup. Tangannya jatuh terkulai tanpa menggenggam apapun. Nafasnya berhenti di saat bibir nya tersenyum pedih.

Nafas terakhirnya telah berakhir. Remaja itu pergi meninggalkan tubuh rapuh nya.

Dan hujan kian menderu. Petir menggelegar seolah menyampaikan duka nya.

Remaja itu, Halilintar, telah tiada.

Hiruk pikuk bersorak-sorai gembira. Dan di tengah kerumunan, sosok dengan jubah hitam tersenyum indah, mata nya penuh dengan kegilaan.

Lantunan lembut mengalun dari bibir sosok itu, mengiris iris jiwa rapuh milik sang tuan muda yang mati. Lalu menutur kata lembut penuh racun mematikan,

"Tidur, Halilintar, tidur..."

"... Pergilah ke neraka."

00. Nafas terakhir ✓

[✓] Destiny : A Lost Soul [ Halilintar ] [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang