09. Ayah biologis, huh?

1.9K 256 150
                                    

09

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

09. Ayah biologis, huh?

Pada tengah malam di mana badai menyambar bumi, Halilintar keluar dari kamarnya. Melewati lorong panjang yang berada di arah barat lalu menemukan sebuah pintu kamar.

Pintu yang berukir lambang hewan mitologi itu mengkilap. Petir menyambar berkali-kali hingga cahaya nya menyorot pintu dengan lebih jelas.

Halilintar berkali-kali meyakinkan diri, bahwa yang dia lakukan adalah benar. Bahwa yang dia lakukan adalah untuk mencegah masa depan yang buruk.

Tidak ada yang melihatnya. Seluruh prajurit telah pingsan dan kini hanya ada dirinya dan si pemilik kamar.

Voltra.

Pria pada kisaran umur 30 an itu harus memaklumi tingkah Halilintar. Itu semua karena dia mencuri- ah tidak, merebut gulungan seni pengobatan!

Degup jantung berpacu, mengingat bahwa jika dia ketahuan, maka reputasinya akan di pertaruhkan.

Dia berniat mencuri gulungan seni pengobatan dari tangan Voltra.

Pintu terbuka setelah Halilintar memutar kunci yang benar. Gelap menghiasi kamar, sesekali cahaya petir akan masuk lewat jendela dan menyorot sosok yang terlelap di meja.

Tangan memercikkan api, menyalakan dupa memabukkan untuk memastikan bahwa Voltra benar-benar tidak akan terbangun.

Kaki menapak tanpa suara, menelisik tiap inchi kamar untuk mencari kotak persegi. Namun, kamar ini benar-benar kosong! Selain kasur dan meja belajar, tidak ada hal lain untuk memenuhi ruangan.

Sesekali Halilintar menoleh pada Voltra untuk berjaga-jaga, perlahan dia mendekati kasur, meraba-raba selimut dingin hingga ke kolong kasur namun tidak mendapatkan apa-apa.

Meja.

Halilintar menatap penuh keringat dingin pada meja yang tengah di tiduri pria muda itu. Jantungnya benar-benar sakit karena gugup, namun dirinya tetap berjalan mendekati Voltra.

Dibawah cahaya petir, bahkan keangkuhan masih menempel saat pria ini tidur. Nafas nya begitu teratur; dia terlihat begitu terlelap.

Remaja itu lantas menggeser setiap tumpukan kertas yang berisi kaligrafi. Berusaha keras agar tidak membuat suara sampai akhirnya dia menyenggol lengan Voltra.

Demi apapun! Dia lekas menarik tangan, menatap Voltra yang tidak menunjukkan reaksi. Hanya diam seperti patung.

Menghela nafas, dia kembali menggeser setiap kertas hingga akhirnya menemukan kotak persegi. Itu adalah gulungan seni pengobatan!

Ketika Halilintar menyentuh kotak persegi itu, sebuah suara berat mengalir ringan di telinga. Tidak mengancam namun seolah membuat seseorang mati di tempat. "Pencuri kecil?"

Dari balik lipatan tangan, Voltra mendongak, wajah angkuh nan dingin itu tersorot sepenuhnya oleh cahaya petir.

Lalu tangan pria itu terulur untuk menggenggam tangan Halilintar. Voltra menyunggingkan senyum mengejek, "Tuan muda begitu nekat. Mencuri adalah tindakan kriminal. Apakah Tuan muda sangat menyukai hadiah ku?"

[✓] Destiny : A Lost Soul [ Halilintar ] [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang