21. Awal mula bencana

1.5K 238 110
                                    

21

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

21. "TIDAK! INI BUKAN LELUCON, TUAN! A-aku m-melihatnya sendiri! Orang-orang mulai terjangkit dan tangan tumbuh dimana-mana... bahkan satu tangan telah tumbuh di mata seorang bayi!"

Ketika Halilintar kembali ke kamar, badai berhenti dan matahari telah terbit. Adik-adiknya masih belum bangun dan Halilintar memanfaatkan hal itu untuk mengerjakan tugas istana.

Namun semua pupus. Halilintar dilanda keterkejutan ketika menemukan semua tugas istana telah di selesaikan dalam sekejap.

Seulas senyum timbul. Halilintar mendengus marah pada perilaku adik-adiknya yang begitu keras kepala, sayangnya dia tidak bisa marah pada hal itu.

"Kakak..."

Manik si sulung bergulir ke arah pintu, temukan Gempa yang hampir seluruh tubuhnya berbalut perban. Dia dengan muka masam berjalan sedikit tertatih-tatih dan Halilintar dengan segera membantu adiknya hingga duduk di kursi.

"Mengapa kamu kesini? Harusnya kamu sedang istirahat dikamarmu!" Tegur Halilintar yang sayangnya tidak cukup untuk membuat Gempa takut.

Sebaliknya Gempa terlihat marah, mukanya muram sedari tadi. "Kamu tidak adil. Membiarkan yang lain tidur denganmu sedangkan aku tidur sendirian." Keluh Gempa.

Dan Halilintar termenung sesaat. Anak ini... cemburu? Lantas dengan cepat si sulung mengubah pembicaraan. "Baiklah. Kamu bisa tinggal disini. Aku akan memanggil orang untuk menyiapkan makanan."

"Tidak perlu. Aku sudah memasak." Gempa menyahut cepat dengan senyum lembut. Anak ini meski tubuhnya terbalut perban, dia masih sanggup berdiri dan menarik kencang tangan si sulung. "Mau makan bersama? Kebetulan sekali kita berkumpul bersama hari ini."

Halilintar berbalik, menghadap kearah Gempa lalu menoyor kepala adiknya. "Bodoh. Tubuh hampir melepuh saja masih keras kepala untuk memasak."

Gempa mengulum senyum juga, "Kakak juga keras kepala."

Halilintar terdiam sebentar, tidak ingin lagi berbicara karena khawatir Gempa akan mulai bertanya tentang kejadian kemarin.

Sarapan pribadi antara saudara. Ini sangat jarang terjadi dan kini itu semua terwujud. Didalam kamar Halilintar, mereka semua sarapan tanpa meja; hanya duduk sembarangan sambil sesekali mengoceh perihal rebutan makanan.

Untuk kesekian kalinya kamar Halilintar menjadi lebih cerah karena tawa dari adiknya. Bahkan tawa adiknya lebih menyenangkan di lihat daripada menghabiskan sarapan dipangkuan.

"Kak Lintar tidak makan?" Thorn menyenggol lengan si sulung dengan wajah penasaran. Si sulung hanya tersentak lalu menjawab, "Makan. Hanya saja melihat kalian lebih menyenangkan,"

[✓] Destiny : A Lost Soul [ Halilintar ] [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang