Extra chapter: Putra kecil ku²

2.5K 255 309
                                    

Menjelang siang hari, rombongan enam saudara itu masih belum kembali. Ini artinya Voltra masih harus menjaga putranya.

"Kamu tinggal dengan Paman ini dulu. Aku sedang banyak urusan."

Tetapi urusan kerajaan menumpuk dengan cepat hanya dalam waktu semalaman. Voltra harus mengerjakan itu semua, tentu saja tanpa gangguan dari si buntal.

Prajurit yang menjadi pengasuh baru Halilintar itu tampak tertekan ketika Halilintar dengan keras kepala tidak mau melepas pelukannya di kaki Voltra. "Tidak!"

"Mengapa kamu keras kepala begini?" Voltra memijat pelipisnya sambil tatap tajam putranya yang menempel bak lintah.

"Aku ingin ikut..." Lagi dan lagi, wajah memelas yang di turunkan dari Thorn di gunakan. Sang Ayah mendelik sinis, "Tidak bisa. Kamu hanya akan membuat ribut."

"Aku tidak akan ribut." Halilintar menyangkal dengan cepat, lalu anak itu semakin memeluk erat kaki Ayahnya ketika prajurit tadi berusaha menariknya. "Ibu bilang aku anak yang penurut..." Ucap Halilintar lirih.

Hey! Anak ini bahkan telah tahu letak kelemahan Voltra adalah setiap patah kata yang keluar dari mendiang istrinya.

"Tidak." Final telah terucap, Voltra lalu menarik kerah jubah bagian belakang putranya dan mengangkatnya tinggi-tinggi seperti kucing. "Jika kamu memang penurut, maka tinggallah bersama paman ini selagi aku bekerja."

Lalu Voltra segera mengoper putranya hingga berada di gendongan prajurit. Pria itu segera berbalik pergi dengan cepat agar putranya tidak dapat mengikutinya.

Dia pikir Halilintar akan benar-benar menurut seperti anak baik. Tetapi ketika dia berbalik sebentar, dia malah menemukan putranya yang berlari kecil demi mengikutinya secara diam-diam.

"Tidak. Kembalilah kepada Paman. Aku akan kembali sore nanti." Voltra segera berjalan lagi, namun ketika dia berbalik untuk memastikan, Halilintar masih saja mengikutinya dengan tampang polos.

"Aku tidak akan ribut." Ucap Halilintar untuk meyakinkan ayahnya.

Voltra menghela nafas panjang, dia meminta prajurit tadi untuk pergi dan segera setelahnya, Voltra mengulurkan tangan pada Halilintar. "Jika kamu ribut, aku akan melempar mu sebagai umpan buaya."

Halilintar begitu senang, anak itu hampir meloncat ketika menggenggam tangan Voltra lalu berucap, "aku tidak takut buaya. Ibu bilang aku anak yang pemberani."

Voltra mendengus, terpikir sebuah ide aneh untuk melempar putranya ke kandang buaya, namun segera di tepis; takut jika arwah Kirana akan muncul dan menggentayangi dirinya.

Kini mereka telah sampai di perpustakaan pribadi pria itu yang berada di barat laut. Sebuah bangunan kecil yang di kelilingi oleh ribuan pohon akasia, hal itu membuat daerah sekitar terlihat gelap.

Dengan lekas Voltra melepaskan genggaman tangannya dan mulai menciptakan tabir penghalang di sekeliling daerah perpustakaan sembari berkata, "Agar kamu tidak keluyuran selagi aku bekerja. Tetap di sini, jangan ke mana-mana."

Halilintar hanya menggangguk paham. Seusai Voltra masuk ke dalam bangunan kecil itu, Halilintar mulai berlari kecil mengitari perpustakaan hingga memekik riang begitu maniknya menangkap sosok rusa raksasa beberapa meter dari hadapannya.

Benar! Rusa! Halilintar saja harus termangu sebentar lalu melompat-lompat riang sembari memekik, "Rusa! Itu Rusa!"

Pekikan kecil Halilintar agaknya sampai ke telinga rusa raksasa itu, lantas hewan itu berjalan mendekati si bocah sembari mengendus-ngendus bau Halilintar.

Rusa itu kian dekat, bahkan sempat menjilat pipi Halilintar hingga menimbulkan kikikan kecil.

"Lihat! Rusa!" Halilintar masih memekik, berusaha membuat suaranya keras agar Voltra mau keluar dari perpustakaan, namun sang Ayah sama sekali tidak memberikan respon.

[✓] Destiny : A Lost Soul [ Halilintar ] [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang