13. Malam di desa Quabak (2)

1.9K 263 116
                                    

13

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

13. Malam di desa Quabak (2)


Selepas api menyala memenuhi ruangan, Solar berhenti menghidupkan bola cahaya. Lantas turut bergabung di dekat tungku perapian; mengamati bagaimana sup jahe panas tengah di rebus di dalam pot tanah liat.

Semua berawal dari ide Taufan yang merengek minta di buatkan sup jahe. Berbekal jahe yang di bawa oleh Thorn, dan air yang di tampung dari hujan. Mereka malam ini menikmati sup jahe buatan Gempa.

"Sepertinya kita tidak bisa tidur bersamaan. Bagaimana jika bergantian saja?" Selagi sesi menenggak sup hangat itu, Gempa menyuarakan pendapat.

Kasur jerami itu hanya setebal 5 jari dan tidak terlalu lebar. Hanya muat untuk 4 orang.

"Ide bagus! Kalau begitu yang bocah yang tidur lebih dulu~" Taufan berseru mengejek. Perkara waktu kelahiran pun di permasalahkan, terutama oleh Solar. "Hanya karena berbeda beberapa jam, bukan berarti aku bocah, ya!"

"Jika Thorn bocah, maka Kak Taufan juga bocah." Kesimpulan sederhana milik Thorn benar-benar membuat Blaze mengikik tertawa.

"Baiklah. Berhenti, tidak ada yang bocah di sini. Kita semua lahir di tahun yang sama." Sahut Gempa menenangkan.

Gempa kembali menjadi sosok yang sabar dan bertemperamen lemah lembut. Begitu dia menasehati yang lain, semuanya mulai menurut dan fokus menghabiskan sup jahe mereka.

"Kak Lintar,"

Solar memanggil dan semua orang menatap. Si sulung diam-diam merasa kesal karena di perhatikan. "Hn?"

Perlahan Solar yang berada bersebrangan dengan Halilintar mulai mendekat lalu menilik dengan teliti setiap inchi wajah si sulung. Itu berakhir ketika si sulung mendorong wajah Solar hingga menjauh, "Apakah ada sesuatu?"

Solar hanya menggeleng. Raut wajah nya cemas. "Wajah mu sangat pucat. Tangan mu juga gemetar-" sebelum Solar di tuduh dengan permasalahan matanya, dia langsung berucap, "Jangan bilang kalau mata ku bermasalah! Mata ku ini benar-benar melihat dengan jelas!"

"Solar benar..." Thorn terkesiap. Halilintar ini duduk lebih jauh dari tungku perapian, membuat wajahnya tidak terlalu di sinari pendar api. Thorn lantas mengantongi jubahnya, mengeluarkan botol porselen kecil berisi obat lalu menyerahkannya pada Halilintar. "Makan ini. Thorn sengaja membuat nya untuk berjaga-jaga."

Tetapi Halilintar tidak suka diperlakukan seperti orang lemah. Dia gengsi lalu menolak lembut. "Simpan itu untuk hari lain. Aku tidak apa-apa."

"Kalau begitu, lepas tabir milik Kakak. Biarkan Kak Taufan yang menggantikan untuk sementara." Gempa tahu betul jika Halilintar sama sekali belum melepas tabir. Dia lama-lama kesal dengan begitu keras kepalanya si sulung.

[✓] Destiny : A Lost Soul [ Halilintar ] [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang