25. Penuntutan identitas Halilintar

1.6K 242 198
                                    

25

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

25. Ibu── mereka menghina mu. Mereka menghina orang terhormat seperti mu... Aku ingin membunuh mereka...

Skenario terburuk sedang berjalan tanpa kenal waktu, terus terjadi tanpa menunggu Halilintar pulih dari sakitnya fisik dan mental yang mendera.

Si sulung itu telah mengalami koma selama seminggu penuh dan baru terbangun sekarang. Ya, terbangun dengan Raja dan Ratu di samping kasur dan teriakan beruntun di luar Istana.

Hal yang sama terulang, Raja dan Ratu menyuruh dia dan adik-adiknya untuk pergi dari Istana dan bertingkah semuanya akan baik-baik saja. Nyatanya tidak. Hanya akan ada kematian yang menanti.

Maka dari itu, dengan susah payah Halilintar berdiri di depan pintu ruang bawah tanah sembari mendengarkan teriakan menuntut dari dalam. Di dalam sana, ke enam adiknya serta orang tua mereka terkurung dengan aman.

"Halilintar! Apa-apaan ini!? Buka pintunya!"

"Kak── ayolah, kami bisa membantu. Biarkan kami keluar."

"Kakak! Aku bukan pengecut! Mengapa kamu harus menyekap kami di sini!?"

"Thorn paham, tetapi kami sudah besar. Thorn dan yang lain tidak perlu di lindungi lagi..."

"Halilintar! Jika aku berhasil menghancurkan pintu ini, maka aku akan benar-benar memukulmu!"

Si sulung mendesis pelan tatkala tulang-tulangnya bergemelatuk, menghasilkan sensasi nyeri yang begitu parah. Pertama, kondisinya semakin memburuk tiap detik. Jika Halilintar tidak mengurung adik-adiknya serta Raja dan Ratu, maka Halilintar tidak yakin bisa melindungi mereka.

Kedua, setidaknya Halilintar bisa meminimalisir kesalahpahaman di masa depan. Pembunuhan Raja dan Ratu serta rencana pembunuhan Taufan.

"Berhenti memberontak. Kalian hanya akan membuang tenaga untuk menghancurkan tabir pelindung ku." Sahut Halilintar dingin.

Teriakan, makian dan keluhan para rakyat semakin membludak. Tidak lama kemudian, dari luar sana, suara hantaman keras dan di susul teriakan rakyat terdengar.

Halilintar berhenti mendengarkan protes dari saudaranya dan langsung berlari keluar Istana. Di sana, mayat seorang pria terbaring di atas tanah dengan darah mengalir dari tengkoraknya yang pecah.

"Bajingan! Kamu membunuh rakyat!"

"Benar-benar tidak berperasaan! Kamu bahkan mendorongnya hingga jatuh! Kamu biadab!"

Dan di atas tembok, sosok Voltra dengan jubah merahnya memasang wajah dingin; sama sekali tidak terprovokasi oleh hinaan dan tuduhan para rakyat di bawah sana. "Kalian buta. Dia sengaja membunuh diri sendiri. Aku bahkan tidak menyentuhnya."

[✓] Destiny : A Lost Soul [ Halilintar ] [ SEGERA TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang