Ch 2: Rumah Alessia

45.2K 2.9K 15
                                    


Berdasarkan saran dokter, Alessia harus berada dalam pengawasan satu bulan setelah sadar. Dan sudah satu bulan semenjak dirinya sadar saat ini Alessia akan kembali ke tempat yang dirinya sebut sebagai rumah.

Alessia beranggapan bahwa rumah dari keluarga Gedith akan menjadi sangat mewah karena suaminya merupakan orang yang sangat kaya tetapi melihat rumah sederhana berwarna putih membuat Alessi berubah pikiran. Di dalam cerita yang diingat oleh Alessia dirinya tahu bahwa suaminya itu memiliki banyak sekali kekayaan termasuk rumah, dan rumah ini adalah rumah yang paling disukai oleh Alessia karena berada di pinggir kota tanpa hiruk pikuk kota. Alessia juga tahu bahwa suaminya itu juga memiliki rumah mewah yang dihuni oleh suaminya, anak-anaknya bakkan laki laki itu juga membawa perempuan lain ke rumah mewah itu.

"Bukankah itu terlihat seperti aku selingkuhan yang dia sembunyikan."

Alessia tidak memahami keseluruhan cerita karena bagaimanapun juga Alessia Gedith tidak memberitahunya mengenai kehidupannya di dunia ini melalui mimpi seperti kisah-kisah lain. Alessia yang sedikit kurang kerjaan mengelilingi rumah itu sambil menunggu para pelayan membereskan barang-barangnya.

"Ma? are u okay?"

Pertanyaan yang lagi-lagi ditanyakan oleh putranya kepada Alessia. Jika tidak salah ingat nama dari anak imut itu adalah Aldreano. Kekhawatiran berlebihan kepada perempuan yang selalu mengabaikannya memang benar bahwa anak imut ini benar-benar baik, dasar Alessia bagaimana wanita ini bisa menyakiti anak semenggemaskan Aldreano.

"Em, mama baik Aldreano. ngomong-ngomong karena mama lupa, bisa Aldreano bawa mama ke kamar mama?"

Anak laki-laki itu menatap Alessia membeku.

"Apa ada yang salah di wajah mama Aldreano?"

Anak itu menggeleng cepat dan berjalan cepat menuju ruangan yang berada di paling belakang rumah, di lantai 2.

"Terimakasih sayang, sekarang karena mama sudah tahu kamar mama, bisa Aldreano tunjukkan kamar Aldreano?"

Lagi-lagi anak itu membeku di tempatnya, bahkan Alessia sempat melihat bahwa anak itu sempat bergetar saat Alessia memanggil nama anak itu. Apa trauma anak itu kambuh karena Alessia memanggil nama anak itu?

"Sa- Aldreano bisa beri tahu mama kenapa Aldreano diam saat mama memanggilmu? apa kamu tidak suka ketika mama memanggilmu?"

Anak itu kembali menggeleng cepat, merah ujung dress yang dipakai Alessia dan kembali dengan cepat melepaskan genggamannya.

"Rean suka,..."

"Rean suka saat mama memanggil nama Rean, Rean hanya terkejut. Ini kali pertama nama Rean dipanggil mama."

'ah!'

Alessia merutuki Alessia,bukan dirinya melainkan tubuhnya. bagaimana perempuan ini membesarkan anaknya selama delapan tahun tanpa memanggil nama anaknya. Sekarang Alessia yang bingung menghadapi situasi ini.


"Hm, kalau begitu mulai sekarang mama akan sering memanggil nama Aldrean, tapi namanya memang lumayan panjang ya..."

Saat alessia berpikir bahwa dirinya akan memanggilnya dengan Rean, Aldreano sudah seperti akan menangis.

"Maaf..."

"Eh, kenapa Rean yang minta maaf. kalau mama panggil Rean tidak apa-apa kan sayang? jadi jangan menangis ya."

"Em."

Untung saja air mata anak itu tidak lagi mengalir. Hati Alessia yang rapuh terhadap anak-anak tidak bisa melihat Rean menangis di depan matanya. Merasa bahwa mereka menghabiskan waktu yang cukup lama mereka kembali ke ruang tengah dan mendapati bahwa rumah ini hanya berisi mereka berdua.

"Dimana yang lain?"

"Pulang."

"Ha? bagaimana bisa mereka meninggalkan kamu-Rean berdua dengan-, eh jangan menangis lagi. Maksud mama itu, yah! mama kan baru sembuh kalau nanti Rean tertular bagaimana?"


Anak laki-lakinya yang ternyata cengeng itu kembali tegar, anak itu memperlihatkan bahwa dirinya memiliki ponsel pribadi. mungkin anaknya itu ingin mengatakan bahwa kondisi saat ini baik-baik saja, jika ada masalah Rean akan menghubungi orang lain.

'Yup, wajahnya menggambarkan itu semua. anaknya memang menggemaskan.'

"Karena sudah siang Rean mau makan? tadi mama lihat ada bahan yang bisa dimasak. Rean mau makan apa?"

"Pasta?"

"Jangan menjawab dengan pertanyaan sayang. Kita akan membuat pasta jika itu yang Rean mau. Rean bisa bantu mama?"

"em. mama akan memasak?"

"Kita yang akan memasak."

Pengalaman menjadi penjaga panti asuhan selama tiga tahun serta paruh waktu di berbagai tempat membuat Alessia mampu menghidangkan pasta yang disukai putranya. Rean memakan pasta dengan sangat lahap. Alessia tidak tahu berapa kali real memakan masakan ibunya tetapi melihat wajah serius dan sedikit terharu anak itu Alessia tahu bahwa itu tidak banyak. Mereka menghabiskan waktu mother and son dengan membicarakan serial animasi yang diputar di televisi, membahas tentang makan malam atau bahkan celoteh rean tentang rumah ini. Mereka banyak mengobrol hingga Rean terlelap saat menonton televisi.

Alessia yang sudah melihat-lihat rumah ini saat Rean tertidur tetap tidak mengetahui kamar anak itu. Memang benar bahwa rumah ini jarang digunakan oleh suami dan anak-anaknya tetapi bukankah sangat menakjubkan bahwa anaknya tidak memiliki kamar di rumah ini.


"Selamat tidur sayang."

Setelah memutuskan, Alessia membawa Rean tidur di kamarnya dan dirinya kembali mengelilingi rumah ini. Alessia berharap Alessia di dunia ini menceritakan semuanya dengan baik. Agar Alessia bisa hidup dengan mengetahui keadaannya.


"Bagaimana kondisi Allen dan yang lain ya?"

Alessia yakin seribu persen bahwa dirinya di dunianya sudah mati, berada ditempat mencurigakan dengan banyak pria seperti pembunuh dan terbangun di dunia asing sudah pasti dia sudah meninggal.


"Jangan jadi menyebalkan dan ceritakan semua Alessia."

Alessia yang merenungi nasibnya di beranda lantai dua melihat mobil hitam berhenti di depan pintu rumah yang mungkin milikinya ini. Perempuan itu mengeratkan cardigannya dan turun ke lantai satu untuk menemui orang itu.


"Siapa?"

"Kau benar-benar melupakanku?"

Alessia tidak menjawab hanya menganggukkan kepalanya.

"Dimana Rean?"

"Kemana kau akan membawa anakku? jangan seenaknya masuk!"

laki-laki yang asal masuk itu menghentikan langkahnya dan berbalik mendekati Alessia. Alessia yang sudah terpojok di tembok hanya bisa menatap netra biru muda laki-lak itu. Entah mengapa lelaki itu terlihat marah atau lebih ke arah kecewa.

"Baru sekarang kau menganggap dia anakmu Alessia? setelah pengabaian delapan tahunmu kepada Rean? jika seorang ibu tidak becus sepertimu bisa memanggil Rean sebagai anak, lalu apa aku tidak boleh memanggilnya sebagai anakku juga?"

Laki-laki itu mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Alessia dan membisikkan kalimat yang membuat alessia memerah. Ayolah, baru kemarin Alessia hanya perempuan tujuh belas tahun tanpa pernah memiliki kekasih. Kalimat "Jika kau tidak ingat kita berdua yang membuat Rean." cukup untuk membuat Alessia mematung membiarkan pria itu masuk lebih dalam ke rumah.

Alessia yang asli memang tidak tahu diuntung, sudah memiliki suami kaya, tampan, dan anak yang menggemaskan tetap saja menjadi orang yang jahat. Yah, alessia tidak bisa tidak berpihak melihat wajah tampan dengan rambut coklat dan mata biru cerah itu. Alessia iri dengan Alessia yang asli, 

eh, bukankah sekarang pria di hadapannya adalah suaminya?

Gedith Woman [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang