"Gimana dok keadaan putri kami?"
Pertanyaan itu langsung di lontarkan oleh Hari dan Lilia sesaat setelah dokter selesai memeriksa kondisi Jovita, mereka tidak menunggu lama untuk bertanya, mereka sangat hawatir dengan kondisi Jovita yang seperti itu.
Sang dokter menatap mereka berdua secara bergantian, lalu menghela napas pelan sebelum menuliskan resep obat untuk Jovita, dokter tidak langsung menjawab pertanyaan mereka berdua.
Dokter menuliskan beberapa resep obat untuk Jovita, setelah itu menyerahkan resep itu kepada Hari.
"Ini resep obat untuk nyonya Jovita, nyonya Jovita harus meminum obat itu sampai habis, kalau tidak kondisi nya akan semakin memburuk," ucap dokter mewanti-wanti.
"Apa putri saya bisa di sembuhkan dok?" tanya Lilia berharap.
"Bisa buk. Kondisi Jovita akan baik-baik saja nanti. Untuk saat ini kondisinya masih tidak stabil, untuk pulih akan memakan cukup banyak waktu, nyonya Jovita mengalami defresi ringan karna kehilangan janin dalam perutnya, di tambah dia juga kehilangan sosok yang penting dalam hidupnya. Saya sarankan untuk tidak mengganggu nyonya Jovita beberapa hari ini," jawab sang dokter.
"Apa putri saya tidak bisa pulih lebih cepat dok?" Ini yang bertanya Hari.
"Itu tergantung dari nyonya Jovita sendiri, segala sesuatunya itu hanya bisa di sembuhkan atas keinginan dan tekad sendiri, obat hanya membantu menguatkannya saja," jawab sang dokter lagi.
Hari dan Lilia langsung termenung, tidak menyangka kalau putrinya akan mengalami hal seperti ini, putri yang selalu ceria dan menunjukan senyum di bibirnya, kini harus berubah menjadi pendiam dengan tubuh semrawut tidak terawat.
Mereka ingin Jovita yang dulu kembali lagi, tidak ingin melihat kondisi mereka yang sekarang ini, kalau bisa memutar waktu kembali beberapa bulan kebelakang, mereka pasti akan melakukan yang terbaik, tidak akan pernah melakukan kesalahan apa pun.
Tapi, nasi sudah menjadi bubur, semuanya sudah pergi dan hanya tersisa penyesalan di hati.
"Kalau begitu, saya pamit dulu pak! Buk!" pamit sang dokter.
Lilia dan Hari mengangguk. "Sekali lagi, terima kasih dok!"
"Itu sudah tugas saya. Mari! Saya permisi dulu!"
"Iya. Hati-hati dok!"
Dokter pun langsung beranjak keluar dari dalam kamar, tidak di antar oleh siapa pun, karna tiga orang yang ada disana masih termenung menatap ke arah Jovita yang terbaring lemah di atas ranjangnya.
"Apa kita sudah salah selama ini? Apa kita memang bukan orang tua yang baik ya?" tanya Lilia kepada Hari.
"Aish! Ayah juga merasa seperti itu buk. Kita sudah salah, kita memang bukan orang tua yang baik."
"Tania juga merasa bersalah sama kakak, sama Arman juga. Selama ini kita tidak pernah menganggap Arman dan tidak peduli sama sekali dengan kondisi kakak, tapi Arman yang bukan siapa-siapa dan tidak ada hubungan siapa-siapa justru menjaga kakak dengan baik, Arman melakukan itu dengan tulus, alih-alih mendapat bayarannya, Arman justru mengembalikan uang yang di kasih oleh kakak padanya. Aahh, Tania sungguh jahat selama ini kepada mereka," sambung Tania.
"Hmm. Kamu benar sayang, selama ini kita sudah salah paham kepada Arman, kita menuduh dia brengsek karna mengira dia yang menghamili Jovita, tapi kenyataannya kitalah yang brengsek karna tidak pernah mencari tau dahulu yang sebenarnya, kita terlalu terbawa emosi sesaat." Lilia juga langsung menghela napas pelan.
"Sudahlah. Jangan terlalu di pikirkan, ayah memang sependapat dengan kalian, ayah merasa sangat menyesal."
"Hmm. Apa kita tidak mau mencari Arman untuk menjelaskan kondisi Jovita saat ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI 100 JUTA ✅ [SELESAI]
Romance(END) Jovita seorang wanita karir harus menerima kenyataan kalau dirinya tengah mengandung janin dari laki-laki yang tidak ia ketahui, ia berpikir keras untuk mencari jalan keluar sampai salah satu temannya menyarankan untuk mencari suami kontrak. T...