Part 14

2.5K 104 5
                                    

"Uhuk-uhuk!"

Seketika itu Arman tersendak kala mendengar nama tersebut, siapa coba yang tidak kenal dengan orang satu ini, nama itu termasuk ke dalam salah satu nama yang tidak boleh di pakai buat main-main.

Tentu saja Arman tau kalau mereka tidak mungkin berbohong, semua orang tau keluarga Halim, salah satu keluarga konglomerat yang memiliki usaha dimana-mana, Halim menjadi sangat terkenal berkat kesuksesannya.

Arman tidak menyangka kalau dirinya akan bertemu langsung dengan sang pemilik perusahaan Halim, ia tidak menyangka, ia juga tidak menduga kalau perempuan yang ia tolong waktu itu adalah penerus keluarga Halim.

Sekarang Arman merasa minder, namun rada minder itu justru terganti oleh rasa penasarannya, ia penasaran, apakah Halim yang di maksud adalah Halim yang itu atau bukan, Arman sedikit ragu.

"H-halim? M-maksudnya Halim yang itu bukan?" tanya Arman penasaran.

Airlangga dan Jesica mengerutkan keningnya bingung, mereka juga sedikit merasa geli kala melihat ekspresi Arman yang seperti itu.

"Ah maaf-maaf! M-maksud saya, Halim yang konglomerat itu?" Arman meralat pertanyaannya kala melihat raut wajah keduanya yang berubah.

"Hahaha... Tidak perlu seheboh itu juga nak!" Airlangga justru terkekeh.

"M-maaf pak! Tapi saya cuma sedikit penasaran saja," jelas Arman.

"Ya, semua orang menyebut saya seperti itu, tapi saya tidak pernah merasa kalau itu patut di banggakan, saya ya cuma menikmati hasil dari kerja keras saya selama ini," balas Airlangga merendah.

Arman menenggak salivanya sendiri. "Mmm. Kalau begitu, saya merasa kurang pantas berbicara langsung seperti ini dengan pak Airlangga dan non Jesica. Saya lebih baik permisi pak! Non!"

"Lho! Kenapa begitu?" tanya Airlangga dan Jesica bersamaan.

"Kasta kita berbeda. Pak Airlangga dan non Jesica statusnya jauh lebih tinggi dari pada saya, saya merasa engga pantas bicara seperti ini," jawab Arman.

"Ah engga-engga. Kamu pantas bicara bersama kami. Kasta cuma di gunakan oleh mereka yang merasa dirinya hebat, seolah-olah tidak ada yang lebih tinggi drajatnya di dunia ini. Sementara bagi saya semuanya sama saja, cuma yang membedakan hanya attitude mereka saja, menurut saya, kamu salah satu yang pantas, kamu punya attitude dan sikap rendah hati, baik terhadap orang lain, saya suka sikaf seperti itu." Airlangga bicara panjang lebar.

"Iya. Kata Ayah saya benar mas. Kami tidak membedakan kasta, kami bukan orang seperti itu," lanjut Jesica.

"Mmm. T-tapi tetap saja saya merasa demikian non J---"

"Stop!" Jesica memotong perkataan Arman. "Call me Jesica. Ok!"

"T-tapi!" Arman merasa tidak enak.

"Sudahlah. Kamu itu terlalu banyak berpikir dan merasa tidak enakan kepada kami. Padahal kalau orang lain pasti selalu cari muka kalau bertemu dengan kami, mereka pasti selalu bersaing untuk mendapatkan simpati kami, tapi kamu berbeda, kamu beda dengan orang-orang itu, penilaian putri saya memang tepat," kata Airlangga menyanjung.

Arman yang di sanjung bukannya bangga justru semakin tidak enak, ia merasa rendah banget, bahkan gestur tubuhnya yang tadi biasa mulai berubah menjadi lebih rendah lagi.

Arman tau, kalau Airlangga dan Jesica tidak memandang kasta seseorang, tapi tetap saja baginya bukan hal yang mudah, orang-orang berlomba untuk bertemu dengan keluarga Halim, namun sangat sulit, namun kini Arman justru di undang oleh putri keluarga Halim sendiri, kalau orang lain tau, betapa tidak sukanya mereka kepada Arman.

SUAMI 100 JUTA ✅ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang