Episode 6

130 108 81
                                    

Episode 6

Arsy merinding melihat tatapan Pangeran ke 7, tapi melihat Zein memberinya perintah ia juga tidak bisa menolak."Baik, Yang Mulia."

"Kehebatan pedang Pelangi sudah terkenal di seluruh penjuru dunia, tapi pedang Pelangi juga tidak bisa dimiliki oleh sembarang orang karena pedang Pelangi memiliki jiwa dan keinginan sendiri untuk menentukan siapa pemiliknya," lanjut Arsy.

"Cukup!" bentak Jiao Hua.

Arsy berjengit ketakutan, ia langsung menundukkan kepalanya ketakutan.

"Kau tidak perlu menjelaskan apapun lagi, pelayan rendahan," desis Jiao Hua. Sang Pangeran menatap dingin pelayan cantik tersebut, tangan kanannya mengeluarkan sebuah cahaya jingga dan siap untuk menyerang.

Arsy, Ezra, Ne Shu dan Afzam terkejut melihat kilatan cahaya tersebut, jingga berubah kemerahan sedangkan Zein tidak terganggu sama sekali, meski tubuhnya telah terluka dan tidak bisa digunakan untuk bertarung tapi ia juga tidak akan membiarkan orang lain terluka di depannya.

Arsy membulatkan matanya ketika melihat Jiao Hua menyerang dirinya menggunakan jurus mematikan meski ia tidak tahu itu jurus apa, gadis itu memejamkan matanya rapat tidak berani membayangkan rasa sakit yang akan dirasakan saat pukulan tersebut mengenainya.

Blak ...

Dengan cepat Zein menahan serangan Jiao Hua dengan telapak tangan yang telah dialiri tenaga dalam, perlahan pelayan cantik bersurai hitam Panjang tersebut pun membuka mata saat tidak merasakan rasa sakit sedikitpun .

Pandangan pertama yang dilihat adalah surai kuning keemasan Panjang berkibar tertiup angin, gadis itu terpesona melihat keindahan milik sang Pangeran Mahkota kerajaan Bintang Tenggara.

Dengan kekuatan penuh Jiao Hua berusaha melawan Zein, kesal dan marah karena pria tersebut menahan serangannya untuk Arsy. Ia pikir dengan kekuatan tersebut mampu mengalahkan saudara pertamanya tersebut namun rupanya itu tidak benar, meski tabib mengatakan kalau Zein terluka parah dan tidak bisa menggunakan kekuatan miliknya tapi kenyataannya dirinya harus bersusah payah hanya untuk bertahan agar tidak kalah.

Zein sedikit menambah kekuatan tenaga dalamnya pada telapak tangan lalu menarik sedikit tangannya lalu kembali menghantamkan telapak tangan tersebut pada telapak tangan Jiao Hua hingga membuat Pangeran ke 7 tersebut terdorong ke belakang dan terpental jauh, pria itu sedikit mengernyit menahan nyeri di dadanya akibat menggunakan tenaga dalam.

"Jiao Hua, kau jangan lupa kalau aku adalah Pangeran Mahkota calon Raja Bintang Tenggara. Bukankah kau tahu hukuman apa yang akan kau terima kalau kau bersikap tidak sopan padaku," kata Zein sambil menyimpan kembali tangannya, tatapannya tajam ekspresinya sangat datar.

Perlahan Jiao Hua bangkit dari posisi terjatuhnya, ia masih tidak percaya dengan apa yang menimpa dirinya. Mata-mata menyampaikan bahwa Zein terluka parah dan tidak bisa menggunakan kekuatan tenaga dalam, tapi dirinya kalah telak hanya dengan sebuah pukulan dari pria berambut kuning keemasan tersebut.

Pangeran ke 7 menatap Zein kesal kemudian menatap Arsy penuh dendam dan kebencian."Kakak pertama, kau membela pelayan rendahan ini daripada Adikmu sendiri. Aku tidak terima!"

"Jiao Hua, bukankah Afzam sudah menjelaskan. Akulah yang meminta pelayan itu untuk melanjutkan keterangannya mengenai pedang Pelangi, kalau kau tidak terima sampai ingin melukainya, bukankah sama saja kau ingin menantang ku," balas Zein kalem namun terselip nama ketegasan dalam ucapannya.

"Kak Hua, sudah jangan melawan lagi. Apa yang dikatakan Kak Zein memang benar, sebaiknya kita segera menuju tempat acara," sela Afzam berusaha melerai pertengkaran antara saudara tersebut.

Dengan berat hati serta perasaan dongkol Pangeran ke 7 menuruti permintaan Afzam, ia pergi meninggalkan Zein bersama yang lain.

Di koridor Panjang itu kini hanya tersisa Zein, Mahesa, Arsy, Ne Shu dan para pelayan Ne Shu.

Puff ...

Mereka terkejut melihat sang Pangeran Mahkota memuntahkan darah, wajahnya nampak pucat dan terlihat menahan sakit meski ekspresinya terlihat tenang.

Zein mengusap nona darah yang tersisa di bibirnya, sebelah tangan yang bebas digunakan untuk menyentuh bagian tubuh yang terasa nyeri.

"Yang Mulia, Anda baik-baik saja? Apakah saya harus memanggilkan tabib?" tanya Mahesa panik.

"Yang Mulia, maafkan saya. Saya telah menyebabkan masalah untuk Anda, saya janji akan menebusnya," kata Arsy menyesal, kepalanya tertunduk tak berani menatap paras rupawan Pangeran Bintang Tenggara tersebut.

Ucapan gadis itu terasa menggelitik di telinga Zein, ia mengulurkan sebelah tangan menyentuh dagu pelayan cantik tersebut dan menaikkannya perlahan hingga membuat sang pelayan menatap wajahnya, bibir merah alami itu tersenyum tipis membuat jantung Arsy berdegup cepat.

"Kamu ingin membalasnya dengan apa?" iris safir itu mempesona seorang pelayan kecil menyebabkan pipi sang pelayan merah merona.

"Pa-Pangeran...ingin saya membalasnya dengan cara apa?" bukannya menjawab, Arsy justru mengembalikan pertanyaan itu kepada pemiliknya seakan memaksa sang pemilik pertanyaan itu untuk menjawab sendiri pertanyaan yang dilontarkan.

Zein tersenyum ringan mendengar Arsy justru mengembalikan pertanyaan itu kepadanya, ia pun menarik kembali tangannya dan mengangkat tersebut untuk mengusap puncak kepala sang pelayan.

"Gadis pintar." Zein membalikkan tubuh dan melangkahkan kaki meninggalkan Arsy bersama Ne Shu dan pelayan yang lain.

Pelayan cantik itu tersenyum sendiri, ia terkesima dengan pria 30 tahun tersebut tanpa sadar bibirnya tersenyum bahkan tatapan matanya belum bisa berpaling dari sosok sang Pangeran Mahkota.

Ne Shu memandang sinis pelayan tersebut, ia mendekati sang pelayan lalu menamparnya dengan sangat keras kemudian berkata,"Berani sekali kamu berbicara langsung pada Kak Zein."

Arsy terkejut menerima tamparan dan teguran itu, ia sama sekali tidak merasa bersalah dan tidak melakukan kejahatan apapun apalagi sampai terlalu berani pada seorang Pangeran Mahkota, dirinya hanya ingin bertanggung jawab dan berterimakasih terhadap orang yang sudah sangat baik terhadap dirinya.

"Yang Mulia, saya tidak mengerti apa yang Anda katakana. Saya hanya memenuhi perintah Yang Mulia Pangeran Mahkota dan membalas semua kebaikan Pangeran terhadap saya."

Plak ...

Ne Shu semakin murka dan kembali menampar pelayan cantik tersebut, menurutnya Arsy sangat berani membalas ucapannya. Ezra terkejut melihat perlakuan kasar Ne Shu, ia langsung keluar barisan dan berlutut di hadapan Ne Shu.

"Yang Mulia, mohon bermurah hati terhadap Arsy. Dia memang salah karena membalas ucapan Yang Mulia, tapi apa yang dikatakan itu tidak sepenuhnya salah. Yang Mulia Pangeran Mahkota sendiri yang telah memberikan perintah," kata Ezra sambil menundukkan pandangan berharap Ne Shu akan mengampuni sahabatnya.

Arsy masih shock dengan perlakuan kasar Ne Shu ditambah sekarang Ezra berlutut untuk membela dirinya.

Ne Shu mengalihkan perhatiannya pada Ezra tapi memberikan perintah pada pelayan yang lain untuk memberi hukuman pada Arsy."Pelayan! hukum Arsy dengan 50 kali pukulan papan."

Nirwana Menggapai Kebahagiaan Sejati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang