Zein Zulkarnain turun dari kereta kuda, berdiri memandang sosok wanita berbaju merah yang mirip dengan sang Istri.
"Kenapa kau datang lagi?"
Zein bertanya tanpa menatap sosok cantik di depannya.
"Pangeran Zein Zulkarnain, kau sangat tidak ramah pada mertua mu." Ke Pu Yuh nama wanita berbaju tersebut.
Zein memalingkan muka tidak sudi mengakui wanita tersebut sebagai mertua."Istri ku bukan anakmu, bagaimana bisa mengaku sebagai mertua."
Ke Pu Yuh tersenyum renyah, ia berjalan beberapa langkah mendekati sang Pangeran.
"Arsy adalah Putri Iblis, dia bukan manusia biasa."
Di dalam kereta kuda, Arsy terkejut mendengar Ke Pu Yuh mengatakan itu pada Zein, ia pun menyibak tirai kereta kuda lalu turun.
"Siapa yang kau sebut dengan Putri Iblis? Aku adalah manusia biasa, kau jangan asal bicara!" Arsy tidak terima dengan ucapan Ke Pu Yuh.
Mahesa memandang heran pada Ke Pu Yuh, wanita itu bagaikan virus, selalu muncul dimana-mana.
"Siapa sebenarnya wanita ini, kenapa dia seperti virus? Selalu saja muncul dimana-mana, menganggu saja."
Afzam melirik sekilas Mahesa, kali ini ia merasa apa yang dikatakan Mahesa benar, wanita itu mirip virus.
Afzam berjalan selangkah di depan Mahesa, menatap Ke Pu Yuh tidak suka."Ratu Iblis, lebih baik kau tidak mengganggu kami. Kekasihku bukan turunan Iblis."
Afzam langsung menutup mulut dengan tangan karena keceplosan.
Ke Pu Yuh memutar tubuh menatap Afzam dengan seringai, ia berjalan beberapa langkah mendekati Pangeran ke delapan.
"Kau juga jatuh hati pada Putri ku, bagaimana kalau kau membunuh Kakakmu? Mungkin aku akan menerimamu menjadi menantu ku."
Zein memicingkan mata menatap Ke Pu Yuh hampir saja ia mengeluarkan pedang Matahari ke arah Ratu Iblis.
"Sudah ku katakan, Istri ku bukan anakmu! Ratu Iblis, lebih baik jangan menguji kesabaran ku."
Ke Pu Yuh menoleh pada Zein, ia tersenyum miring lalu berjalan mendekati Arsy."Ke Ci Rit."
Hampir saja Mahesa dan Afzam tertawa terbahak-bahak mendengar nama itu, ia menoleh pada Arsy, gadis secantik itu bisa diberi nama seperti orang kelepasan buang air besar di celana.
"Siapa yang kau panggil?!" Arsy sangat kesal dengan nama itu, dia bukan orang yang tidak bisa menahan buang air besar hingga tertinggal di celana.
"Ke Ci Rit, janganlah kau kesal dengan nama itu. Arti nama itu adalah kesayangan." Ke Pu Yuh berkata dengan sabar.
" Apakah wanita ini gila? Siapa yang memberi arti seperti itu." Zein berkata dalam hati.
Pangeran Mahkota Kerajaan Bintang Tenggara itu mundur beberapa langkah dan berdiri di depan sang Istri, menghalangi Ke Pu Yuh terus menatap sang Istri.
" Nama menjijikkan seperti itu kau artikan luar biasa, Ratu Iblis, lebih baik kau segera pergi."
Ke Pu Yuh berbalik sambil tertawa terbahak-bahak."Anakku Ke Ci Rit, Ibu akan kembali lagi dan membawamu pergi. Mereka tidak pantas bersamamu, kau adalah calon penerus kerajaan Iblis."
Arsy mengepalkan tangan menahan amarah, kesal karena dipanggil dengan nama aneh.
Setelah Ke Pu Yuh pergi, Mahesa dan Afzam memalingkan wajah, mereka tidak ingin Permaisuri cantik itu melihat mereka menahan tawa, bukan takut akan amukan sang Permaisuri melainkan Suaminya akan meleburkan dengan satu tebasan pedang.
Zein mengalihkan perhatian pada Arsy, ia berkata."Tidak perlu dipikirkan, masuklah kembali ke dalam kereta."
Arsy mengangguk, ia pun segera masuk ke dalam kereta kuda disusul oleh Zein.
Mahesa dan Afzam naik ke atas kuda, mengawal kereta kuda tersebut.
"Yang Mulia, bagaimana kalau ternyata saya adalah keturunan Iblis?" Arsy menunduk tanpa berani memandang sang Suami.
"Bukankah sudah ku katakan, dewa dan Iblis terletak dalam hati manusia." Zein menjawab pertanyaan keraguan dari sang Istri.
Arsy menoleh pada Zein, keinginan hendak menyangkal berubah melihat beberapa helai rambut pria tersebut berwarna putih.
Perlahan Arsy mengulurkan tangan mengambil rambut tersebut."Yang Mulia, kenapa ada rambut putih?"
Zein menoleh pada sang Istri, terlihat gadis itu menggenggam helaian rambut putih miliknya."Tidak apa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Iris kecoklatan Arsy terangkat memandang mata safir sang Suami."Benarkah? Tapi bukankah Yang Mulia pernah berkata ... Rambut Yang Mulia berubah putih ketika Yang Mulia melemah?"
Zein tidak melupakan ucapan itu, ia hanya tidak ingin melihat kekhawatiran sang Istri."Benar, tapi tidak apa. Bukankah kau juga pernah melihat rambut ku putih semua?"
Arsy menatap Zein penuh tanda tanya."Apakah saat itu, Yang Mulia dalam keadaan terluka?"
Zein menghela nafas."Benar, kala itu aku mendapat serangan dari Siluman Harimau, mereka sangat kuat dan aku terluka. "
Arsy menatap tidak percaya pada sang Suami, bagaimana mungkin seorang yang begitu hebat bisa terluka? Apakah artinya para siluman itu lebih hebat?
"Yang Mulia, bagaimana dengan sekarang? Apakah sudah baik-baik saja?"
"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, semua akan baik-baik saja." Zein tidak ingin membuat Arsy khawatir, gadis itu sudah dibingungkan oleh kehadiran Ke Pu Yuh.
Zein bersama Arsy sudah tiba di desa Jala Bolong, desa kerajaan Bulan dekat perbatasan.
Meski Bulan sedang berperang, tapi di desa itu masih ada warung makan yang buka.
Zein meminta kusir menghentikan kereta kuda di depan warung makan."Kenapa berhenti di sini?" Arsy bertanya heran.
"Bukankah kau belum makan, kita akan makan di sini." Zein menjawab, kemudian bangkit dari tempat duduknya lalu menyibak tirai kereta.
Pria berambut emas panjang itu menoleh pada sang Istri."Ikutlah."
Arsy mengangguk, ia pun bangkit dari tempat duduknya lalu mengikuti sang Suami.
Zein turun lebih dulu lalu mengulurkan tangan pada sang Istri, dengan senang hati Arsy menerima uluran tangan pria tersebut.
"Yang Mulia, apakah Yang Mulia mulai jatuh cinta padaku?" Arsy bertanya setelah kakinya menapaki tanah dengan sempurna, wajah cantik itu menggambarkan harapan dari jawaban sang Suami.
"Jangan bicara konyol, bukankah kita sudah sepakat? Kita menikah hanya demi keuntungan." Zein menjawab dengan tegas, ia tidak ingin perasaan yang disebut cinta itu menganggu misi untuk menjaga Bintang Tenggara dan mengambil pedang Rajawali dan memusnahkan bangsa Iblis.
Arsy menunduk kecewa, bibir ranum itu mengatup rapat dengan kedua tangan terkepal."Lalu kenapa Yang Mulia begitu baik pada saya?"
Zein menatap Arsy tegas."Sebagai seorang calon Raja, aku harus memastikan keselamatan setiap rakyat Binatang Tenggara. Kau adalah salah satu rakyat Binatang Tenggara."
Mahesa menunjuk dirinya sendiri lalu bergumam,"Aku juga rakyat Binatang Tenggara, tapi kenapa hanya Permaisuri saja yang diperhatikan? Apakah Yang Mulia sebenarnya mulai jatuh cinta? Tapi Yang Mulia ragu untuk berkata jujur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirwana Menggapai Kebahagiaan Sejati
RomanceArsy seorang pelayan jatuh cinta pada pandangan pertama pada Zein Zulkarnain, seorang putra mahkota kerajaan Bintang Tenggara. Sayangnya pria bersurai kuning keemasan itu sangat sulit untuk didekati bahkan setiap kata yang keluar dari mulutnya hanyq...