Episode 49
Penjaga pintu gerbang kerajaan Bulan berusaha bangkit dari benturan keras pada tubuh mereka, rasa remuk bahkan mereka merasakan beberapa tulang bergeser dari tempatnya.
Tatapan ngeri tertuju pada sosok pria berambut emas panjang, pria itu melompat turun dari kuda.
Langkah kaki jenjang perlahan menghampiri mereka satu persatu, iris safir memancar aura pembunuhan yang sangat kuat.
"Ini bukan wilayah kalian, kenapa kalian berada di sini?" Suara Zein datar dengan intonasi rendah.
Pasukan Hundan yang menjaga perbatasan perlahan mengacungkan pedang pada sang Pangeran Mahkota.
" Siapa kau?! Kami hanya menjalankan perintah! Siapapun yang ingin masuk ke wilayah Bulan harus dapat izin dari kami, kalau tidak, kami akan membunuh mereka semua!"
"Hahaha..." Zein tertawa nyaring, ia kembali berjalan mendekati mereka setelah berhenti untuk beberapa saat.
"Memangnya kalian siapa? Kalian hanya seorang penjajah, manusia sampah tak punya rasa terimakasih."
Para prajurit Hundan yang menjaga pintu gerbang perbatasan saling melirik sejenak, seakan tatapan mereka penuh tanda tanya tentang seorang pria berbaju kuning keemasan dengan sulaman naga di kedua bahunya.
"Jangan sembarang bicara! Kami hanya mengambil hak kami, negara Bulan telah mengambil tanah kami, semua telah tertulis dalam buku Kekaisaran Rengginang!"
Zein tersenyum remeh."Kekaisaran Rengginang yang mana? Buku apa? Apakah kalian punya sertifikat hak tanah itu?"
Ia berhenti sejenak, memperhatikan ekspresi wajah mereka, kemudian melanjutkan ucapannya,"Kalau begitu biar ku tegaskan, tanah yang kalian tempati itu adalah milikku. Semua harta benda itu milikku, sari Raja Ring 3000 tahun yang lalu."
Zein sengaja mengarang cerita untuk membalas omong kosong para pasukan Hundan yang tidak masuk akal."Aku bisa membuktikan itu, apakah kalian mampu membuktikannya?"
Para pasukan Hundan saling bertatapan memikirkan ucapan Zein hingga menurunkan kewaspadaan.
Zein menyeringai tipis melihat betapa mudah pasukan Hundan itu ditipu, ia pun mengeluarkan pedang dari sarungnya.
Hembusan angin kencang menyelimuti para pasukan Hundan, mereka mengangkat tangan berada di depan mata, berusaha menutupi mata dari terpaan angin kencang tersebut.
"Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba muncul angin besar?" Satu persatu mereka kebingungan dan panik.
Sementara itu Arsy memandang ngeri kekuatan sang Suami, meski dalam keadaan terluka tapi pria itu mampu mengendalikan kekuatan angin besar.
Permaisuri cantik itu menoleh pada Mahesa kemudian bertanya,"Mahesa, pedang apa yang digenggam Yang Mulia?"
"Itu pedang Dewa Angin, disebut pedang Dewa angin karena mampu memanggil angin dengan kekuatan besar. Tapi tidak semua orang mampu mengendalikan pedang itu, Pangeran ke tujuh bahkan pernah terluka saat mencoba mencuri pedang itu," jawab Mahesa menjelaskan.
Arsy mengangguk kagum, tiba-tiba saja ia teringat pada sosok wanita berbaju merah yang mirip dengannya, khawatir kalau ternyata wanita itu adalah orang tua kandungnya, apa yang harus dia lakukan jika mereka sampai berperang? Harus berada di pihak manakah dirinya?
"Meski Kakak pertama sangat hebat, tapi tetap saja, dia tidak mencintai mu. Dia hanya memanfaatkan mu saja," sahut Afzam tidak suka melihat Arsy mengagumi Zein.
Arsy mengalihkan perhatian pada Afzam, ia merasa apa yang dikatakan iparnya itu benar, namun itu bukan salah sang Suami karena dirinya sendiri yang menginginkan pernikahan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirwana Menggapai Kebahagiaan Sejati
RomanceArsy seorang pelayan jatuh cinta pada pandangan pertama pada Zein Zulkarnain, seorang putra mahkota kerajaan Bintang Tenggara. Sayangnya pria bersurai kuning keemasan itu sangat sulit untuk didekati bahkan setiap kata yang keluar dari mulutnya hanyq...