Episode 86: Ku Ba Ngan kabur

7 1 0
                                    

Satria tidak terima Mahesa bersama Zein meski hanya pura-pura sebagai Suami, penyamaran Zein sebagai seorang wanita terlalu sempurna, cantik dan elegan.

"Aku tidak setuju, ilmu beladiri Mahesa lebih rendah dari ku!" Satria berkata dengan marah.

Zein menyipitkan mata menatap Satria."Kau meremehkan ku? Atau kau cemburu."

Zein menarik sudut bibirnya melihat Satria salah tingkah, sepertinya mereka semua jatuh cinta dengan penampilan dirinya sebagai seorang wanita.

"A-aku tidak mungkin cemburu, kau ini bicara apa?" Satria memalingkan wajah, pipinya bersemu merah. Sial sekali dirinya tidak bisa mengontrol perasaan.

"Baiklah." Zein memutar tubuh memunggungi Satria."Bagaimana kalau kau saja yang menyamar menjadi wanita?"

Satria tercengang mendengar usulan Zein, tidak bisakah pria itu berfikir sedikit rasional? Wajahnya sangat tidak cocok untuk menyamar, apalagi dengan postur tubuh kekar, pastinya tubuh berotot akan terlihat mencurigakan.

"Sudahlah, Satria." Zein melompat ke atas kuda, karena kereta kuda belum bisa disiapkan oleh Mahesa.

"Lagipula aku ini seorang pria, bahkan aku bisa memusnahkan mereka sendiri." Zein menatap Satria dengan seringai di bibirnya.

"Tapi aku akan memberi muka padamu."

Satria tidak bisa berkata-kata lagi, ia langsung melompat ke atas kuda, duduk di belakang Zein lalu memeluk pinggang ramping sahabatnya itu.

"Kau ingin kita memainkan hubungan sesama jenis? Boleh saja." Satria menaruh dagu di bahu Zein.

"Aku pasti akan melindungi mu."

Zein Zulkarnain tersenyum sinis."Bukankah biasanya aku yang melindungi mu? Apakah aku perlu mengingatkan berapa kali kau terluka?"

Satria menarik kembali dagunya, ia selalu tidak bisa menang dari Zein."Sudahlah, ayo kita pergi ke markas Ku Ba Ngan!"

Satria segera memacu kudanya dengan kecepatan tinggi, memerintahkan kuda itu agar berlari meninggalkan pasukan Bintang Tenggara.

Markas pasukan Hundan

Ku Ba Ngan berdiri dengan kedua tangan diletakkan di pinggang, mata hitam itu memancarkan kemarahan, pandangan teralih pada para prajurit.

Banyak prajurit Hundang yang terluka, bahkan juga gugur karena serangan rubah raksasa serta naga putih besar.

Ku Ba Ngan tidak mengerti dari mana asal kedua mahluk itu, terlebih Satria sudah baik -baik saja."Aku yakin penglihatan ku masih jelas, Satria telah terluka parah. Tapi kenapa tadi bisa normal lagi? Cahaya emas apa yang menyelimuti tubuh Satria?"

Ku Ba Ngan memegang dagunya, hingga sekarang masih belum mengerti tentang Avei dan Ryu Shi serta energi suci milik Zein.

"Tapi aku tidak boleh tinggal diam, aku yakin mereka akan menyerang kemari. Aku harus pergi ke Dili, siapa peduli dengan para prajurit bodoh itu." Ku Ba Ngan segera berkemas lalu memutar tubuh berjalan melalui jalan belakang meninggalkan markas besar pasukan Hundan.

Guyuran air dari langit jatuh membasahi bumi, juga membasahi tubuh Zein dan Satria. Kedua kesatria itu tidak menghentikan lari kuda, baginya air dari langit bukanlah hal yang harus dipikirkan.

"Zein, kau harus berhenti! Biarkan aku yang pergi menyerang Ku Ba Ngan!" Satria menoleh pada Zein, memberi peringatan pada sahabatnya itu agar menghentikan kudanya dan menepi.

"Kau yang seharusnya istirahat, jangan sampai aku menggunakan energi suci lagi. Lagipula Ku Ba Ngan dan pasukan Hundan pasti mengenalimu, beda denganku. Mereka tidak akan mengenaliku!" Dengan tegas Zein menolak perintah dari Satria.

"Tapi aku rasa kali ini kau salah, Zein." Satria kembali mengalihkan perhatian pada jalan lurus di depannya, ia yakin kalau Ku Ba Ngan melarikan diri.

"Maksud mu?"

"Ya, Ku Ba Ngan pasti sudah kabur meninggalkan prajurit Hundan." Satria tersenyum memikirkan Ku Ba Ngan kabur, sudah terbiasa pria satu itu selalu lari saat terdesak.

Zein menghentikan langkah kaki kuda, menoleh pada Satria."Aku tidak akan membiarkan dia lolos."

"Kali ini aku setuju denganmu." Satria menatap Zein lurus.

"Tapi, apakah kau tahu dimana dia berada?"

"Itu soal mudah, pinjamkan kekuatan internal mu," balas Zein membuat Satria mengerutkan kening.

"Maksud mu?"

"Aku sudah menggunakan banyak energi suci, kekuatan internal ku tak bisa ku gunakan seenaknya." Dengan malas Zein menjelaskan alasannya pada Satria.

"Tapi aku tidak tahu apapun, maksud ku... Bagaimana kau akan melacak keberadaan Ku Ba Ngan."

"Bukankah aku sudah bilang, pinjamkan energi internal mu. Apakah aku harus menjelaskan sekali lagi?" Zein kesal dengan Satria.

Satria mengangguk."Baik, itu tidak masalah."

Satria mulai memusatkan kekuatan pada telapak tangan lalu mentransfer energi internal pada Zein, Pangeran Mahkota Kerajaan Bintang Tenggara itu membentuk segel tangan.

Cahaya kuning keemasan bersinar, sinar itu mengarah ke depan Zein lalu membentuk seperti cermin berukuran sedang.

Dari cermin itu terlihat gambar Ku Ba Ngan sedang memacu kuda meninggalkan Hundan menuju Dili.

Satria menatap kagum bayangan itu, kalau seperti ini, tidak akan ada musuh bisa lari. Namun ia tidak mengerti kenapa sahabatnya itu tidak bisa menggunakan kekuatan internal secara bebas seperti dulu?

"Apakah kau sudah lihat? Ku Ba Ngan menuju Dili, kau bisa mengejarnya. Aku akan perintahkan pasukan untuk menyusul mu," kata Zein sambil memperhatikan gambaran di cermin jiwa tersebut.

"Kau serius?" Satria menatap Zein ragu, bukan karena pria itu tidak percaya Zein mampu memerintahkan pasukan tapi alasan di balik tidak mampu menggunakan kekuatan internal miliknya.

"Kau bisa pergi dengan tenang." Zein menyimpan kembali tehnik cermin jiwa, sia-sia menyamar menjadi wanita kalau targetnya malah kalah sebelum berperang.

Zein merubah kembali penampilannya menjadi sosok Pangeran Mahkota Kerajaan Bintang Tenggara yang gagah perkasa dan elegan.

Satria mengangguk, tidak ada alasan baginya untuk tidak lagi percaya pada Zein, ia segera memacu kuda meninggalkan Zein dan mengejar Ku Ba Ngan.

Mahkota kristal berbentuk seperti merak duduk dengan anggun di atas kepala sang Pangeran, rambut emas panjang berkibar dengan lembut tertiup angin, air dari langit perlahan berhenti berganti sinar matahari cerah senada dengan warna rambut sang Pangeran.

Mata safir memancarkan kebijakan, wajah tegas tanpa ada gurat keraguan terpancar jelas di pahatan rupa sang Pangeran.

Kain sutra berwarna putih kebiruan membalut tubuh sang Pangeran dengan lembut, corak naga di kedua bahu menambah keindahan sang Pangeran.

Genggam tangan pada tali kuda begitu lues, menarik tali memaksa kuda putih untuk putar arah, memberikan perintah pada kuda itu untuk berlari kembali menuju pasukan berkumpul.

Ku Ba Nga terus memacu kuda meninggalkan Hundan, takut dan khawatir kalau Zein dan pasukan Bulan akan segera menyusul.

Sebenarnya bukan pasukan Bulan yang ditakutkan, melainkan pasukan Bintang Tenggara dengan Jenderal Zein Zulkarnain akan memimpin pasukan menyerang markas Hundan dan dirinya ikut terbunuh.

Ku Ba Ngan tidak peduli dengan moral atau apapun, ia hanya ingin nyawanya selamat.

Nirwana Menggapai Kebahagiaan Sejati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang