Episode 20
Mahesa duduk dengan santai di dahan pohon mengamati perbincangan antara Afzam dan Arsy, ia menyeringai tipis melihat Pangeran ke 8 terlihat sedang mencari dirinya.
"Dengan kemampuan rendah mu, kau tidak akan mampu menemukanku."
Deg …
Jantung Afzam berdebar mendengar suara itu, tak lama kemudian Mahesa melompat dari pohon dan mendarat dengan sempurna di belakang Afzam.
Arsy dan Ezra menghela nafas dengan sikap pengawal pribadi Zein, majikan dan pengawal sama -sama bermulut tajam.
Afzam membalikkan tubuh dan mendapati Mahesa sudah di depan matanya.
"Salam Yang Mulia."
Afzam berdecih melihat sikap Afzam pura-pura hormat padanya."Aku tahu kau sedang meremehkan ku."
"Saya tidak berani," balas Mahesa.
"Kenapa kau tidak mengikuti Kak Zein?" Tanya Mahesa penasaran.
"Rasa rasa Anda lebih tahu alasan Yang Mulia Pangeran Mahkota meninggalkan saya di sini," balas Mahesa malas.
"Cih, aku rasa Kak Zein tidak mau membawamu karena kau tidak mempunyai kemampuan," cibir Afzam.
"Anda boleh mencobanya," jawab Mahesa.
"Ah, mohon maaf sekalian. Mohon jangan bertengkar di depan kamar saya," kata Arsy mencoba melerai pertengkaran di antara dua pria tersebut.
"Kau lihat? Lebih baik Pengawal seperti mu pergi sekarang," kata Afzam mengusir.
"Sepertinya Yang Mulia sudah salah paham, saya ditugaskan untuk menjaga calon Permaisuri Pangeran Mahkota dari gangguan siapapun," tolak Mahesa halus.
"Tapi aku adalah Pangeran kerajaan, apakah kau akan melawan perintah seorang Pangeran?!" Bentak Afzam terbawa emosi.
"Pangeran tidak perlu marah, kalau saya pergi sekarang bukankah artinya saya melanggar perintah Pangeran Mahkota? Saya harap Pangeran ke 8 akan mengerti kesulitan saya," balas Mahesa dengan senyum palsu.
Arsy merasa tidak enak hati dengan kedua pria tersebut, ia sudah berusaha melerai tapi tetap saja masih ribu.
"Apa yang dikatakan Tuan Mahesa ada benarnya, sebaiknya Yang Mulia Pangeran ke 8 permisi dulu."
Afzam tidak bisa berkata -kata lagi, ia bisa saja membalas semua ucapan Mahesa demi Arsy tapi kalau gadis itu sendiri yang tidak menginginkan dirinya, maka dia hanya bisa pergi meninggalkan tempat tersebut.
Mahesa masih mempertahankan senyum palsu di bibirnya."Silahkan, Yang Mulia. Maaf tidak mengantar."
Afzam mengepalkan tangan kesal, ia terpaksa pergi meninggalkan kamar gadis pujaan hatinya.
Mahesa menatap punggung Afzam datar sedangkan Arsy langsung menutup pintu kamarnya.
Bukit perbatasan desa Endas Gundul.
Jiao Hua berjalan dengan susah payah mendaki gunung, ini adalah pertama kali bagi dirinya keluar istana hanya dengan Arya.
Matanya memandang punggung Zein kesal, saudara pertamanya itu bahkan menolak saat dirinya minta istirahat dan memilih jalur lain.
Zein berjalan dengan lincah tanpa ada kesulitan, sesekali menoleh kebelakang dan tersenyum saat melihat Jiao Hua kesulitan dalam mendaki bukit.
"Hua-hua, apakah kau siput?"
"Jangan mengejek! Aku baru sekali ini mendaki bukit, kenapa Kakak tidak mencari jalan lain saja?" Balas Jiao Hua sebal.
"Sengaja, karena di atas bukit ini penduduk desa Endas Gundul mencari mata pencaharian," balas Zein sambil terus berjalan, sesekali ia menebas ranting dan daun yang menghalangi jalan.
"Pencaharian apa yang ada di atas bukit? Bukankah mereka adalah nelayan?" Balas Jiao Hua.
"Sepertinya kau tidak mencari informasi tentang pencaharian mereka terlebih dulu." Zein terus melangkahkan kaki.
Udara semakin dingin, langit semakin kehilangan sinar, mentari mulai bersembunyi di ufuk barat.
Mendadak energi negatif di lereng bukit mulai berdatangan, bulu kuduk Jiao Hua mulai merinding, ia semakin merapatkan tubuh ke Arya.
"Ada apa, Jiao Hua? Bukankah kau sangat ingin pergi ke sana? Kenapa sekarang kau bersembunyi?" Cibir Zein.
Jiao Hua sangat jengkel pada Zein, ia juga tidak mau diremehkan hingga terpaksa pura-pura berani dan berjalan di depan Arya.
Wuss…
Tiba -tiba sebuah angin berhembus kencang, Zein mengangkat sebelah tangan untuk melindungi diri sedangkan Jiao Hua berpegangan erat pada Arya.
"Hua-hua, hati-hati. Aku yakin itu tadi bukan angin biasa," kata Zein memberi peringatan.
"Kalau bukan angin biasa lalu angin apa? Kak Zein jangan asal bicara!" Sahut Jiao Hua antara takut dan kesal.
Zein melirik ke belakang, ia dapat melihat adiknya itu ketakutan dan juga sangat marah. Pria itu memperlambat langkah menunggu sang Adik, begitu jarak antara mereka cukup dekat, Zein langsung meraih pinggang Adiknya lalu membawanya terbang.
Arya sangat kagum dengan kemampuan Zein, ia yakin tadi pria sengaja membawa Jiao Hua mendaki bukit dengan selangkah demi selangkah bukan langsung dibawa terbang.
Zein menurunkan sang Adik di atas bukit, Jiao Hua pikir di atas bukit tidak ada pemukiman warga tapi ternyata mirip seperti desa kecil dengan rumah terbuat dari bambu dan atap menggunakan daun kelapa yang sudah dianyam.
Tidak lama kemudian Arya datang menyusul dengan ekspresi kelelahan."Yang Mulia, kenapa Anda hanya membawa Pangeran ke 7 saja? Bagaimana bisa Anda meninggalkan saya di lereng bukit yang tinggi?"
"Bagaimana bisa kau menjadi seorang pengawal pribadi kalau kau tidak memiliki kemampuan?" Cibir Zein tanpa menoleh.
Arya terdiam seketika dengan ucapan Zein, ia memilih mengamati tempat tersebut."Yang Mulia, tempat apa ini?"
"Pemukiman warga, apakah kau juga tidak tahu, Arya?" Balas Jiao Hua juga bertanya.
"Tidak," jawab Arya.
"Kalian berdua ternyata sama saja, hanya bermulut besar di hadapan Yang Mulia Raja tapi tidak dapat membuktikan apapun," sinis Zein.
Jiao Hua menatap Zein jengkel."Terus saja Kak Zein menghina kami, aku juga tidak tahu kalau akan mengalami kejadian ini."
"Ini belum seberapa, apakah kau ingat energi negatif tadi?" Tanya Zein sambil memperhatikan bangunan rumah warga.
"Aku tidak merasakan apapun," balas Jiao Hua.
"Saya merasakan itu, Yang Mulia," jawab Arya merasa sedikit bangga karena pengetahuannya lebih baik dari sang majikan.
"Aku yakin pusat energi itu ada di tempat ini, kita harus mencari pusat energi itu kemudian menghancurkannya," kata Zein.
Jiao Hua dan Arya mengerutkan kening, mereka tidak yakin dengan kebenaran ucapan Zein tersebut.
"Yang Mulia, kita belum sampai di desa Endas Gundul, bagaimana mungkin ada energi negatif berpusat di sini? Bukankah teror aliran hitam itu ada di desa Endas Gundul?" Tanya Arya tidak mengerti.
"Benar, tapi aku yakin kalau itu hanya pengecoh," jawab Zein.
"Kak Zein jangan bicara omong kosong, mana mungkin itu hanya pengecoh? Pasti Afzam juga bisa merasakan kalau tempat ini adalah pusat energi gelap, tapi nyatanya dia tidak merasakan," sangkal Jiao Hua.
Zein menyeringai tipis mengalihkan perhatiannya pada sang Adik."Apakah aku pernah bilang kalau ini adalah jalan yang dilewati Afzam?"
Jiao Hua dan Arya syock seketika, tidak menyangka kalau mereka berdua dibawa pada jalur yang berbeda.
"Jadi … Kak Zein sengaja menunjukkan jalur yang sulit untuk kita?" Tanya Jiao Hua tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirwana Menggapai Kebahagiaan Sejati
RomanceArsy seorang pelayan jatuh cinta pada pandangan pertama pada Zein Zulkarnain, seorang putra mahkota kerajaan Bintang Tenggara. Sayangnya pria bersurai kuning keemasan itu sangat sulit untuk didekati bahkan setiap kata yang keluar dari mulutnya hanyq...