Episode 50

31 15 9
                                    

Rasa rindu tertahan kini telah melebur dengan kehadiran sang Suami, tak pernah sedikitpun pandangan mata mampu beralih dari sosok sang Pangeran Mahkota.

"Permaisuri, aku tahu aku memang tampan, tapi tidak perlu kau terus menatapnya."

Arsy tersentak mendengar ucapan Zein, segera memalingkan wajah menahan malu.

Pandangan mata tertuju pada jendela kereta kuda, pepohonan di tepi jalan mendadak lebih indah di pandangan mata.

"Yang Mulia, sepertinya negara ini sedang berperang."

"Kau benar, Kerajaan Bulan telah dijajah selama 75 tahun. Hundan meyakini kalau tanah negara ini milik Nenek Moyang mereka, tapi penelitian membuktikan bahwa penduduk asli Kerajaan Bulan adalah bangsa Bulan sendiri." Zein berhenti sejenak, tatapan mata safir memandang lurus jalan tertutup tirai di depannya.

"Hundan adalah bangsa rendah, mereka sangat suka merampas tanah milik orang. Kekejaman mereka mengalahkan suku Iblis."

Arsy terkejut mendengar Zein menyebut kata Iblis, ingatan tentang wanita berbaju merah kembali melintas, khawatir kalau dirinya sungguh keturunan iblis.

"Bagaimana kalau ternyata saya adalah keturunan Iblis? Apakah Pangeran Mahkota masih akan tetap menjadikan saya Permaisurinya?" Dia berkata dalam hati.

Zein mengalihkan perhatian pada Arsy, ia merasakan ada yang tidak beres dengan wanita cantik tersebut.

"Kau masih memikirkan wanita berbaju merah itu?"

Arsy menoleh pada Zein, tatapan syok mendengar tebakan pria itu sangat benar.

"Yang Mulia, bagaimana kalau aku memang keturunan Iblis?"

"Iblis dan Dewa itu hanya ada dalam hati, ketika jiwa penuh dengan dendam kebencian serta iri dan ingin menghancurkan, di situlah muncul Iblis itu. Apakah kau memiliki semua itu?"

Alih -alih menjawab pertanyaan Arsy, Zein justru membuat gadis itu merasakan jiwanya sendiri.

Arsy terdiam memikirkan ucapan sang Suami, kebencian dan kemarahan pernah dirasakan bahkan keinginan membunuh orang pun sudah, hanya saja dirinya tidak memiliki kemampuan.

"Yang Mulia, sesungguhnya saya pernah merasakan kebencian itu, bahkan saya memiliki keinginan untuk membunuh. Hanya saja tidak memiliki kemampuan untuk membunuh." Pandangan tertunduk, kekhawatiran akan perubahan sikap Zein menyeruak dalam dada.

"Apa yang membuatmu memiliki keinginan itu?" Zein menatap dalam mata kecoklatan di depannya.

"Saya tidak tahu, waktu itu..."

Pandangan Arsy menerawang mengingat kejadian 10 tahun yang lalu, ketika dirinya tersesat di sebuah hutan.

Tiupan angin berhembus menerpa tubuh ringkih berselimut kain tipis, rambut hitam panjang berantakan.

"Aku dimana?"

Tubuh gemetar ketakutan, kaki terasa lelah melangkah, ranting -ranting kering berserakan di tanah tak sengaja terinjak oleh kaki polos tanpa alas.

"Ezra, kenapa kau meninggalkanku sendiri?"

Kesal serta putus asa merongrong rongga dada, nafas seakan terhenti saat tubuh ringkih dipaksa terus melangkah.

Wuss...

Terpaan angin membelai keras wajah cantik gadis malang tersebut, helaian rambut menempel di wajah tersingkir ke belakang membuka mata kecoklatan.

Tak berselang lama, seorang pria berambut silver panjang mendarat dengan sempurna di hadapan gadis tersebut.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Nirwana Menggapai Kebahagiaan Sejati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang