Episode 45

67 45 81
                                    

Episode 45

Sepoi angin membelai rambut emas panjang, menari indah bersatu dengan alam.

Mata safir terpancar dengan jernih memandang sosok anak kecil yang berusaha menggapai jemari lentiknya Satria.

Kaki jenjang melangkah mendekati sang Jenderal, tersenyum ramah menyapa anak-anak itu.

"Pangeran, ada gerangan apa kau datang?" tanya Satria penasaran, ia berpikir seharusnya Zain masih berbaring di atas tempat tidur untuk istirahat.

"Bisakah kau memanggilku Zein? Rasanya sangat tidak menyenangkan jika kau memanggilku dengan sebutan Pangeran," balas Zein.

Satria melirik Zein sekilas, senyum tipis terpatri dalam bibir itu.

"Kau tidak ingin identitas mu ketahuan?"

"Aku rasa seperti itu, menolong orang tidak harus menggunakan identitas sebagai apapun."

Zein maju beberapa langkah lalu merendahkan tubuh di hadapan seorang bocah kecil perempuan, ada bekas luka sayatan di pipi putih kemerahan tersebut, pastilah akibat ulah prajurit Hundan.

Jemari lentik diulurkan pada bekas luka pada pipi putih kemerahan tersebut, kesejukan dirasakan oleh bocah itu, tak lama kemudian bekas luka itu menghilang berikut rasa sakitnya.

"Nak, Ibumu dimana?"

Bocah itu menunduk, sesak dalam dada dirasakan hingga tak mampu menjawab pertanyaan Zein.

Pandangan Zein semakin teduh, diraihnya tangan kecil itu lalu dipeluknya.

"Maaf, jika pertanyaan Paman menyakiti mu. Jangan khawatir, kalau kau bersedia, ikutlah dengan Paman ke Bintang Tenggara."

Satria tersenyum mendengar ucapan Zein, meski pria berambut emas itu terkenal dingin tapi hatinya hangat.

Bocah kecil itu mendongak menatap Zein dengan penuh tanda tanya.

"Paman, apakah aku akan menjadi dayang di sana?"

"Kau akan menjadi seorang Putri, aku akan menjadikan mu anak angkat ku," jawab Zein.

Bocah kecil itu mengangguk kegirangan, ia sangat bahagia mendengarnya.

*************************"""""""$

Lelah kaki melangkah tak menjadi penghalang bagi seorang Pejuang untuk tetap bertahan.

Berita pasukan Hundan kembali menyerbu bagian barat kota dalam negara Bulan segera terdengar di telinga Satria, dengan perasaan marah pria itu segera membalikkan tubuh lalu masuk ke dalam kamp tentara.

Zain menoleh sejenak, tanpa konfirmasi apapun dari Satria dirinya mengerti akan situasi yang terjadi.

Raja sesungguhnya adalah para generasi penerus bangsa, Zain menggiring anak-anak kecil itu ke tempat pengungsian.

Pemandangan mengerikan begitu mereka sampai di tempat pengungsian, para tentara Hundan berkuda merusak tempat tersebut.

Anak-anak dan wanita serta orang tua ketakutan, ada juga yang terluka bahkan terbunuh.

"Brengsek! Sungguh biadab tindakan mereka."

Zein mengeluarkan sebilah pedang lalu menancapkan pedang itu di dekat anak-anak."Tunggu Paman di sini, jangan pergi kemanapun. Paman akan menolong saudara -saudaramu."

Anak -anak itu mengangguk dengan penuh harap.

Zein menatap geram para pasukan Hundan, marah melihat betapa kejam dan sadisnya pasukan Hundan terhadap rakyat kecil bangsa Bulan.

Nirwana Menggapai Kebahagiaan Sejati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang