Episode 11

94 73 58
                                    

Episode 11

Zein mengangkat sebelah tangannya kemudian menekuk ke tiga jarinya membiarkan jari telunjuk dan jari tengah tetap berdiri tegak, setelah itu ia menggerakkan tangan tersebut ke arah antara alis, tak lama kemudian cahaya kuning keemasan muncul dan Zein mengarahkan cahaya tersebut lurus di depannya hingga membentuk seperti sebuah layar lebar yang menampilkan semua kejadian tersebut.

Tidak ada adegan pemukulan yang dilakukan Zein terhadap Ne Shu yang ada justru Ne Shu menyiksa Arsy sedang Zein menolong pelayan tersebut.

Arsy dan Ezra terpana melihat kemampuan Zein, mereka tidak menyangka kalau Pangeran Mahkota memiliki kekuatan spiritual yang sangat besar.

Mahesa tersenyum puas melihat Sekar dan Ne Shu pucat pasi.

Zein menarik kembali pertunjukan tersebut, semua bukti nyata terlihat dengan sangat jelas tanpa ada sedikitpun yang tertutupi. Kondisi tubuhnya belum stabil hingga menggunakan sedikit kekuatan membuatnya sangat kelelahan.

Jaya Negara murka melihat bukti tersebut, tatapan tajam dan dingin terarah pada Ne Shu dan Sekar Wangi.

"Kalian berdua! Menuduh Pangeran Mahkota tanpa bukti, kalian juga memfitnahnya bahkan menghukum pelayan hanya karena pelayan itu berkata jujur. Apakah pantas kalian menjadi anggota kerajaan?!"

Bruk…

Sekar Wangi dan Ne Shu langsung berlutut di hadapan sang Raja, tubuh gemetar serta keringat dingin membasahi tubuh.

"Yang Mulia, saya tidak bermaksud menuduh, aku yakin Ne Shu juga tidak mungkin menuduh Kakaknya, saya yakin semua ini pasti ada kesalahpahaman," kata Sekar dengan ekspresi memohon.

Jaya Negara tidak habis pikir dengan jalan pikiran Selir Utamanya tersebut, semua bukti terlihat dengan jelas dan terang tapi masih saja mengelak.

Zein sangat muak dengan drama dalam istana, ia lebih suka di luar dan berkeliling dunia.

"Ayah, aku masih ada urusan. Aku pamit dulu." Zein menunduk hormat pada kedua orang tuanya.

"Tunggu." Arsy berjalan mendekati Zein, ia menundukkan kepala di hadapan pria tersebut.

"Yang Mulia, tolong jadikan saya sebagai pelayan di kediaman Anda."

Ne Shu semakin kesal dengan sikap Arsy, ia mengepalkan tangan menahan amarah.

Zein menurunkan pandangan menatap Arsy  gadis dengan tubuh mungil itu.

"Sa-saya sudah tidak tahan dengan Putri Ne Shu dan Selir Sekar, kami sering diperlakukan tidak manusiawi." Arsy semakin menundukkan kepala tidak berani menatap paras rupawan dengan iris safir.

"Tidak masalah, itu kalau Ibu Selir setuju dan kurasa Ibu tidak akan menolak. Benar bukan, Ibu Selir?" Zein menoleh pada Sekar Wangi.

Sekar Wangi tersenyum palsu, dia dan putrinya sudah melakukan kesalahan, dengan membiarkan Arsy pergi ia yakin bisa menyelamatkan sang buah hati.

"Tentu saja, Ibu tidak akan melarang." Dalam hati ia sangat ingin menyingkirkan kedua manusia tersebut.

"Baiklah, karena Ibu Selir tidak melarang, Ayah juga tidak akan melarang."Zein mengalihkan perhatiannya pada Raja Jaya Negara dan Ratu Prameswari.

"Kami tidak mungkin melarang, apalagi Selir Sekar sudah mengizinkan," jawab Jaya Negara.

Terlalu senang hingga membuat Arsy Reflek memeluk Zein. Semua yang hadir dalam aula terbelalak kaget melihat sikap Arsy.

"Lepas!" Zein menyentakkan tangan Arsy hingga tubuh mungil itu sedih terhuyung ke belakang.

Zein membalikkan tubuh."Ayo."
Arsy tersenyum senang dan langsung mengekori sang Pangeran, Ezra juga ikut merasa senang, kini mereka akan melayani seorang Pangeran Mahkota.

Istana Huang Taizi

Arsy dan Ezra memandangi papan nama di atas pintu gerbang istana Huang Taizi, pintu terbuka menampilkan halaman luas dari luar.

Arsy tersenyum bahagia."Akhirnya aku bisa terlepas dari siluman itu."

Mahesa menoleh mendengar pelayan cantik tersebut menyebut kata siluman, Arsy langsung menutup mulut ketika menyadari kesalahannya.

Zein bersandar pada tiang, ia sangat kelelahan hanya dengan sedikit menggunakan kekuatan internalnya. Mahesa segera menghampiri majikannya."Yang Mulia, Anda baik-baik saja?"

Ia menatap Zein khawatir, tidak semua orang tahu bagaimana kondisi Zein yang sesungguhnya.

Arsy dan Ezra pun segera menghampiri pria bersurai kuning keemasan tersebut.

"Yang Mulia, sepertinya Anda kurang sehat?" Tanya Arsy khawatir.

Zein diam tak menanggapi ucapan Arsy dan Mahesa, ia berusaha menormalkan nafas yang mulai tidak beraturan, nyeri dada dan sesak.

Meski begitu ia tidak ingin menunjukkan kepada siapapun betapa lemah dirinya sekarang, dengan langkah tenang ia berjalan menuju kamar dan masuk ke dalam kamar.

Mahesa ingin mengejar tapi melihat pintu segera ditutup artinya sang Pangeran sangat tidak ingin orang mengikutinya hingga hanya bisa mematung di depan kamar Zein sambil terus menatap pintu tersebut.

Arsy berjalan mendekati Mahesa menatap pria itu bergantian dengan pintu kamar Zein.

"Tuan, apa yang terjadi pada Yang Mulia?" Tanya Arsy dengan menatap pintu kamar Zein penasaran.

"Setiap Pangeran menggunakan kekuatan internalnya, Pangeran seperti tidak baik-baik saja."

Mahesa melirik Arsy sekilas kemudian kembali memandang pintu kamar Zein, pelayan itu terlalu ingin tahu bagaimana kondisi Zein dan itu tidak baik karena bisa jadi Arsy akan membocorkan pada orang lain.

"Pangeran baik-baik saja, kamu tidak perlu banyak tanya. Lakukan saja tugasmu sebagai seorang pelayan," jawab Mahesa dingin. Setelah itu meninggalkan kedua pelayan cantik tersebut.

Arsy dan Ezra saling berpandangan, mereka merasa ada yang tidak beres dengan majikan barunya tapi mereka juga tidak bisa berbuat apapun.

"Arsy, apakah Pangeran Mahkota sakit?" Tanya Ezra penasaran.

"Entahlah, aku juga tidak tahu. Tapi aku berharap Yang Mulia akan baik-baik saja, bagaimanapun juga beliau sudah menolongku," jawab Arsy.

"Kau benar, Pangeran adalah orang yang sangat baik. Sudahlah, lebih baik kita istirahat saja, ini juga sudah malam." Ezra memandangi langit malam.

Arsy mengangguk setuju."Iya, aku juga sudah lelah. Mungkin besok pertandingan akan dilanjutkan, tapi apakah Yang Mulia akan ikut serta menjadi peserta?"

"Tidak tahu," jawab Ezra.

***

Zein berjalan sempoyongan menuju tempat tidurnya, baru sedikit menggunakan kekuatan internal, tubuhnya sudah kesakitan, bagaimana kalau besok dirinya juga akan maju ke arena pertandingan? Bukankah semua akan terbongkar?

Pria bersurai kuning keemasan tersebut duduk bersilah di atas tempat tidur, matanya mulai terpejam dan kedua tangan diletakkan di atas paha dengan jari tengah disatukan dengan jari jempol dan mulai meditasi.

Puff…

Sang Pangeran memuntahkan darah dari mulut, namun ia tetap enggan membuka mata dan terus melanjutkan meditasi meski wajahnya sudah pucat bagai mayat.

Malam berganti siang, gelap berganti terang. Arsy dan Ezra telah berada di dapur bersama pelayan Zein yang lain, terlihat semua bahan makanan sudah siap untuk dimasak.

"Ezra, mulai hari ini kita akan memasak untuk Yang Mulia Pangeran Mahkota. Kita bekerja untuk Yang Mulia Pangeran, jadi kalau ada apa-apa kita harus melapor pada Pangeran," kata Arsy sambil memotong sayuran.

"Kau benar, kita tidak perlu takut lagi pada Putri Ne Shu dan Selir utama," jawab Ezra menganggukkan kepala.

Nirwana Menggapai Kebahagiaan Sejati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang