32. MENJADI RENTAN

209 33 0
                                    

Setelah memakai kemeja yang diberikan Malvin, Naira segera keluar dengan handuk yang dililitkan di kepalanya. Kemeja Malvin panjang dan besar, tapi hanya sampai di atas  lututnya saja. Naira menghampiri Malvin yang masih berdiri diam di dekat sofa kamar.

"Memangnya kenapa? Ini kan sama seperti saat kita masih kecil." Ucap Naira santai

"Bisa-bisanya dia berkata seperti itu." Gumam Malvin dalam hati. Malvin melirik kearah Naira. "Itukan karena saat itu kau masih kecil, berapa umurmu sekarang?" Tanya Malvin.

"Pfft~" Naira tersenyum, lalu mendekatinya. "Aku ini hanya berumur dua tahun dan aku belum bisa apa-apa, tolong bantu mengeringkan rambutku, kakak Malvin."

Wajah Malvin menghangat, "Baiklah" dengan segera Malvin ke belakang Naira untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah karena salting. Malvin mulai mengusap-usapkan handuk di rambut Naira dengan pelan. "Rara aromanya enak... Dia juga tambah tinggi.. dadanya juga... (Malvin membulatkan matanya) akhh!! Tidak! Malvin, apa kau ini binatang!!? Apa yang sedang kau pikirkan!?" Ujarnya dalam hati. "Akhh!!" Malvin mundur melepas handuk yang masih berada di kepala Naira.

Mendengar itu Naira menoleh menatap Malvin yang mematung diam membalas tatapannya. "Ehh? Kenapa kau memerah?"

"Yahh.. ketauan juga. Padahal sudah berusaha menetralkan ekspresi wajah.." malu + pasrahnya dalam hati. "... Di sini terlalu panas! Aku akan menyalakan AC nya!". Malvin berjalan mengambil remote AC sekaligus untuk menghindari Naira.

"Bip!" AC dinyalakan.

"Di mana dia?" Tanya Naira tiba-tiba.

Malvin kembali menatap Naira dengan ekspresi bingung. "Siapa?"

"Jangan pura-pura!" Sahut Naira datar. Malvin mendekati Naira dan kembali membantu wanita itu untuk mengeringkan rambutnya.

"Maksudmu... Yarin? Dia dikirim ke London oleh universitasnya dan dia akan kembali minggu depan." Jelas Malvin.

Naira menundukkan kepalanya lesu. "Kalian.. sudah..."

Malvin menyadari akan perubahan Naira. "Sudah apa? Kau jangan salah paham, kami hanya teman, aku diminta untuk menjaganya saja." Potong Malvin cepat. Mendengarnya membuat Naira berbalik menghadap Malvin. "Benarkah?"

"Ya, aku tidak bohong. Baiklah aku sudah selesai. Ini.." Malvin mengulurkan handuk pada Naira.

Naira menerima uluran itu, tapi dengan tiba-tiba dia menariknya sedikit keras sehingga membuat Malvin tertarik mendekat padanya. Dengan sepontan Malvin melingkarkan tangan kanannya pada pinggang Naira, karena Naira terdorong olehnya akibat tarikan itu. Naira bisa melihat wajah Malvin yang terkejut. Kini muka keduanya sangat dekat, bahkan Naira bisa merasakan hembusan nafas Malvin.

"Terima kasih, kakak Malvin~" Naira tersenyum manis padanya. Tanpa aba-aba Naira mencium Malvin persis dibibirnya, membuat sang empu melebarkan matanya sempurna. Tak lama, Naira melepas ciumannya. "Ini adalah hadiah" ucapnya.

Malvin masih diam menatap Naira dalam pelukannya. "Tubuh dan jiwaku nampaknya terpecah menjadi dua, jiwaku berkata : kau tidak bisa melakukan ini, Malvin. Cepat lepaskan. Dia adalah Naira Restial, wanita yang paling tidak boleh kau sentuh. Tapi aku tidak bisa mengendalikan tubuhku, aku merindukan aroma bibirnya dan kehangatan kulitnya. Ada apa denganku..." Batinnya. Malvin memegang dagu Naira dengan tangan kirinya, mendekatkan wajahnya dan menciumnya kembali. Naira diam dan menerimanya. Ciuman itu lembut tanpa ada tuntutan. "Kendali diriku yang aku bangga-banggakan tiba-tiba menjadi rentan... aku harus berhenti!" Ujar Malvin dalam hati.

Tak selang beberapa detik Malvin melepaskan pagutannya dan menjauhkan Naira darinya. Ia berjalan berniat meninggalkan situasi ini, takut tidak bisa mengendalikan dirinya kembali.

"Su, sudah sangat larut, pergilah tidur, kita harus bekerja besok." Ucapnya sembari terus melanjutkan langkahnya. Sesampainya di depan pintu Malvin berhenti sejenak. "Se, selamat malam..." Lalu ia keluar menutup pintu itu. Baru saja keluar, "Kenapa aku jadi gugup begini dengan Rara? Sial, sepertinya dirinya sudah gila!" Kata Malvin dalam hati.

Naira tersenyum menatap pintu kamarnya. "Huh? Ini pertama kalinya kau merespon ciumanku~ haruskah aku merasa senang?"

Keesokan harinya...

Perusahaan AS

Jarum jam menunjukkan pukul 07:30. Masih begitu pagi tetapi beberapa orang karyawan sudah mulai berkumpul untuk bergosip ria.

"Apakah kau menyadari ada perubahan dalam nona Naira?"

"Dia masih norak dan kuno, apanya yang sudah berubah dari dia?"

"Oh ya tuhan. Apa kalian tidak menyadari dia datang bekerja bersama tuan Malvin? Tuan Malvin mengantarnya kemari!"

Salah satu dari mereka menyadari kedatangan Naira. "Dia datang, pelankan suaramu!" Interupsinya.

"Betapa noraknya dia, itu mempermalukan perusahaan." Sindir lainnya terang-terangan.

"Lihat, dia menggunakan pakaian yang kemarin!"

"Tidak ada yang pernah membeli pakaian yang serupa, dia tidak ganti!! Alasannya adalah..."

Memang benar Naira memakai pakaian yang kemarin ia pakai,  karena dia belum melakukan pindahan ataupun berbelanja karena malas memindahkan pakaian dari rumah ke apartemen Malvin. Tapi, dia memakai itu kembali tentu saja dalam keadaan sudah di cuci. Sebenarnya disini siapa yang kuno? Mereka atau dirinya? Bahkan mereka tidak tahu ada mesin cuci dan bisa langsung mengeringkan sekaligus. Dia hanya perlu menyetrikanya agar tidak terlihat kusut.

Dengan suara pelan. "Apa dia sudah..." Potong yang lain.

"Nona Naira tidak pulang ke rumah dan tinggal di rumah tuan Malvin semalam, jadi dia tidak mengganti pakaiannya." Jelas lainnya.

"Ahh!! Itu berita besarr!" Heboh yang lainnya.

Naira tidak memedulikan apa yang orang bicarakan tentangnya. Dia tetap berjalan santai melewati orang-orang yang sedang asik bergosip tentang dirinya. Dia harus membuat kopi dan mengantarnya pada Malvin, karena itu salah satu tugasnya sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadinya.

Tok!tok!tok!

"Masuk!"

Naira membuka perlahan pintu ruang kerja Malvin. "Kopi anda, tuan."

"Letakkan disana." Titah Malvin tanpa mengalihkan atensinya. Naira meletakkan kopi itu di meja Malvin.

"Ehem... Kau mau makan apa untuk makan malam?" Tanya Malvin tanpa menoleh pada Naira.

"Aku?"

Malvin memejamkan matanya sebentar. "Apa ada orang lain disini?" Malvin mendengus kesal.

"Aku akan keluar makan malam bersama Jaega, kau tidak perlu mengurusiku." Jawab Naira tersenyum.

"Jaega Argantara? Dia menghubungimu? Kau tidak bisa pergi!" Kini atensinya beralih pada wanita di depannya.

"Tuan Malvin, sore hari bukanlah waktu kerjaku, ini urusan pribadiku, anda tidak punya hak untuk ikut campur." Ujar Naira datar.

"Kenapa aku tidak punya hak? Aku adalah.... Aku.... Aku..." Ucapan Malvin semakin pelan. "Rara sekarang sudah dewasa dan tidak memerlukan wali. Jadi, apa hubunganku dengannya? Aku memang tidak punya hak untuk memerintahnya..." Ucapnya dalam hati. "Glekk" Malvin menelan ludahnya. Dia mengingat kejadian semalam ketika dia mencium wanita di depannya ini. "Kalau aku bisa... Kalau aku bisa ikut campur dalam kehidupannya dengan cara lain... Apa aku bisa terus menjaganya bersamaku?" Lanjutnya dalam hati. Malvin benar-benar tidak bisa memikirkan hal lain. Ia hanya ingin bersama Naira. Dia menginginkan Naira.

                                   
Makasih yang sudah setia vote dan coment🤗
See youuu new chapter 😘🥰

~PERFECT~ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang