21. DIA MENGAKUI??

208 36 7
                                    

"Akhirnya pulang!"

"Aku sangat lelah!"

Terlihat para mahasiswa berbondong-bondong keluar dari gedung kampus Turna Inggris. Langit yang berubah warna menjadi ke orange-orange nan menunjukkan hari sudah sore. Seorang gadis berjalan keluar dengan tertatih-tatih karena luka di kakinya kembali terbuka.

"Kakiku sakit tapi aku masih harus berjalan pulang..." Batin Naira menatap kakinya.

DUAK!

"Aduh!" Pekiknya, ia rasa ia telah menabrak sesuatu di depannya.

"Ah, aku minta maaf..." Naira mendongak untuk melihat siapa yang telah dia tabrak. "Eh?"

"Rara, hati-hati saat kau berjalan." Ucap laki-laki di depannya.

"Senior, aku tak menyangka kau berada disini." Ujar Naira mundur memberi jarak.

"Sepertinya kau agak susah berjalan, kenapa tidak biarkan aku memberimu tumpangan?" Tawar Jaega sembari menunjukkan sebuah sepeda yang masih terparkir.

Naira terkekeh "Kau ingin menemaniku pulang, jadi sengaja tunggu di sini yaa?"

"... Ya." Jawab Jaega malu, karena niatnya sudah diketahui oleh Naira.

"Baiklah, kalau begitu, senior Jaega, tolong antar aku pulang ke apartemenku" Naira tersenyum manis kearahnya, dengan lembutnya angin sore membuat pesona Naira bertambah.

"Dia sangat manis! Jantungku berdegup kencang!" Kata Jaega dalam hati.

"Kau ingin duduk di bagian mana, di depan atau di belakang?" Tanya Jaega yang sudah berada di atas sepeda.

"Oh?" Naira menghampiri Jaega yang sudah naik terlebih dahulu. "Senior Jaega, kau ingin aku duduk di mana?" Goda Naira.

"Kau... Mungkin kau harus duduk di tempat duduk bagian belakang." Jawab Jaega, dia tidak percaya Naira membalas gurauannya.

"Haha!haha! Senior Jaega, kau imut sekali!" Kata Naira disela tawanya.

Tanpa mereka berdua sadari, disana ada Malvin yang melihat keduanya bersenda gurau dengan tatapan tidak suka. "Naira!" Panggilnya. Malvin tidak suka melihat Naira tertawa dengan orang lain.

"Malvin.." Naira menoleh saat namanya dipanggil, dia melihat Malvin berjalan mendekat kearah mereka. "Kenapa Malvin jelek ada di sini? Sepertinya dia tidak melupakanku, tapi dia baru datang sekarang, masih menyebalkan!" Batinnya. Hehe

"Kenapa kau tidak langsung pulang ke rumah setelah selesai kelas?"

"Untuk apa kau datang kemari?"

"Rara, siapa itu?" Tanya Jaega yang sedari tadi memperhatikan Malvin.

Malvin melirik Jaega yang berdiri di samping Naira tidak suka.

"Bagaimana caranya aku mengenalkan Malvin? Aku tidak bisa bilang dia adalah tunanganku. Selain itu, aku masih marah padanya. Aku harus mengatakan sesuatu yang berbeda!" Batin Naira.

"Dia... Dia adalah sepupuku~" kata Naira pada akhirnya.

"..." Malvin menatap Naira tanpa kata.

"Halo, namaku Jaega. Aku adalah teman sekolah Rara yang lebih senior darinya." Jaega memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan berniat untuk berjabat tangan dengan Malvin. Tapi Malvin mengabaikan uluran tangannya.

"Tunangannya." Jawab Malvin

Baik Jaega maupun Naira, keduanya memasang ekspresi penuh tanya yang diarahkan pada Malvin.

"Apa yang kau bilang barusan?" Tanya Jaega.

"Aku katakan lagi, aku adalah tunangannya." Jawab Malvin sambil menunjuk dirinya sendiri.

"EH?!" Naira dan Jaega sama-sama kaget dengan pengakuan Malvin, walaupun dalam pengertian yang berbeda.

Malvin meraih lengan Naira. "Naira, pulang bersamaku!" Malvin berjalan dan menarik Naira menjauh dengan agak keras hingga Naira terpaksa berjalan dengan sedikit cepat membuat rasa sakit pada kakinya bertambah ngilu.

"Malvin! Pelan-pelan!" Teriaknya. "Kakiku sakit! Jangan paksa aku berjalan cepat-cepat!" Lanjut Naira. Dia sudah tidak tahan dengan rasa sakitnya mungkin sekarang lukanya semakin terbuka lebar.

"Sialan! Aku lupa dengan lukanya." Ucap Malvin dalam hati. Dia berhenti dan menatap khawatir pada Naira yang kesakitan. Dia segera melepas gemgamannya.

"Bagaimana dengan kakimu? Biar aku periksa kakimu..." Ucapnya khawatir.

"Enyahlah! Jangan sentuh aku!" Kata Naira membuang muka. Sesaat kemudian dia kembali menatap Malvin. "Kenapa kau mengatakan kalau kau adalah tunanganku?"

"Lalu kenapa kau katakan kepadanya kalau aku adalah sepupumu?" Tanya balik Malvin.

"HUMPH!" Ujar keduanya bersamaan. Mereka melipat kedua tangan di dada dan menghadap arah yang berlawanan.

"Apa kesalahanku? Kaulah yang melarangku untuk menyebut diriku sendiri sebagai tunanganmu! Tapi kenapa barusan kau katakan kalau kau adalah tunanganku?" Kini Naira menghadap dan menatap kedua manik hitam milik Malvin dengan tatapan menyelidik serta emosi di matanya.

"Kau selalu berubah, aku tidak mau menebak apa yang sedang kau pikirkan lagi." Lanjutnya dingin.

"Bukankah kau punya otak? Cowok itu jelas-jelas tidak baik! Aku bilang aku adalah tunanganmu agar dia segera pergi!" Balas Malvin.

"Dia bukanlah orang jahat! Apa kau pikir semua orang itu sama denganmu? Memangnya kenapa jika dia ingin mengejarku?" Naira mengepalkan tangan kanannya. Dia menghela nafas pelan, setelahnya dia berjalan mengikis jarak antara keduanya.

"Kau bilang padaku aku bukan anak kecil lagi, aku punya hak untuk hidup di kehidupan yang aku mau atau bertemu orang-orang baru. Atau, apa kau cemburu?" Naira berjinjit agar bisa menatap mata Malvin dengan dekat.

"Mengapa aku tidak bisa bertemu laki-laki baru? Aku ingin kencan dengan seseorang dan aku akan mengencani seseorang! Apa kau cemburu? Kau tidak ingin aku bersama laki-laki lain?" Matanya berusaha menyelami kedua manik hitam didepannya.

Malvin memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan Naira.

"Cemburu? Menggelikan! Jika kau ingin mengencani seseorang, aku akan memilihkan seorang laki-laki yang sempurna untukmu, kau akan puas!" Jawab Malvin terus bertentangan dengan isi hatinya.

Tangan Naira gemetar mendengar jawaban Malvin. "Malvin, lihat mataku dan katakan lagi." Pintanya.

Malvin kembali menghadap ke Naira. "Aku..." Malvin mengepalkan tangannya erat.

"Aku tidak ingin dia mengencani laki-laki lain sama sekali. Putri kecil yang aku besarkan dengan hati dan jiwaku akan dewasa suatu hari nanti.. dia akan menjadi istri seseorang, dia akan berbagi cintanya dengan orang lain... Dia akan berhenti menjadi gadis kecil yang mengejarku dan memanggilku Malvin jelek. Aku tiba-tiba menjadi marah dengan hanya memikirkannya! Tapi aku tidak bisa dan aku tidak diijinkan untuk mencintai dia secara romantis... Dia dan aku hanya bisa jadi kakak dan adik." Ucap Malvin dalam hati dia menghela nafas panjang. Dia beralih mendorong pelan Naira, ia memegang kedua bahu gadis itu dan menatapnya.

"Aku tidak menghalangi keinginanmu mengencani seseorang, tapi aku akan memilih laki-laki terbaik untukmu. Itu membuatku cemas bahwa kau bisa di tipu oleh orang jahat." Kata Malvin masih menatap kedua mata bulat milik Naira. Naira mundur menjauh..

"Hah, kau tidak bisa menunggu untuk membuangku, ya? Malvin! Aku sangat menyukaimu, tidak bisakah kau menyukaiku kembali?" Ucap Naira menunduk dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

"Apa kau tau seberapa aku berharap aku bisa dewasa lebih cepat dan lebih cepat lagi, jadi aku bisa menjadi lebih dekat dan dekat lagi kepadamu! Aku tidak percaya aku tidak ada artinya untukmu, apakah aku hanya hewan malang yang kau kasihani dan kau selamatkan? Aku sudah mencoba yang terbaik, aku bertingkah menjadi pengatur dan gila hanya untuk menarik perhatianmu... Malvin, meskipun kau menyakitiku berkali-kali, aku tidak bisa berhenti mencintaimu... aku sungguh sudah berusaha keras, tapi mengapa kau masih membenciku?" Batin Naira. Air mata yang sejak tadi dia tahan kini tumpah begitu saja. Dia menangis tanpa suara.

                                 
Si Malvin jadi orang kenapa gengsian bangett siii😏
Udah Naira sama Jaega aja apa?😂
Happy reading guyss...
See youu😘

~PERFECT~ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang