29. SAKIT 2

182 28 0
                                    

Yarin mengingat malam itu, dimana Malvin yang mengantar dirinya pulang. Yang sebenarnya terjadi malam itu...

"Yarin, mengenai kencan, biar aku pikirkan lagi..." Jawab Malvin tanpa menoleh.

Mendengar jawaban Malvin membuat Yarin merasa kesal. "Jangan bilang kau sungguh menyukai 'sepupu' mu, saat kau di perguruan tinggi, kau di ejek karena memiliki pengantin anak-anak, dan kau bahkan berkelahi karena itu. Kau akan ditertawakan jika kau mengencaninya sekarang." Suara yarin sedikit meninggi.

"Aku hanya bingung memberikan jawaban yang tepat pada pertanyaanmu sekarang, bisakah kau memberiku waktu?" Ucap Malvin datar.

Flashback off

Yarin membalikkan tubuhnya untuk menatap Naira yang mematung. " Aku sudah berkencan dengan Malvin. Aku melewatkan banyak waktu sebelumnya, dan sekarang aku tidak ingin melewatkannya lagi. Dia adalah orang yang menepati janjinya, dan sangat perhatian, sangat sulit untuk tidak suka pada pria sepertinya ~" Ucapnya dengan seringaian aneh.

"Aku dengar kau mulai mengencani Jaega. Itu bagus, aku dan Malvin sangat senang melihat kalian bahagia~" lanjutnya, Yarin tersenyum lebar.

"Ber.. berkencan... Kalian.. aku" Naira tergagap, entahlah sekarang dia merasa sangat bingung dan sakit. "Kenapa.. kenapa pikiranku jadi kosong? Jadi Malvin jelek benar-benar meninggalkanku?" Batinnya.

Sore hari

Terlihat seorang gadis di rooftop seorang diri. Cahaya matahari yang berubah ke-orange-an itu mengenai wajahnya, Angin sore berhembus halus mengenai surai rambutnya, menampakkan kecantikannya yang sempurna. Namun, tak terukir senyum diwajahnya, pandangannya kosong dan datar. Dia meletakkan dagunya pada pembatasan yang di alasi kedua tangannya yang terlipat.

Seorang laki-laki yang baru saja sampai di sana segera menghampiri gadis itu dengan kotak makan ditangannya.

"Rara, kenapa kau datang ke rooftop? Di sini berangin, jangan sampai masuk angin. Kau belum makan seharian ini, jadi aku meminta kokiku  memasakan makanan untukmu." Ucap Jaega hati-hati.

"Ini masih panas, ayo makan" Jaega menyodorkan kotak makannya.

"Aku tidak mau makan ini" jawab Naira datar.

"Apakah kau tidak berselera? Apa yang kau mau? Aku akan menyuruh mereka membuatnya." Jaega kaget plus khawatir pada Naira.

Naira menoleh menatap Jaega lalu tersenyum. "Aku mau mogu-mogu dan buah kaleng." Ucapnya.

"Ada banyak pengawet dalam buah kalengan, ini buruk untuk kesehatanmu, lebih baik tidak makan itu.. apa kau masih ingin makan yang lain?"

Naira menunduk, "Senior, apa kita sudah termasuk berkencan?" Tanyanya lirih

"Ahh?? Kenapa kau tiba-tiba menanyakan ini? Aku, aku, aku... Yah.. jika kau berpikir begitu.." Jaega kaget tapi juga merasa senang.

"Senior, kau sangat baik padaku, kau lembut dan perhatian. Saat aku mabuk, kau merawatku sepanjang malam, aku bahkan tidak bilang terimakasih..."

"Aku melakukan itu bukan untuk mendapat pujianmu."

"Tapi aku masih ingin berterimakasih karena telah merawatku.. aku punya kebiasaan buruk sejak kecil. Aku suka mengigau, menendang selimut dan terkadang tidur sambil jalan.." Naira berhenti sebelum melanjutkan perkataannya. "Maafkan aku, senior. Aku tidak bisa menerimamu, aku tidak bisa berkencan denganmu." Ucapnya hati-hati. "Ada banyak makanan di dunia ini. Tapi sekarang aku hanya ingin buah kaleng..." Naira meninggalkan Jaega yang mesih berdiri disana. Sebanarnya dia tidak ingin menyakiti Jaega, tapi bukankah kalau dia menerimanya tanpa ada perasaan akan lebih menyakitinya? Jadi lebih baik begini saja daripada memberi harapan terus-menerus padanya.

~PERFECT~ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang