34. BERBOHONG???

178 30 5
                                    

"Di masa lalu, dia berubah-ubah dan selalu memerintahkanku untuk melakukan sesuatu tanpa meminta saranku. Sekarang dia jadi sensitif dan penuh cinta, dia sudah dewasa." Kata Malvin dalam hati, tersenyum manis.

Malvin melirik ke arah Naira yang berada di samping kirinya. "Tapi dia masih suka bergerak ketika dia tidur..." Malvin menghela nafas saat tautan tangannya dengan tangan Naira terlepas saat gadis itu bergerak. Sudah larut, tapi masih belum ada tanda-tanda dirinya mengantuk. Naira bergerak kembali menghadap Malvin dan memeluknya. Sontak itu membuat kedua mata Malvin membola dan mengerjap beberapa kali, menit kemudian ia tersenyum. Dia bisa menghirup aroma wangi dari gadis itu. "Aroma Rara wangi..."

Naira mengeratkan pelukannya pada perut Malvin dan kepalanya merangsek pada ceruk leher laki-laki itu. Malvin terpaku, dia tidak bergeming. ketika di rasa pelukan Naira semakin erat di perutnya, mata Malvin terbuka lebar, nafasnya tercekat. "tubuhku... Bereaksi?"

Malvin memejamkan kedua matanya, berusaha menahan dan menenangkan dirinya. Dia takut lepas kendali. "Kenapa tubuhku bereaksi? Aku tidak boleh membiarkan Rara mengetahuinya, aku akan pergi diam-diam... Kemudian aku akan mandi air dingin untuk menenangkannya.." gumam Malvin dalam hati.

Malvin membuka matanya ketika merasa ada pergerakan dari Naira. "Eh?" Ucapnya kaget ketika melihat Naira yang sudah terduduk menatap dirinya dalam diam. "Rara, kenapa kau bangun?"

"Aku tidak bisa tidur karena kau terus bergerak." Jawabnya dengan suara khas orang bangun tidur. Naira mencondongkan tubuhnya pada Malvin yang masih terbaring. "Kenapa kau tidak tidur?"

"Aku... Aku merasa sedikit panas dan aku ingin menyalakan AC nya." Malvin merasa gugup sekarang. Degup jantungnya berpacu dengan cepat.

Naira menegakkan tubuhnya. "Panas? Baru saja hujan, jelas-jelas dingin..." Naira terlihat berpikir dan kembali menatap Malvin dengan intens. Naira mendekatkan wajahnya pada Malvin yang terus diam. "Kau memerah... Apa kau demam juga?" Naira berniat menyentuh dahi laki-laki itu, tetapi...

"Jangan mendekat!" Seru Malvin bersamaan dengan menepis tangan Naira.

Reflek Naira kembali duduk tegak. "Ah? Kenapa?" Tanyanya bingung.

Malvin memejamkan matanya sebentar. "Aku tidak dapat mengendalikan diriku sendiri jika kau mendekat.. aku ini pria normal." Ucap Malvin dalam hati.

BIIIPP~

Sontak Malvin membuka matanya dan segera merubah posisinya menjadi duduk. "Ada panggilan masuk!" Malvin segera meraih ponselnya di atas nakas. "Oh... Panggilan ini datang di waktu yang sangat tepat.." serunya girang dalam hati. Malvin merasa lega karena ia terlepas dari situasi yang sangat menyiksanya.

Malvin menatap layar yang menampilkan nama si penelefon. "Yarin". Malvin terdiam cukup lama dan hanya menatap layar ponselnya. Tapi ponselnya terus saja berdering, Malvin memutuskan untuk menerimanya.

"Malvin? Apa aku mengganggumu? Maaf, aku lupa mengenai perbedaan waktunya..."

"Tidak, aku masih bangun. Ada apa?"

"Baiklah, aku mengerti." Ucap Malvin berjalan meninggalkan kamar Naira.

"Apakah tadi itu Yarin yang menelepon? Dia bilang apa?" Tanya Naira yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Malvin.

Malvin menoleh sebelum dia membuka pintu kamar. "Dia bilang dia akan segera kembali pulang. Karena sekarang sudah tidak ada lagi petir, kau bisa tidur sendirian."

"Tunggu.." kata Naira terpotong saat Malvin yang terlihat buru-buru keluar dari kamarnya. "Apakah ini karena dia menjawab panggilan dari Yarin, kemudian dia tidak ingin tidur bersama denganku? Bukankah dia bilang mereka hanya teman? Kenapa? Bukankah kau sudah melepaskannya?" Naira terus bermonolog sendiri dalam hatinya. Tanpa ia sadari kedua tangannya menggenggam kuat sprei di kedua sisi. Air matanya luruh membasahi kedua pipinya yang chubby.

Di sisi lain, Malvin yang baru saja sampai di kamar langsung menuju kamar mandi. Dia akan mandi dengan air dingin malam ini, dia menyalakan shower membiarkan air dingin itu membasahi tubuhnya. Bahkan dia tidak melepaskan pakaiannya terlebih dulu, mengakibatkan pakaian lengkapnya ikut basah.

"Rara..." Malvin mengusak rambutnya frustasi. "Bagaimana mungkin?!"

Pagi hari...

"Emm..." Naira terbangun dan dengan berat ia mendudukan dirinya. "Malvin jelek pergi bekerja... Aku sendirian di rumah."

Naira menepuk kedua pipinya yang putih chubby dengan kedua tangannya dengan bergantian. "BANGUN!" Serunya. "Semangatlah, Naira! Jangan biarkan kegagalan membuatmu tidak berani!" Lanjutnya. Naira bangkit dari ranjangnya.

"Aku akan membuatkan Malvin jelek makan siang besar dan mengejutkannya ketika dia kembali" ucap Naira penuh semangat.

Terlihat Naira yang terus berkutat dengan sebuah buku resep dan sesekali mengecek bahan-bahan yang akan digunakan. Rambut hitam legamnya ia ikat tinggi jadi satu hingga leher jenjangnya terlihat jelas. Dia memakai apron berwarna biru tua yang di gantung.

"Potong kecil-kecil kentang, wortel, daging sapi... Seberapa kecil?.. lupakan saja! Aku akan memotongnya saja!"

"Masukkan sedikit minyak di wajan ketika sudah panas, sedikit itu seberapa?!" Naira menghela nafas kesal. Lalu kembali melihat buku resep.

"Masak dengan api besar selama lima menit dan masukkan garam dalam jumlah yang tepat..." Lagi, Naira menghela nafas. "Berapa jumlah yang tepat?! Oh, aku tidak bisa mengerti buku ini, apa yang bisa aku lakukan?"

"Udahlah, masukkan aja semuanya sesuai urutannya."

"Masakannya meluap, apa yang harus aku lakukan!!!!!!" Teriak Naira panik.

Satu jam kemudian ...

"SELESAI 🍃🍃"

"Makan siang spesial chef Rara, nasi kari!" Naira melihat hasil eksperimennya di dapur sangat jauh dari kata bagus. Mungkin orang yang melihatnya pun tidak akan berselera. "Ini tidak terlihat bagus, tapi aku pikir rasanya akan enak... Kan?"

Ting-tong~!!

"Malvin jelek kembali!"

Pintu itu perlahan terbuka, "aku datang~"

Naira tersenyum lebar hingga kedua matanya tidak terlihat. "Malvin jelek, kau..." Kata-katanya mengambang saat yang ia dengar adalah suara seorang wanita. "Yarin... Kenapa kau ke sini?"

"Rara?"

"Rara, kapan kau kembali? Kenapa aku tidak mengetahuinya?" Tanya Yarin seraya melepaskan sepatunya. Naira terdiam tidak menjawab Yarin.

"Apakah kau sedang memasak, Rara? Aku akan ganti pakaian dan membantumu melakukannya, tunggu aku sebentar~"

Naira tak bergeming di tempatnya. Dia hanya menatap datar Yarin. "Kenapa dia terlihat seperti nyonya di rumah sini, kenapa dia sangat akrab dengan kamar ini? Apakah Malvin jelek berbohong padaku?" Ucap Naira dalam hati.

Yari keluar dari kamar sudah berganti pakaian dengan kaosan. "Malvin tidak memberitahuku kau kesini, jadi aku tidak membawakanmu hadiah." Yarin menuruni tangga dan berjalan melewati Naira yang masih diam di tempatnya.

Naira membulatkan matanya ketika melihat Yarin memakai kaos yang sama dengan Malvin saat dia pertama kali ke apartemen ini. "Ketika aku mandi, Malvin bilang tidak ada pakaian wanita di rumah, jadi aku memakai kemeja putihnyaa..." Batin Naira. Naira mengingat ketika Malvin mengatakan hal itu dan memberikan kemeja putih milik laki-laki itu. "Tapi Yarin keluar dari kamar Malvin memakai baju pasangan seperti Malvin jelek... Malvin! Kau berbohong lagi padaku!!" Lanjutnya dalam hati.

"Rara, kau memasak ini? Ini sudah gosong dan tidak bisa di makan~"

"Tunggu!!" Seketika Naira menatap Yarin dengan tajam.

Yarin tidak memedulikan Naira yang mencegahnya, dia tetap menuangkan makanan yang Naira buat ke dalam tong sampah. Padahal makanan yang Naira buat tidak seburuk itu. Memang dari penampilan itu tidak bagus tapi soal rasa, makanan itu masih bisa di makan.

"Aku membuangnya, aku akan membuat yang baru." Ucap Yarin meremehkan.

"Yarin! Aku butuh waktu sepanjang pagi untuk membuatnya, bagaimana bisa kau membuangnya!?" Geram Naira.

"Aku kembali." Malvin baru saja pulang dari kantornya. Dan sudah berdiri di ambang pintu.

                                 
Maaf, baru bisa update😌
Happy reading yaa readerss🤗

~PERFECT~ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang