40. THE LAST

366 29 6
                                    

Naira memperhatikan sekeliling lalu menengadah. Langit dengan semburat kejinggaan itu menambah indahnya suasana di taman bermain itu. Begitu ramai taman bermain hari ini, mungkin mereka datang bersama keluarga, teman bahkan datang untung berkencan seperti dirinya dan Malvin. Mata bulatnya terpaku pada wahana raksasa berbentuk lingkaran.

"Wow! Bianglala!"

"Apa gadis kecilku menyukainya?" Tanya Malvin tersenyum.

"Ah.. ini benar-benar tinggi. Aku takut." Serunya. Sedetik kemudian dia teringat pernah datang ke taman bermain dengan kedua orang tuanya waktu dirinya kecil.

"Ibu dan ayah akan bersamamu. Jangan takut." Ucap laki-laki baruh baya yang dipanggil ayah olehnya. "Katanya kalau membuat permohonan saat bianglala di titik atas akan terkabul jika tuhan menganggap kamu anak baik." Lanjutnya, menenangkan putrinya.

"Wow, kalau begitu aku akan membuat permohonan!" Jawab Naira kecil antusias.

"Aku memohon lagi dan lagi kalau tuhan mau mengembalikkan ketua orang tuaku padaku." Ucap Naira lirih. Naira menunduk, "orang dewasa selalu berbohong pada anak-anak." Lanjutnya

Malvin diam memperhatikan kakasihnya. Tangan kanannya terulur mengusap puncak kepala gadisnya yang terlihat murung. "Ini kencan pertama kita! Semangat!" Serunya menyemangati kekasihnya.

"Jangan mengacaukan rambutku! Kau sudah merusaknya!" Naira melepaskan tangan Malvin dari kepalanya dan membenarkan rambutnya yang sedikit acak-acakan karena ulah Malvin.

"Ayo, pergi." Malvin sembari menggandeng tangan Naira. "Mari naik bianglala!" Ajak Malvin menatap mata bulat gadisnya, belum pipi chubbynya yang sangat menggemaskan. Malvin tersenyum tipis.

"Malvin jelek"

"Ya?"

"Kau ingat semua kisah yang kupunya saat aku kecil?"

"Aku selalu ingat"

Naira melihat keluar jendela ketika gerbongnya mulai bergerak. Sedari tadi Malvin hanya diam di tempat memperhatikan gadis di depannya yang mungkin sedikit merasa takut naik bianglala.

"Bagaimana mungkin aku melupakan mereka (kisah masa kecil)? Kita tumbuh bersama. Aku minta maaf kalau aku menerima begitu saja dan berpikir itu sama sekali tidak penting." Ucap Malvin membuka pembicaraan antara keduanya. Malvin meliah keluar jendela

"Sekarang kita di titik tertinggi!" Serunya. Malvin menatap manik hitam di depannya. "Aku akan bersamamu tak peduli apapun yang aku lakukan. Kau tak akan sendirian." Ucapnya tulus

Mata bulat itu terbuka semakin lebar mendengar ucapan Malvin. "Malvin jelek...
Aku.." Naira tidak tahu apa yang harus dia katakan

"Jika sekarang aku membuat permohonan, akankah tuhan mendengarku?" Tanya Malvin, tapi belum sempat pertanyaan itu di jawab Malvin lebih dulu membuka suara kembali. "Aku mencintai Naira Restial, aku harap aku bisa bersamanya selamanya, aku tak akan menyesali itu." Ucap Malvin yakin. Matanya terus menatap mata bulat Naira dihadapannya, seakan-akan pandangannya mengunci tanpa ingin beralih.

Mata bulat Naira otomatis melebar. Bahkan ia dapat merasakan degup pada jantungnya yang berpacu semakin cepat. Naira menautkan kedua alisnya, "Apa itu permohonanmu?" Tanya Naira. Malvin mengangguk pelan sebagai jawaban dari pertanyaan Naira. Naira yang melihatnya semakin tidak bisa menahan senyumnya, juga jantungnya yang semakin bergemuruh seakan-akan ingin keluar dari tempatnya. Bahkan Naira takut Malvin bisa mendengar detak jantungnya. Dengan memberanikan diri Naira mencondongkan tubuhnya ke depan, detik berikutnya ia mengecup sekilas bibir Malvin dan kembali menegakkan tubuhnya. Menatap Malvin yang tampak terkejut dengan ulahnya. "Oke, tuhan setuju untuk mengabulkannya." Kata Naira dengab kedua ujung bibirnya melengkung keatas.

~PERFECT~ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang