37. CANGGUNG

230 32 4
                                    

Kini keduanya berdiri berjarak satu meter diantaranya. Saling melirik dengan ujung matanya, ketika pandangan keduanya bertemu mereka segera membuang muka ke sisi yang berlawanan. Suasana itu menjadi canggung. Tidak ada yang berniat untuk memecah keheningan itu. Malvin merasa wajahnya menghangat, ia malu. Malu pada Naira dan malu karena karyawan tadi  melihatnya memeluk Naira. Begitupun sebaliknya, Naira juga merasakan wajahnya mulai memerah karena perlakuan Malvin sekaligus malu kepergok oleh yang lain. Mereka tetap diam ditempatnya tidak ada pembicaraan.

Naira menoleh kembali menghadap Malvin. "Apa yang mau kau katakan?" Tanyanya memecah kesunyian di ruang itu.

"Hmm. Mungkin seharusnya aku katakan lain kali saja." Malvin mendekat, mengulurkan tangannya mengusap surai hitam itu lembut. "Hari ini kamu tidak perlu bekerja. Kemasi barangmu dan kembalilah ke apartemenku. Aku harus menghadiri rapat sekarang juga. Aku akan pulang selesai bekerja. Tetap di rumah dan tunggu aku."

Apartemen Malvin

Naira memutuskan untuk menuruti perkataan Malvin. Dengan langkah santai Naira yang menggeret koper sedangnya menuju kamarnya. Tepat di depan pintu berwarna abu-abu itu Naira membuka kenop pintu dengan pelan.

"Selamat datang! Tempat tidur anda telah disiapkan. Apakah anda menyukainya?" Tanya kedua pelayan itu bersamaan.

Naira kaget dengan keberadaan kedua pelayan itu di kamarnya. Matanya yang bulat besar itu kini semakin terbuka melotot setelah melihat kamarnya yang berubah dari yang sebelumnya.

"Tempat tidur ini... tidak bisa dipercaya!!" Gumamnya takjub.

Banyak boneka bagus nan imut, dari yang ukuran mini sampai jumbo. Naira suka semua bonekanya. Suasana kamar di dekorasi begitu apik. Naira sangat menyukai kamarnya.

Setelah kedua pelayan itu keluar dari kamarnya, Naira merebahkan tubuhnya diatas ranjang. "Ini sangat empuk! Hahahaa..." Matanya terus menyapu seisi ruangan itu.. sehingga pandangannya terpaku pada langit-langit kamar mengingat perkataan Malvin yang tidak selesai itu. "Dia tidak melanjutkan kalimat terakhirnya. Apa yang akan dia katakan? Apakah dia akan...." Sedetik kemudian Naira sudah terlelap.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 23.30 malam. Naira beberapa kali mengerjap-erjapkan matanya. Dia terduduk melihat ke jendela yang belum sempat dia tutup. "Eh!? Udah malam?" Gumamnya masih setengah sadar. Detik berikutnya matanya membulat, "bagaimana bisa aku ketiduran!!?"

"Ini sudah larut malam. Kenapa si Malvin jelek belum kembali? Aku harus menelponnya." Segera Naira meraih ponselnya dan menekan tombol panggil pada nomor Malvin.

"Halo. Apa ini Rara?"

"Yarin!? Kenapa kau yang mengangkat telepon?" Naira mengernyit pasalnya yang ia panggil itu Malvin. Tapi kenapa Yarin yang jawab?

Beberapa jam yang lalu di apartemen Yarin...

Yarin sedang berendam di dalam bathtubnya yang lumayan besar. Dia teringat masa lalunya yang jauh dari kata bahagia nan indah itu.

Flashback on

"Aku terlahir dari keluarga yang kurang beruntung. Ayahku seorang pemabuk sementara ibuku kecanduan judi."

"Untuk apa kau mencariku? Cari ayahmu! Jika dia mengabaikanmu, akupun begitu! Ku harap kamu segera mati!" Ucap ibu paruh baya yang tak lain adalah ibunya.

"Tidak ada seorangpun yang membantuku. Tidak seorangpun yang memedulikanku. Aku tidak punya rumah seperti kucing liar. Kemiskinan memaksaku untuk menjadi pengemis. Aku pikir ini cukup! Cukup! Aku harus mengambil kesempatan apa pun yang aku miliki untuk menyingkirkan keluargaku. AKU MENGINGINKAN UANG!
AKU MEMBUTUHKAN UANG!
AKU INGIN MENJADI KAYA!"

~PERFECT~ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang