Naira berjongkok untuk membersihkan bingkai foto yang pecah dan mengambil foto didalamnya.
"Itu hanya sebuah bingkai foto! Aku akan membelikanmu yang baru. Fotonya tetap baik-baik saja." Ujarnya sambil mengusap-usap foto tersebut. Matanya menangkap sebuah tulisan yang berada di balik foto "Maaf Yarin. Yarin??" Gumamnya lirih.
"Yarin? Siapa dia? Kenapa kamu meminta maaf padanya?"
"Naira! Ini privasiku." Malvin mengambil foto itu dari tangan Naira.
"Aku...aku tunanganmu! Aku berhak mencari barang-barangmu untuk melihat apakah kamu setia kepadaku!"
"Huh. Tunangan? Itu palsu. Apa kamu menganggapnya serius... Kamu selalu berpura-pura polos dan tidak bersalah di depan orang-orang yang menyukaimu. Mereka akan jatuh untukmu tetapi aku tidak!" Suara Malvin meninggi.
"Kamu harus sadar kalau kamu adalah orang dewasa berusia 18 tahun sekarang! Jangan bertingkah konyol dan tidak masuk akal! Kamu begini terus hanya akan membuatku semakin jengkel denganmu! APAKAH KAMU MENGERTI?!" Sekarang Malvin benar-benar terlihat mengerikan.
"Kenapa... Kenapa dia mengatakan hal seperti itu? Dia tidak pernah marah padaku, betapa nakalnya aku. Bahkan jika dia marah. Dia tidak akan pernah memperlakukanku dengan sikap ini. Dia tampak tidak sabar. Sepertinya dia benar-benar membenciku. Dia terlihat sangat asing. Apakah dia masih Malvin, yang aku kenal? Atau ini dia yang sebenarnya? Aku memikirkan bagaimana dia menyakitiku di masa lalu. Naira, mengapa kamu masih berharap dia akan baik padamu?" Ucap Naira dalam hati. Kini air matanya mengalir begitu saja dalam diamnya.
"Biasanya dia akan segera berbicara kembali padaku. Kenapa dia diam hari ini? Apakah aku benar-benar menyinggung perasaannya?" Batin Malvin.
" Rara, aku...." Malvin mengangkat tangannya berniat mengusap pucuk kepala gadis dihadapannya. Kini dia merasa bersalah
"Hahaa... Jangan sentuh kau!"
Naira menepis tangan Malvin dan mundur untuk menjauh dari Malvin.
" Kamu benar! Aku memang konyol dan tidak masuk akal! Aku berpura-pura polos dan lugu! Aku hanya melakukan apa pun yang aku mau! Aku bencana untukmu! Aku sangat menyebalkan! Minggir! Aku akan kembali ke sekolah." Ucapnya dengan lantang.
Naira berjalan berlalu melewati Malvin yang berdiri di depannya. Tanpa sengaja dia menginjak pecahan kaca yang masih berserakan di lantai. Hingga kakinya berdarah.
"Aargh"
Malvin segera menoleh kearah suara dan melihat Naira yang berdiri di tengah pecahan kaca tadi, seketika wajahnya menjadi panik melihat kaki Naira berdarah.
"Sial! Kamu kenapa sembrono begitu? Aku sudah bilang berkali-kali untuk memakai sendal di rumah! Tetapi kamu selalu berjalan berkeliling dengan telanjang kaki! Kamu tidak pernah berhenti dari kebiasaan buruk itu! Lihat kamu berdarah! Biarkan aku melihatnya!" Omel Malvin.
"Malvin, diam!" Naira memejamkan mata merasakan sakit pada telapak kakinya.
"Meskipun darahku akan terus keluar. Apa urusannya denganmu! Aku tidak butuh kamu untuk pedulikan aku! Kamu dengar itu?!"
"Aku wali sahmu. Siapa lagi yang akan menjagamu jika bukan aku?"
"Malvin, tidakkah kau menganggapnya konyol ketika kau mengatakan kau adalah waliku? Kita tidak memiliki hubungan sama sekali."
"Punya hubungan atau tidak bukan kau yang bilang."
Tanpa aba-aba Malvin menggendong Naira karena darah gadis itu terus saja keluar.
"Kakimu terluka dan ini urusanku sekarang, aku akan membawamu ke rumah sakit."
"Malvin! Turunkan aku! Aku tidak ingin pergi ke rumah sakit. Lepaskan aku!!" Naira terus memberontak dalam gendongan Malvin, dia tidak mau ke rumah sakit.
"Berhenti bertingkah! Kakimu akan terinfeksi jika kaca itu tetap ada di dalam! Kita harus pergi ke rumah sakit."
"Aku lebih suka kehilangan kakiku daripada harus oergi ke rumah sakit!" Air matanya menggenang di pelupuk matanya. Naira menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, dia terisak dalam diam.
"Aku mohon padamu! Tolong jangan bawa aku ke rumah sakit..." Mohon Naira masih menutupi wajahnya.
Malvin yang melihat itu membatin. " Dia mulai takut pada rumah sakit setelah masalah ibu kecelakaan, ternyata dia masih takut sampai sekarang?"
"Baiklah, kita tidak akan pergi ke rumah sakit. Jangan menangis.." ucap Malvin lembut.
Kini Malvin sedang mengoleskan obat pada kaki Naira. Kaki Naira terus gemetar ketika Malvin mengoleskan, dia menahan rasa perihnya. Dan Malvin melihat kaki itu yang terus gemetar melihat sang empu yang diam saja.
"Apakah itu menyakitkan?"
"..."
"Biasanya dia akan menangis tetapi dia sangat diam sekarang... Apakah dia berpura-pura menjadi dewasa untuk membalas dendam karena menyebutnya kekanak-kanakan?" Batin Malvin masih menatap intens Naira.
"Selesai! Jika luka semakin parah, kita akan meminta dokter untuk merawatmu di rumah, oke?" Malvin tersenyum lebar dan berdiri dihadapannya.
"..."
"Ngomong-ngomong, ayahmu sudah mengirimimu surat lagi, aku akan memberikannya kepadamu."
"Terima kasih"
Malvin yang melihat respon Naira yang terlihat cuek memegangi pelipisnya. "Kenapa dia seperti biasa-biasa saja? Bukankah dia dulu sangat senang ketika dia mendengar hal dari ayahnya?" Batin Malvin. Seketika kedua matanya membulat sempurna "Aku punya ide!"
"Rara, apakah kau ingin minum Mogu-Mogu dan makan buah kaleng? Aku ingat kau sangat menyukainya! Kau akan minum dan makan itu setiap kali kau sedih." Malvin tersenyum lebar.
"Buah kalengan hanya untuk anak-anak, kau telah memberi tahuku bahwa aku sudah dewasa, berusia 18 tahun sekarang. Aku tidak bisa menjadi seperti anak kecil lagi." Jawab Naira datar.
"Astaga! Apakah dia hanya mengingat setiap kalimat yang aku katakan? Malvin, kau seharusnya tidak mengatakan kata-kata itu!" Batin Malvin frustasi.
"Makan makanan sama sekali tidak relefan dengan usia selama seseorang bahagia, aku akan membeli beberapa Mogu-Mogu dan buah kaleng untukmu. Aku pergi sekarang. Tetaplah di rumah dan istirahatlah, jangan bergerak." Setelah mengatakan itu Malvin melangkah pergi untuk membelikannya di minimarket terdekat.
Sesampainya di minimarket Malvin langsung menuju tempat buah kalengan. Disana banyak sekali jenis buah kaleng dan dia tidak tahu yang mana yang disukai Naira.
"Yang mana yang disukai Rara?" Dia terlihat bingung memilih buah kaleng dan Mogu-Mogu apa yang akan di beli.
"Tolong dihitung" ucapnya pada kasir.
"Tuan, apakah anda membeli buah kaleng dan mogu-mogu begitu banyak untuk pacar anda?" Tanya sang kasir.
"Tidak, ini untuk adik perempuanku. Aku tidak tahu jenis apa yang paling ia sukai, aku pikir lebih baik aku beli setiap jenis."
"Bagaimana mungkin seorang kakak laki-laki tidak tahu kesukaan adik perempuannya? Sepertinya anda kakak yang tidak bisa diandalkan." Kasir itu tersenyum.
"Aku pikir aku mengenalnya dengan baik tetapi kenyataannya aku bahkan tidak menyadari kesukaannya... Aku selalu memperlakukannya seperti anak kecil tapi merasa dia terlalu kekanak-kanakan. Dia ingat semua yang aku katakan tetapi aku tidak pernah menganggap serius kata-katanya... Apakah aku wali yang berkualifikasi?" Di sepanjang jalan pulang Malvin hanya memikirkan hal itu. Apa dia keterlaluan? Pikirnya.
____________________
Thankss🤗
See youu di new chapter😘
KAMU SEDANG MEMBACA
~PERFECT~ [END]
Teen FictionMark x Ningning "sial kenapa tidak ada yang memberitahuku gadis pengatur ini sudah kembali!" -Malvin Arkana Satya "Oh, apa dia marah?" -batin Naira "Aku belum pernah melihatmu selama bertahun-tahun, keliatannya kau tumbuh lebih tinggi, kucingku!~Ku...