25. MABUK

238 33 2
                                    

Kini keduanya duduk di depan sebuah toko yang ditunjukkan oleh Naira.

"Pak, sepuluh porsi untuk setiap menu, dan sebotol bir." Pesan Rara pada penjual.

"Baik, nona."

Beberapa menit berikutnya, meja dihadapannya penuh dengan semua makanan yang dipesannya.

"Ini makananmu~" pelayan itu meletakkan makanan terakhir yang di bawanya.

"Rara, kau tak bisa minumkan?" Tanya Jaega khawatir.

"Aku akan minum setengah gelas, aku janji aku tidak akan mabuk." Rara meyakinkan.

Alis Jaega bertaut. "Setengah?"

"Sepertiga?" Rara tersenyum manis ke arahnya.

"Oke, sepertiga." Kata Jaega pada akhirnya menyetujui. "Jangan minum terlalu banyak." Lanjutnya. "Sesuatu yang sedih pasti terjadi padanya." Batin Jaega.

"Bersulang." Ajak Naira yang mengangkat minumannya. Jaega pun menuruti bersulang dengannya. Beberapa menit kemudian....

Kepala Naira jatuh diatas meja. Sepertinya dia sudah mabuk. "Rara? Apa kau baik-baik saja?" Jaega menghampiri Rara yang tak menjawab pertanyaannya. Gadis itu sudah tak sadarkan diri. Dengan segera Jaega menggendong Naira di punggungnya. Hari sudah mulai larut malam.

"Bintang-bintang bersinar.... Gadis itu merindukan ibunya... Dia merindukan ibunya.... Emm...." Oceh Naira di punggung Jaega.

"Dia mabuk karena satu gelas. Bukan, sepertiga gelas... Dia seharusnya tidak meminumnya. Sudahlah... Aku lebih baik memanggil pelayan untuk menjemput kami..." Jaega berusaha menghubungi pelayannya.

"Ega... Kau orang yang baik~ kemana kita akan pergi selanjutnya?" bisik Naira ditelinga Jaega. Tanpa Naira sadari tingkahnya sudah membuat wajah Jaega merona.

"Kau tak bisa minum lagi, kau mabuk, aku akan membawamu pulang..." Jawab Jaega sembari menutup telepon.

"Sial! Aku masih pria normal! Tapi aku tidak akan mengambil kesempatan dalam keadaan seperti sekarang." Umpat Jaega dalam hati.

"Aku harap waktu berhenti pada saat ini, aku harap jalan ini tidak akan pernah berakhir. Maka aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan Rara..." Doanya dalam hati. Jarga sangat menikmati dan selalu merasa senang saat dia dekat dengan Naira.

Jaega tetap berjalan hingga tanpa dia sadari, mereka sudah sampai di depan apartemen Naira. Jaega melihat seorang laki-laki yang bersandar pada samping mobilnya. Laki-laki itu menatap kedatangannya dan juga Naira yang masih dalam gendongannya. Jaega menatap laki-laki itu suka. Begitupun dengan laki-laki itu.

"Kalian.." ucap Malvin mendekati keduanya. Matanya tertuju pada Naira yang tak sadarkan diri di balik punggung Jaega. "Biar aku yang membawa Rara pulang!"

Jaega menatap Malvin dari atas kebawah. "Ini pria yang muncul hari itu... Dia kerabat Rara, seharusnya tidak apa-apa kalau aku membiarkan dia membawanya pulang... Tapi aku tidak mau menyerah!" Batin Jaega dalam hati.

"Kau yang membuatnya sedih hari ini, 'kan?" Tanya Jaega memberanikan diri.

Setelah dia memberikan Naira pada Malvin. Kini Naira beralih di gendongan Malvin ala bridal style. Malvin menghentikan langkahnya saat dia mendengar pertanyaan yang dilontarkan Jaega.

"Apa hubungannya denganmu?" Tanya balik Malvin dengan dingin. Dia kembali melanjutkan langkahnya dan memasuki apartemen Naira.

"Tuan Malvin, kenapa anda disini?" Tanya salah satu pelayan kaget akan kedatangan Malvin.

"Tetap di luar, tidak ada yang di izinkan masuk." Titah Malvin melewati para pelayan dan menuju kamar Naira.

"Aku ingin minum lagi, jangan hentikan aku, aku masih bisa minum~" igau Naira dalam pelukkan Malvin.

~PERFECT~ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang