"Mana Nalendra?"
Suara berat seorang laki-laki menggema di sebuah ruangan. Ruangan berwarna putih yang berada tepat di lantai paling atas sebuah kafe hits di Jakarta. Tempat yang dahulu menjadi tempat kesukaan Malik.
"Gue disini." jawab Nalendra dari ujung ruangan.
Lelaki itu berjalan mendekati Malik, memberinya tatapan ramah. Berbeda dengan Malik yang memberikannya tatapan marah. Nalendra mengajak Malik untuk duduk terlebih dahulu, mengenang kenangan mereka dulu. Namun Malik menolak.
"Sini duduk dulu. Gue kangen deh masa-masa dulu. Masa dimana kita masih sahabatan." ungkap Nalendra melirik ke arah beberapa bingkai foto yang terdapat di ruangan itu. Foto-foto antara dirinya dan Malik sangatlah banyak disana.
"Maksud lo, lo kangen nusuk gue dari belakang? Lo kangen gue dibodohin sama sikap baik lo yang munafik itu?" ketus Malik kepada Nalendra.
Nalendra hanya bisa tersenyum kecut. "Lo mau minum apa? Biar gue—"
"Gue gak suka basa-basi. Gue mau gue kembali diterima di ajang perlombaan basket kampus nanti." tekan Malik dengan tegas.
"Gak bisa gitu do—"
"Lo gak usah ikut campur, Andreas." kata Malik kepada Andreas, teman sekampusnya yang juga masuk ke dalam klub basketnya.
Nalendra memberi isyarat kepada Andreas, Verro, dan Fajar untuk diam, tidak berbicara sedikitpun saat ini. Sang kapten basket, Nalendra, kini menatap Malik dengan tatapan serius. Kedua lelaki itu seolah memiliki masalah yang sangat besar sehingga membuat Malik begitu membenci Nalendra.
"Malik, lo sadar kan kenapa lo dikeluarin dari tim?" tanya Nalendra kepada Malik dengan nada bicara tenang.
Malik menarik kerah baju Nalendra dengan kuat, "Lo tau kan gue gak suka basa-basi?"
"Gue cuman nanya, lo sadar kan kenapa lo dikeluarin dari tim?" tanya Nalendra lagi, masih dengan perasaan tenang.
"Gue gak ngerasa berbuat salah. Lo tau itu." kata Malik dengan tegas.
Nalendra melepaskan tangan Malik dari bajunya, lelaki itu berusaha bersikap tenang. "Lo kelewatan, Malik. Sikap lo itu gak pantas buat ngewakilin kampus kita dalam acara penting itu."
"Maksud lo gue harus munafik kayak lo biar pantas ngewakilin kampus kita?" sindir Malik.
"Malik, gue serius." tekan Nalendra yang langsung disanggah oleh Malik. "LO PIKIR GUE GAK SERIUS?!"
"Lo kelewatan kemarin. Lo udah baca beritanya? Ada yang ngevideoin lo lagi ngeluarin kata-kata yang gak pantas ke cewe—"
"Ke cewek kampungan itu?" potong Malik dengan kesal.
"Malik." kesal Nalendra saat Malik kembali merendahkan Juwita.
"Apa? Emang bener kan dia cewek kampungan. Intinya gue gak mau tau, gue harus dimasukkin lagi ke tim buat acara SCC nanti." kata Malik kepada Nalendra dengan nada kesal, tidak mau mendengar pendapat dari Nalendra.
"Gue gak mau lo bikin masalah di acara nanti. Udah cukup lo masuk lambe turah gara-gara peristiwa kemarin." ungkap Nalendra tak peduli.
Nalendra kembali melanjutkan, "Dan lo gak berhak buat nyebut cewek itu kampungan. Lo gak bisa seenaknya ngerendahin orang gitu aja, Malik."
"Siapa lo ngatur-ngatur hidup gue? Mama gue? Papa gue? Gue gak mau tau, gue harus dimasukkin lagi ke tim basket buat lomba nanti. Lo tau seberapa penting acara itu buat gue kan? Gue bisa yakinin lo kalo gue gak akan bikin ulah nanti." jelas Malik berusaha agar Nalendra merubah pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga untuk Juwita
Ficção AdolescenteSetelah beberapa bulan menjadi anak yatim piatu, tiba-tiba saja Juwita mendapat informasi bahwa ia akan menjadi anak angkat Keluarga Cakrabuana karena ibunya bersahabat dengan keluarga tersebut. Juwita berpikir hidupnya akan menjadi lebih baik karen...