Nalendra dengan sigap memberikan pakaian kepada Juwita, setidaknya tidak membiarkan perempuan itu menggunakan lingerie. Pria itu berusaha menjaga pandangannya dengan tidak melihat ke arah tubuh Juwita dan memfokuskan dirinya untuk membantu Juwita.
"Stop ngeliatin aku dengan mata keranjangmu itu, Nalendra. Aku tau apa yang kamu pikirin." ketus Juwita sembari memakai pakaian yang diberikan oleh Nalendra.
"Bilang makasih gitu dong, setidaknya kamu aman untuk saat ini. Untung aja pria tua-jelek itu gampang banget aku kelabui." gerutu Nalendra, ia merebahkan dirinya di kasur, tepat di samping tubuh Juwita.
Beberapa detik kemudian, Juwita dan Nalendra langsung merencanakan untuk meninggalkan klub itu dengan secepatnya, melepaskan diri dari belenggu ketakutan dan kegelapan yang menghantui.
Tetapi Juwita tidak bisa membiarkan Maureen tertinggal sendirian di tempat terkutuk itu, terperangkap dalam neraka yang sama yang hampir menenggelamkan dirinya.
"Maureen, dia—"
"Stop mikirin orang lain dan fokus nyelametin diri kamu sendiri, Juwita." pangkas Nalendra yang seolah sudah mengetahui maksud dari perkataan Juwita.
"Aku tau semua ini berat buat kamu, tapi setidaknya kamu harus fokus sama diri kamu sendiri. Aku gak mau ngeliat kamu berakhir sama kayak Maureen." tegas Nalendra dengan nada meninggi. Tatapan matanya mengisyaratkan betapa seriusnya perkataannya kali ini.
Nalendra menghela nafasnya berat, "Kamu harus keluar dari tempat ini, setidaknya sekarang kamu berhenti mikirin Maureen."
"Seberapa tahu kamu tentang kehidupan Maureen? Aku masih bingung dengan semua ini, Nalendra. Rasanya kayak mimpi buruk." ucap Juwita dengan keraguan.
"Kita gak punya cukup waktu buat ngebahas semua ini. Aku mau kamu keluar dan hidup bahagia, Juwita." jawab Nalendra, berusaha meminta Juwita untuk memahami.
"Jadi aku harus ninggalin kembaran aku di tempat kayak gini? Tempat terkutuk ini?" tanya Juwita berulang.
Nalendra menatapnya dengan ekspresi yang terbagi antara kebingungan dan keputusan. Dia tahu betapa beratnya permintaan Juwita, tetapi dia juga menyadari bahwa membawa Maureen akan sangat menyulitkan situasi mereka.
"Maureen... dia gak bisa pergi dari sini," jawab Nalendra akhirnya dengan suara rendah.
Laki-laki itu kembali melanjutkan. "Dia udah terlalu lama di tempat ini. Dan lagi, semua orang percaya kalo dia udah meninggal."
Juwita merasa kecewa, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa memaksakan kehendaknya. Dia memahami bahwa membawa Maureen akan menjadi risiko yang terlalu besar. Namun, itu tidak mengurangi rasa simpati dan empati yang dia rasakan terhadap kembarannya yang terperangkap.
Mungkin suatu hari nanti kamu bisa bebas dari tempat ini, Maureen. Maaf. ungkap Juwita dalam batin, mencoba menenangkan hatinya yang gelisah.
Juwita dan Nalendra kini tidak punya waktu untuk terlalu lama terdiam dalam pertimbangan batin mereka. Mereka mengendap-endap keluar kamar. Beberapa pelayan klub mulai mencurigai gerakan mereka. Tiba-tiba, cahaya sorot lampu menyilaukan hadapan mereka.
"Kita harus pergi, sekarang!" seru Nalendra sambil menarik tangan Juwita, berusaha menyelamatkan mereka dari kejaran yang tak terhindarkan.
Mereka berlari melalui lorong-lorong gelap, mencoba untuk menemukan jalan keluar yang aman. Langkah mereka tergesa-gesa, dihantui oleh ancaman yang semakin dekat. Setiap sudut klub itu mungkin bersembunyi dengan bahaya. Tetapi nasib tidak berada di pihak mereka.
Sekuriti klub mengejar mereka dengan ganas, berusaha menangkap dan membawa mereka kembali ke dalam kegelapan yang mencekam. Nalendra melindungi Juwita dengan setiap langkahnya, tetapi tidak dapat menghindari pertempuran yang tak terelakkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga untuk Juwita
Novela JuvenilSetelah beberapa bulan menjadi anak yatim piatu, tiba-tiba saja Juwita mendapat informasi bahwa ia akan menjadi anak angkat Keluarga Cakrabuana karena ibunya bersahabat dengan keluarga tersebut. Juwita berpikir hidupnya akan menjadi lebih baik karen...