Juwita membuka mata perlahan, disambut oleh cahaya lembut yang menyelinap masuk melalui jendela kamar. Dia mengangkat kepalanya dari bantal dan memperhatikan sekitar. Mereka berdua telah bersembunyi di penginapan murah, jauh dari kegelapan klub yang mengancam mereka semalam.
Dengan hati-hati, Juwita memalingkan kepalanya ke arah sofa di samping tempat tidur. Dia tersenyum lega melihat Nalendra duduk di sana, matanya yang hangat menatapnya dengan penuh perhatian.
"Pagi, Juwita." sapanya dengan senyum hangat di wajahnya.
Juwita tersenyum balas. "Pagi, Nalendra. Gimana luka kamu? Masih sakit?"
Nalendra menggelengkan kepalanya dengan lembut. "Aman. Aku sebenarnya lebih khawatir sama kamu. Badan kamu masih sakit?."
Juwita tersenyum padanya dengan lembut, ia menggeleng . "Aku gak apa-apa. Makasih yaa udah bantuin aku keluar dari tempat itu."
Nalendra mengangguk, ekspresinya penuh dengan ketulusan. Mereka berdua diam sejenak, terlena oleh kehangatan dan kebersamaan yang terasa begitu nyata di antara mereka. Tetapi kemudian, realitas keras dari situasi mereka segera kembali menghampiri.
"Nalendra, aku boleh tanya sesuatu?"
"Kamu mau tanya apa, Juwita?"
Juwita sedikit menjeda, "Kamu tau Malik ada di mana?"
Pertanyaan Juwita membuat Nalendra terdiam sejenak. Ia berdiri dan berjalan mendekati perempuan itu, mengusap kepala Juwita dengan lembut, "Maaf, aku gak tau."
Nalendra pergi ke luar kamar, ia beralasan ingin mencari udara segar. Nafasnya tersengal, perasaan marah menyelimuti hatinya, beruntung ia masih bisa menahan ekpresi wajahnya saat Juwita menanyakan mengenai Malik.
"Gak seharusnya lo nanyain tentang dia, Juwita." kesal Nalendra dengan pelan.
Nalendra menendang dinding koridor dengan kencang, "Kenapa lo selalu aja mikirin Malik? After all I've done for you?"
Suara pintu terbuka terdengar, Juwita keluar dari kamarnya dan menatap ke arah Nalendra. Perempuan itu berjalan dengan pelan, tubuhnya masih terasa sakit, terutama di bagian punggung.
Melihat Juwita yang berjalan tertatih-tatih, laki-laki itu sontak mendekati Juwita dan membantunya berjalan. "Kamu mau kemana, Ta?"
"Kamu ngapain di luar? Cari udara segar kok di koridor?" Bukannya menjawab, Juwita justru melemparkan pertanyaan.
"Aku bingung mau kemana." bohong Nalendra, menutupi perasaannya yang sesungguhnya.
"Ayah kamu pasti bakal nyariin kita," ucap Juwita dengan suara yang penuh kekhawatiran.
Nalendra mengangguk setuju. "Iya, dia pasti bakal ngelakuin apapun buat nemuin kita. Kita harus berhati-hati mulai sekarang."
"Gimana kalo kita kabur ke luar negeri? Kita tinggal bareng disana. Aku masih punya tabungan yang cukup buat kita berdua." usul Nalendra dengan senyuman lembut. Laki-laki itu masih menggenggam tubuh Juwita, takut bila perempuan itu terjatuh.
"Kamu yakin ayah kamu gak akan cari kita di luar negeri?" tanya Juwita dengan penuh keseriusan.
Nalendra bimbang. Ia mengetahui alasan dibalik ayahnya sangat ingin membuat Juwita menderita, ka tahu rasa sakit hati yang dirasakan oleh ayahnya. Dan laki-laki itu juga mengetahui bahwa ayahnya tidak akan semudah itu membiarkan Juwita bebas, tanpa merasakan penderitaan sedikitpun.
Juwita melihat respon dari Nalendra dan menghela nafasnya berat. "Aku rasa kita gak bisa terus sembunyi kayak gini. Kita harus cari cara buat melawan ayah kamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga untuk Juwita
Fiksyen RemajaSetelah beberapa bulan menjadi anak yatim piatu, tiba-tiba saja Juwita mendapat informasi bahwa ia akan menjadi anak angkat Keluarga Cakrabuana karena ibunya bersahabat dengan keluarga tersebut. Juwita berpikir hidupnya akan menjadi lebih baik karen...