Tak terasa sudah lima tahun Juwita meninggalkan kota Jakarta yang begitu banyak kenangan tersimpan disana. Juwita kini tinggal di salah satu kota yang sudah sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia. Kota yang pernah menjadi ibu kota sementara Indonesia, kota bersejarah yang terkenal akan sistem keraton. Yogyakarta.
Selama tinggal di Yogyakarta, Juwita sudah melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda di salah satu universitas negeri ternama dan lulus tepat waktu. Saat ini, ia bekerja di sebuah kafetaria sebagai pelayan. Gadis itu tinggal di sebuah rumah sederhana yang tak jauh dari keramaian, tepatnya di daerah Mlati. Juwita juga memiliki seekor kucing yang ia beri nama Pawpaw.
Sering kali Juwita merindukan Jakarta. Merindukan teman-temannya maupun orangtua angkatnya. Dan tentu saja merindukan sosok Malik. Malik yang selalu memarahinya, Malik yang selalu mengatakan hal-hal menyakitkan kepadanya, dan Malik yang selalu merendahkannya. Malik yang Juwita cintai.
Juwita tidak mengerti mengapa ia mau-mau saja disuruh oleh Malik agar pergi dari kota Jakarta. Malik dengan seribu rahasia. Malik yang begitu misterius, seolah mengetahui suatu hal yang tidak diketahui oleh siapapun, termasuk Juwita.
"Aku kangen sama kamu, Malik." ungkap Juwita, ia melamun diatas ranjang tempat tidurnya.
"Meow..," Suara Pawpaw terdengar, ia meloncat ke atas ranjang dan mendekati Juwita.
Pawpaw adalah kucing kampung berwarna hitam pekat dengan badan berisi. Sifatnya yang aktif membuat Juwita kerap kewalahan mengurusnya, tetapi hal itu tidak membuat rasa sayang Juwita kepada kucingnya berkurang. Hanya Pawpaw-lah yang selalu mendengarkan seluruh keluh kesah Juwita, mendengarkan semua cerita Juwita dengan seksama.
"Pawpaw, aku kangen sama Malik. Udah lima tahun aku enggak ketemu sama dia. Kira-kira sekarang apa kabar Malik yaa?" tanya Juwita penasaran. Ia berbalik ke samping menatap Pawpaw sambil sesekali mengelusnya.
"Meow meow.., Meow."
"Kalo menurut kamu, Malik sekarang lagi ngapain?"
"Meow.., Meow meow."
"Sebenarnya apa sih yang direncanain sama Malik? Sampai sekarang aku masih enggak ngerti sama semua ini, Paw."
"Meow. Meow.."
Juwita menghela nafasnya berat.
Juwita mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh dinding kamar. Beberapa tangkai bunga matahari yang ditaruh di vas berwarna putih terlihat mulai melayu. Bibirnya seketika melengkung ke bawah.
"Maafin aku Dimas, tapi aku belum bisa ngelupain Malik sepenuhnya." ungkap Juwita dengan rasa bersalah.
Suara gedoran di pintu rumah Juwita terdengar begitu kencang. Juwita segera berlari kecil menuju ruang tamu dan membukakan pintu rumahnya. Matanya membulat, bibirnya terbuka. Jantungnya berdebar kencang, tidak percaya dengan apa yang barusan ia saksikan saat ini.
"Malik?" Suaranya terdengar bergetar. Berusaha melihat lebih jelas sosok laki-laki yang berada di hadapannya saat ini.
Tatapan Juwita beralih kepada luka-luka serta darah yang memenuhi wajah hingga tubuh Malik. Tubuh lelaki itu penuh luka dan terlihat kurus, jauh berbeda dengan sosok Malik yang terakhir kali Juwita lihat. Ingin sekali Juwita memeluk tubuh Malik, saking ia merindukkan lelaki itu. Namun tentu saja logika dan pikiran perempuan itu memenangkan perasaan hatinya. Tidak mungkin seorang Juwita berani memeluk Malik.
"Malik, kamu kenapa?" tanya Juwita penuh penjelasan.
"Gue boleh masuk?" Bukannya menjawab, Malik justru menghiraukan pertanyaan Juwita. Spontan, Juwita mengangguk dan mengizinkan lelaki itu untuk masuk ke dalam rumahnya. Tepatnya rumah pemberian Malik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga untuk Juwita
Ficção AdolescenteSetelah beberapa bulan menjadi anak yatim piatu, tiba-tiba saja Juwita mendapat informasi bahwa ia akan menjadi anak angkat Keluarga Cakrabuana karena ibunya bersahabat dengan keluarga tersebut. Juwita berpikir hidupnya akan menjadi lebih baik karen...