Bab 5

2.8K 363 9
                                    

Happy Reading, semoga suka.

Yang mau baca duluan, di Karyakarsa sudah update sampai bab 19 ya, cari saja di bagian Seri. Mengandung adegan dewasa yang eksplisit ya, khusus 21++

 Mengandung adegan dewasa yang eksplisit ya, khusus 21++

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,
Carmen

_______________________________________

Sekarang, lepaskan pakaianmu.

Rosalind pikir ia salah dengar. Apa kata pria ini? Dia tidak mungkin serius, bukan? Pria itu tidak bersungguh-sungguh, bukan?

Tapi entah kenapa… ia merasa takut.

“My… My Lord?” gagap Rosalind.

“Kau tuli?” tanya pria itu lagi.

Ia menelan ludah keras. “Anda… Anda…” 

Apa yang harus Rosalind katakan?

“Anda tidak bersungguh-sungguh, bukan?”

Ekspresi pria itu datar, tak menampakkan perubahan ekspresi, malah nyaris setengah bosan.  Dia lalu berbalik dan berjalan menuju kursi dapur lalu duduk di sana.

“Jangan membuatku mengulanginya lagi. Lepaskan semua pakaianmu. Sekarang juga,” ujarnya lagi, mengulangi kata-katanya dengan lebih jelas.

“Ap… apa?!” Rosalind tercekik. “Kenapa aku harus melakukannya?”

Ini tidak mungkin benar-benar terjadi.

Ini tidak mungkin benar-benar terjadi, bukan? Pria itu pasti sedang bercanda. Dia hanya bersikap jahat karena dia marah, karena Hugh mewariskan pertanian ini untuk Rosalind dan bukannya dirinya. Cedric Beaumont Wallington ini pasti sedang menggertaknya.

“Aku… aku mengerti kalau Anda kesal dan marah padaku dan Hugh, Paman Anda, maksudku. Tapi… dia hanya memberikanku pertanian ini untuk membantuku, memberiku sedikit jalan untuk meneruskan hidupku. Pertanian ini tidak menghasilkan banyak keuntungan, My Lord.” Dibandingkan dengan properti ini, pria itu mewarisi jumlah yang jauh lebih besar, tanah pertanian luas yang tersebar di puluhan desa, yang jauh lebih terawat dan menghasilkan, apakah itu tidak cukup?

Pria itu kembali tertawa. Tapi kali ini tawanya merupakan gabungan tawa mengejek dan jahat.

“Dasar budak pelayan tamak yang tidak tahu malu. Kurasa kau belum juga mengerti, iya kan? Apa kau hanya punya seraut wajah menarik tetapi otakmu lamban dan bermasalah? Pamanku tidak pernah menulis surat wasiat bahwa kau akan mewarisi tanah pertanian ini. Jadi maaf saja, tanah pertanian ini walaupun bobrok dan hanya mendatangkan kerugian, masih tetap adalah milikku. Dan kau, sialnya, kontrakmu masih dua tahun lagi. Jadi sampai kontrak itu berakhir, kau adalah milikku.” Pria itu tidak tahu bahwa kata-kata tenangnya menimbulkan getar takut pada seluruh tubuh Rosalind. “Dan karena aku datang ke sini untuk mengecek semua hal yang kuwarisi dari mendiang pamaku, tentu saja aku tidak boleh melewatkan properti kecilnya ini.”

Rosalind merasa wajahnya memucat.

“Aku bukan properti.”

“Tapi secara hukum, kau memang propertiku. Milikku,” ucap pria itu penuh penekanan pada kata terakhirnya.

“Kau… kau…”

Beraninya pria itu! Jika saja Hugh Prescott masih hidup, pria itu pasti akan mencambuk keponakan kurang ajarnya ini karena berani mengucapkan hal-hal tak sopan itu pada Rosalind.  Rosalind tidak boleh takut. Pria itu tidak bisa mengancamnya. Ia lalu menegakkan tubuhnya dan menatap sang bangsawan yang masih duduk dengan salah satu kaki terangkat bertumpu di lututnya.

“Tuanku hanya Hugh Prescott. Aku tidak percaya dia tidak meninggalkan warisan pertanian ini untukku. Jadi kau tidak bisa mengancamku. Hugh sudah berjanji berkali-kali bahwa pertanian ini akan menjadi milikku.”

“Kau benar-benar pelayan rendahan yang tamak,” ejek pria itu lagi. Wajahnya kini menampakkan sedikit ekspresi tak suka. “Kalau memang pamanku meninggalkan pertanian ini untukmu, kau pasti sudah mendengarnya dari pengacaranya tadi. Ya, ya, aku yakin pamanku yang sentimental itu memberimu janji bahwa begitu dia meninggal, maka tanah ini akan menjadi milikmu, tapi sayangnya itu hanya ucapannya saja, tidak ada perjanjian tertulis. Apa kau punya bukti legalnya? Kau boleh menuntutku kalau kau tidak senang. Tapi biar kukatakan padamu, tidak akan ada satupun hakim di kerajaan ini yang akan menyebelahimu hanya karena pamanku pernah berjanji secara lisan akan memberimu tanah ini. Siapa yang akan benar-benar memberikan tanah warisan keluarganya pada seorang pelayan rendahan sepertimu. Jadi secara hukum, tanah pertanian ini adalah milikku dan kau yang masih terikat pada tanah ini, otomatis juga terikat pada pemiliknya. Dan akulah pemilik barunya.”

“Kau… kau…”

Pria itu mengibaskan tangan. “Jangan sok pintar, Budak Pelayan. Kau belum banyak mengenal lelaki dan mulut mereka. Biar kutebak, pamanku berkata seperti itu setiap kali kau selesai melayaninya di ranjang, bukan?”

“Kau menjijikkan!” bentak Rosalind marah.

“Ah, apa yang menjijikkan dari hubungan pria dan wanita? Jangan munafik. Kau pasti juga menikmatinya.”

Rosalind mengerjap, menahan tangis.

Pria ini sungguh kurang ajar! Dan bermulut kotor. Jika benar apa yang dikatakannya, jika Hugh benar-benar tidak meninggalkan warisan tertulis untuk Rosalind, maka selama dua tahun ke depan, ia akan berada di bawah kekuasaan pria mengerikan ini.

The Devil in Her BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang