Happy reading, semoga suka.
Full version tersedia di Playstore dan Karyakarsa ya.
Dan ada seri baru di Karyakarsa dan Playstore juga, langsung tamat ya.
Luv,
Carmen
______________________________________________________________________
Rosalind terkejut dengan perubahan pria itu. Dia masih bangsawan arogan yang sama tetapi juga terasa lebih berbeda. Ia bisa merasakan pria itu sedikit melunak. Sedikit lebih lembut setiap kali mereka bertemu. Ia bisa merasakan perhatian pria itu walaupun hanya samar terasa.
Tapi lantas kenapa? Dia mungkin hanya merasa bersalah.
Mungkin saja. Tapi pria itu merasa bersalah akan lebih baik daripada dia tidak merasakannya sama sekali.
Jangan biarkan dia bertanya terlalu banyak, Rosalind.
Benar, Rosalind lebih baik memastikan pria itu tidak terlalu banyak bertanya tentang hidupnya. Ia tidak suka membicarakan masa lalunya, tidak suka membicarakan masa-masa kecilnya yang terenggut kejam dan juga ada alasan lain yang tidak perlu diketahui. Ia sudah menduganya, bahwa pria itu pasti akan bertanya, jadi Rosalind sudah menyiapkan jawabannya. Dan ia bersyukur, Cedric tidak mendesak lebih jauh. Lagipula, bukan hak pria itu untuk mengorek tentang masa lalu Rosalind. Hal itu tidak ada dalam perjanjian mereka.
Mereka masih meneruskan makan malam. Menu utama dihidangkan dan Rosalind harus mengakui bahwa Phlippa adalah tukang masak yang luar biasa. Setiap masakannya begitu lezat. Rosalind tidak tahu apakah ia berlebihan karena sudah lama sekali sejak terakhir kali ia mencicipi hidangan daging yang lezat atau memang wanita itu adalah tukang masak yang sangat handal. Dan demi mengalihkan topik pembicaraan dari dirinya, ia menyambar topik pembicaraan pertama yang melintas dalam benaknya.
"Philippa adalah tukang masak yang sangat hebat," pujinya dan Cedric tersenyum membalas.
"Aku tahu."
"Apa dia bekerja sebagai pelayan di kediaman My Lord? Aku lihat dia juga sangat cekatan dalam melakukan pekerjaan di ladang."
"Ya, awalnya dia memang bekerja di ladang bersama suaminya dan dua anaknya." Pria itu memasukkan potongan daging ayam ke dalam mulutnya sebelum kembali melanjutkan. "Dia bekerja di salah satu tanah pertanian milik ayahku. Di desa Cornfield. Lalu suatu malam di musim dingin membeku lima tahun yang lalu, suaminya dan anak lelakinya keluar untuk mengecek hewan-hewan ternak mereka dan tidak pernah lagi kembali."
"Oh Tuhan... Philippa yang malang..." Rosalind tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya kehilangan anak dan suami dalam satu malam. "Aku tidak bisa membayangkannya..."
"Saat aku tahu dan tiba, semua sudah terlambat. Jadi aku membawa mereka bersamaku ke kota dan sejak saat itu, Philippa dan Anne bekerja di kediamanku di London. Kurasa hanya itu satu-satunya yang bisa kulakukan untuk menepis rasa bersalahku pada mereka."
Tanpa Rosalind sadari, ia tersenyum lembut. Matanya kembali basah karena haru.
"Ada apa lagi?" tanya pria itu lembut.
Rosalind menggeleng sambil mengusap matanya yang basah. "Tidak, tidak ada. Aku... aku hanya merasa itu cerita yang sangat mengharukan. Aku yakin Philippa dan keluarganya tidak akan menyalahkanmu."
"Benarkah?"
Rosalind mengangguk. "Aku cukup terkejut, kupikir My Lord..." Ia lalu terdiam, tahu bahwa ia sudah berbicara terlalu banyak.
"Apa? Bahwa aku bajingan yang tidak memiliki hati dan perasaan?" sambung pria itu dan Rosalind terkejut. Apakah pria itu bisa membaca isi pikirannya?
"Uh... aku, maksudku, My Lord... aku... maaf, aku..."
Pria itu berdecak halus. "Tidak usah meminta maaf. Kau juga tidak salah. Aku memang bajingan yang tidak berperasaan."
Rosalind terdiam.
"Bukan hanya perlakuanku padamu. Kau pasti juga bertanya-tanya, bukan? Mengapa aku tidak pernah mengunjungi Paman Hugh."
"Itu... itu sungguh bukan urusanku, My Lord. Aku tidak akan berani memiliki pendapat atau kesimpulan apapun."
Pria itu mendesah sejenak lalu meletakkan pisaunya sambil membersihkan sudut bibirnya dengan serbet. "Paman Hugh adalah pria yang baik, bahkan satu-satunya kerabat yang cukup peduli padaku. Aku akan selamanya menyesal karena tidak sempat bertemu dengannya di saat-saat terakhirnya."
Rosalind mengangguk. "Dia memang pria yang baik. Dia juga majikan yang sangat baik."
"Ayah dan ibuku bukanlah orangtua yang baik. Paman Hugh berbeda. Apa kau tahu aku pernah tinggal di sini ketika aku masih kecil? Memang tidak lama, tapi sangat berkesan. Paman Hugh mengajariku banyak hal di masa-masa itu, membuatku merasa aku benar-benar memiliki seorang ayah. Dia juga mengajariku cara bermain biola..."
"Kau tahu caranya memainkan biola?" tanya Rosalind, mata birunya melebar tanpa sadar.
Pria itu mengangguk. "Sedikit."
"Oh!"
Senyum Rosalind mengembang dan wajahnya berseri indah ketika mengingat tentang masa-masa itu ketika Hugh masih hidup.
"Hugh sering bermain biola dan biasanya aku akan menari. Aku merindukan saat-saat itu."
"Benarkah? Kalian sangat dekat, bukan?"
Rosalind kembali tersenyum. "Bagiku, Hugh seperti ayah yang tidak kumiliki, My Lord."
"Kau ingin aku memainkannya?"
Mata Rosalind kembali melebar. Tapi ia tidak berani memintanya.
"Ayo, bawa aku ke sana."
Rosalind bangun dengan cepat dan mengejutkan dirinya sendiri dan Cedric ketika ia membungkuk untuk mencium pipi pria itu lembut tetapi singkat.
"Ayo," ujarnya kemudian sambil meraih lengan pria itu dan menariknya.
Ia terkejut saat pria itu mencengkeram lembut lengannya dan menariknya kembali. Bibir pria itu lalu menutupi bibirnya dan Cedric menciumnya dalam sebelum menjauhkannya. Mata pria itu berkilat oleh gairah saat dia menatap Rosalind dengan berapi-api.
"My Lord ingin bermain biola, bukan?" Rosalind mengingatkan walaupun jantungnya mulai berdebar tidak karuan.
"Yes, show me the way, Rosalind."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil in Her Bed
RomanceA dark romance story Contain forced submission Adult story suitable for 21+ only! Kisah seorang pelayan muda dengan seorang lord yang baru saja menjadi pewaris baru sebuah pertanian.