Bab 31

1.1K 182 5
                                    

Happy reading, semoga suka.

Full version bisa didapatkan melalui Karyakarsa dan Playstore, bab perbab hanya bisa diakses di Karyakarsa.

Full version bisa didapatkan melalui Karyakarsa dan Playstore, bab perbab hanya bisa diakses di Karyakarsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

And i have new story updated di Karyakarsa, check it out, langsung tamat ya. Adult Romance 21+ ya.

 Adult Romance 21+ ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

_______________________________________________________________________________

Sepeninggal pria itu, Rosalind berdiri sejenak sebelum kembali ke ranjang, lalu berbaring di sana. Napasnya masih terasa cepat akibat sentuhan dan gairah yang dibangkitkan pria itu.

Apa kau tidak tahu malu, Rosalind?

Entahlah, Rosalind sudah tidak bisa lagi berpikir dengan waras. Ia hanya membiarkan tubuhnya merasakan, merespon. Seperti ia membiarkan tubuhnya terbiasa dengan lembutnya kain yang tengah memeluk tubuhnya saat ini. Rosalind lalu berbaring di atas bantal dan memejamkan mata sejenak. Rasanya sudah lama sekali sejak ia bisa tidur dengan tenang. Begitu ia jatuh tertidur, mimpi tentang masa lalu itu kembali membuat Rosalind tersesat.

"Daddy!"

Rosalind berlari dalam gaun indah bersulam emas dengan pita-pita cantik yang bertaburan. Kaki kecilnya berlari di atas rumput hijau dan mengejar seorang pria tinggi besar. Tapi pria itu tidak berhenti walaupun Rosalind terus memanggilnya. Ia bisa melihat kastil di kejauhan, langit biru membentang tanpa batas di atas kastil megah itu.

Ia pernah berada di sana.

"Daddy!" teriaknya lagi memanggil tapi pria itu tetap tidak menoleh.

Rosalind terus berlari, langkah-langkah kecilnya tak berhenti, tapi semakin keras ia berlari, semakin cepat ia mencoba mengejar pria itu, jarak di antara mereka menjadi semakin jauh. Ia lalu merasakan tangan yang menariknya mundur. Rosalind menoleh, terkejut saat mendapati bahwa gaun indahnya telah berubah menjadi gaun abu sederhana yang merupakan seragam di panti asuhan tempatnya tumbuh, di mana ada selusin lebih gadis yang berpakaian sama seperti dirinya. Mengapa? Mengapa ia ada di sana?

"Rosalind!"

Kepala panti asuhan itu adalah seorang wanita tua kasar dengan rambut putih dan suara melengking tegas yang selalu berteriak agar ia berjalan sambil menundukkan kepala. Dan wanita itu tak segan-segan melecut Rosalind jika menurutnya Rosalind bersikap tidak pantas.

"Nona Rosalind!"

"Nona Rosalind!"

Ia terbangun kaget oleh panggilan itu, tertarik dari dunia mimpinya, matanya terbuka dan ia sadar ia sedang menatap Philippa.

"Philippa?" ucapnya pelan, masih berusaha menstabilkan napasnya.

Di luar sudah gelap, langit musim panas ketika senja selalu meninggalkan semburat ungu dan jingga gelap sebelum malam benar-benar turun. Sudah berapa lama ia tertidur? Ia menatap Philippa, agak canggung ketika sadar bahwa wanita itu pasti bertanya-tanya mengapa ia ada di kamar ini tapi sepertinya wanita itu tidak terlalu peduli. Ruangan kamar itu sudah remang, diterangi oleh cahaya lilin yang bergerak-gerak, apakah Cedric yang menyalakan semua lilin-lilin itu? Ia menarik napasnya lagi dan samar-samar mencium aroma masakan dari lantai bawah.

"Nona Rosalind? Kau baik-baik saja?"

"Ya, ya, aku baik-baik saja."

"Lord Wallington berkata bahwa Anda akan segera turun untuk makan malam bersamanya."

"Iy... iya," jawab Rosalind sambil mengangguk. Ia masih berusaha mengendalikan dirinya dari sisa-sisa mimpi tentang masa lalunya itu dan berusaha menarik dirinya kembali kepada realita. Cedric Wallington, tuannya, sedang menunggu Rosalind di bawah untuk makan malam. Ia menatap gaun indah yang dihadiahkan pria itu di punggung kursi di sebelah ranjang.

"Philippa, bisakah kau membantuku untuk..."

"Tentu saja," jawab wanita itu seolah bisa membaca pikiran Rosalind. "Lord Wallington sudah berpesan agar aku membantu Anda berpakaian. Dengan gaun cantik itu."

Rosalind melepaskan tawa bergetarnya. "Ya, ya, gaun cantik itu. Baiklah, terima kasih, Philippa."

"You're most welcome, Miss Rosalind. Lagipula, ini adalah tugasku."

Wanita itu kemudian bergegas membawa gaun itu sementara Rosalind berdiri. Philippa lalu dengan cekatan membantunya berpakaian seolah dia sudah melakukan hal ini ribuan kali dan mungkin saja wanita itu memang sudah melakukannya ribuan kali. Mungkin saja dia melayani sang nyonya rumah yang sebenarnya. Rosalind bahkan tidak tahu apakah pria itu sudah menikah ataukah belum. Rasanya seperti ada pisau yang menyayat hatinya tatkala ia berpikir tentang hal itu dan sadar bahwa ia peduli.

Kenapa ia harus peduli? Lalu kenapa kalau pria itu sudah menikah? Lagipula Rosalind sudah tahu untuk pria berpengalaman dan seahli Cedric, tentu saja pria itu memiliki lusinan wanita sebelum Rosalind. Bisa jadi pria itu berlatih setiap malamnya. Rosalind berpikir berapa banyak wanita yang diperlakukan seperti dirinya, para pelayan tak berdaya yang harus dengan terpaksa memenuhi keinginan pria itu, lalu lama-lama mulai diam-diam jatuh dalam perangkap pesona Cedric Wallington? Rosalind sadar ia sama sekali tidak mengetahui apa-apa tentang pria itu, selain fakta bahwa dia adalah keponakan Hugh.

Saat ia selesai mengenakan gaun itu dan membiarkan gaun sutra itu jatuh di sekeliling kakinya, Rosalind merasa sulit untuk mengenali dirinya sendiri di cermin. Apakah benar ini dirinya?

"Oh!" Philippa bertepuk tangan kecil dan tersenyum lebar saat melihat hasil kerjanya. "Anda terlihat sangat, sangat cantik, Miss Rosalind. Lord Wallington pasti akan senang sekali."

Rosalind tersipu malu, tentu saja Philippa tahu bahwa ia adalah pelayan sekaligus simpanan pria itu. Tapi saat menatap bayangannya sendiri sekali lagi, Rosalind tidak tahan untuk tidak tersenyum. Walaupun sebenarnya gaun ini terlalu mewah untuk dikenakan oleh pelayan seperti dirinya, tapi tetap saja Rosalind tidak bisa mencegah rasa hangat dan bahagia yang menjalari dadanya. Namun senyumnya sedikit lenyap ketika ia menyadari bahwa gaya rambutnya sangatlah tidak cocok dengan gaun ini, ia juga tidak punya sepatu yang cocok.

Jangan terlalu banyak berharap, Rosalind. Kau akan kecewa nantinya.

"Ayo, ayo, Miss Rosalind, kita turun sekarang. Makan malam sudah siap menanti Anda. Jangan biarkan Lord Wallington menunggu lama," ajak wanita itu.


The Devil in Her BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang