Bab 11

2.9K 343 10
                                    

Mature Content 21++

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca duluan, part 48-51 sudah update di Karyakarsa ya.

Enjoy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy

Luv,
Carmen

__________________________________________

Saat pria itu melesak ke dalam dirinya, Rosalind pikir ia akan mati. Lalu pelan-pelan, ketika pria itu mulai bergerak dan tubuh Rosalind menyesuaikan diri, ia merasa bahwa rasa sakitnya itu bisa tertahankan.

Ia tidak tahu apa yang harus dipikirkannya. Ia baru saja kehilangan keperawannya, dipaksa dan dilecehkan, diperkosa tepatnya, oleh pria yang kini menyebut dirinya sendiri sebagai pemilik barunya. Bukan saja Rosalind tidak akan mendapatkan rumah dan tanah pertanian ini, ia juga harus terikat pada pria bejat ini dan bahkan kehilangan kehormatannya dengan cara yang begitu tragis dan kejam.

Tapi tetap saja, ia tidak bisa melakukan apapun. Karena Rosalind tidak berdaya.

Saat ini, ia hanya bisa berbaring di sini, di bawah pria itu, pasrah membiarkan pria itu bergerak di dalam tubuhnya, menginvasi dan melecehkannya, memuaskan nafsunya. Pada akhirnya, Rosalind benar-benar pasrah. Berbaring di sana, dengan kaki-kaki yang terasa lumpuh, siku-siku yang tertekan tak nyaman, lengan-lengan yang tak bisa bergerak bebas, ia menerima semua sensasi demi sensasi yang memenuhi dirinya dan suara detak jantungnya sendiri memenuhi telinga Rosalind. Oh, betapa ia membenci pria itu. Rosalind benar-benar berharap pria itu mati saja daripada dia menyiksanya seperti ini. Tapi tubuhnya menginginkan hal lain, tubuh Rosalind tidak ingin pria itu berhenti, tubuh Rosalind ingin pria itu terus bergerak di dalam dirinya.

“Arrh!”

Ia kembali menjerit saat Cedric bergerak lebih keras dan liar di dalam dirinya.

Saat semuaya selesai, Rosalind menahan tangis. Dasar pria sialan! Basah yang mengaliri kakinya membuatnya ingin menangis meraung-raung, tapi apa gunanya? Semuanya sudah terlambat.

Pria itu sekarang berdiri angkuh menatapnya sejenak. Lalu meraih ujung gaun Rosalind dan mengelap sisa gairahnya beserta jejak merah yang menempel di kekerasannya. Sementara itu, Rosalind berusaha memperbaiki pakaiannya yang rusak dan robek serta menggulung dirinya seperti bola di atas meja. Saat ia menatap pria itu sejenak, ia merasa melihat simpati di kedua mata pria itu yang kemudian menghilang dengan cepat.

Ya, bagaimana mungkin, bukan? Iblis itu tidak memiliki perasaan apalagi perasaan empati dan kasihan.

Benar-benar sial, rutuk Rosalind dalam hati.

“Well,” ucap pria itu kemudian, dengan nada puas dan jahat. “Kau tampak sangat menggairahkan dengan pakaian setengah rusak seperti itu, Rosalind. Aku senang sekali kau melawanku dengan baik. I really enjoyed it.”

Rosalind merasa mual.

“Kau bajingan busuk!” maki Rosalind dengan suara pelan dan bergetar.

Dan kekosongan di dalam dirinya ketika pria itu menarik diri kini berganti menjadi rasa sakit dan perih. Ia merasa tubuhnya masih terbakar. Pria itu meninggalkan jejak panas dan perih padanya. Kewanitaannya berdenyut sakit karena kekasaran pria itu juga dari perasaan yang masih tidak ia mengerti, dari sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. Rosalind menggulung dirinya semakin dalam dan berharap seandainya ia mati saja. Tapi sejak ia ditinggalkan di panti asuhan itu, bukankah Rosalind memang sudah mati?

Suara iblis itu kemudian memecah kesunyian pahit yang mengelilingi Rosalind.

“Setelah kupikir-pikir, aku rasa aku punya penawaran menarik untukmu, Rosalind.”

The Devil in Her BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang