Farlan tertidur lelap. Sangat lelap karena selama dia di pesawat, lelaki itu tidak pernah tidur. Mereka sampai jam satu pagi di rumah paman mereka, langsung saja lelaki itu meminta izin untuk langsung ke kamar karena dia benar-benar merasakan tubuhnya akan ambruk jika dia masih memaksakan diri.
Namun kenikmatan itu hanya berlangsung dua jam. Farlan melakukan kesalahan tidak mengunci pintu kamarnya. Jelas siapapun bisa masuk mengganggu keberadaannya. Paman dan bibi, tidak pernah berani mengganggu karena itu dia tidak pernah mengunci kamar. Namun kali ini, dia lupa jika adiknya ada bersamanya. Kini Althea sudah menyenggol punggug Farlan.
"Kakak...." panggilnya pelan yang hanya dibalas gumaman dari kakaknya.
Althea menyerah, dia ingin membangunkan Farlan agar menemaninya yang tidak bisa tidur, namun sisi kasihannya melihat jika Farlan perlu istirahat yang cukup. Dia pun memilih untuk baring di pinggir tempat tidur.
"Kakak tidak bangun sholat malam?" tanyanya meskipun dia tahu kemungkinan Farlan tidak akan menggubrisnya.
"Malam besok aja. Kakak sudah minta izin sama Allah tadi." Ada jawaban rupanya. Farlan semakin menenggelamkan kepalanya ke sisi kanan. Berhadapan dengan adiknya yang masih ada di ujung.
"Kamu ngapain di ujung sana? Biasanya tiba-tiba meluk." Farlan kembali berkomentar, namun kedua matanya tetap tertutup.
"Ihh, mau banget dipeluk."
"Althea gak bisa tidur."
Tidak ada respon, Farlan sepertinya kembali terlelap.
"Althea jadi kangen Abi."
"Umi-nya gak?" tanya Farlan.
"Ihh, kak Farlan sebenarnya tidur atau gak, sih?"
Farlan tersenyum tipis. Adiknya mulai kesal.
"Sudah ayo tidur. Mau kakak nina boboin gak? Atau di puk-puk?" tawarnya.
Althea mendekat. Memeluk kakak tersayangnya tersebut. Kapan lagi Farlan menawarinya seperti ini. Ini momen langka. Dan apabila kakaknya nanti menikah, maka sudah pasti dia tidak akan meminta seperti ini. Istrinya bisa saja cemburu.
"Puk-puk aja. Kalau dinyanyiin, suara kakak kayak kaset rusak."
Farlan akhirnya membuka kedua matanya. "Gitu-gitu kalau kakak mengaji, adek langsung terhipnotis menghayati."
"Ya sudah dingajikan aja."
"Yasin mau?"
Plak. Pundak kiri Farlan kembali menjadi sasaran empuk bagi tangan Althea. Farlan hanya bercanda. Dia memeluk adiknya. "Sudah, tidur," ucapnya dengan suara pelan. Berharap adiknya tidak memulai obrolan lagi, dia mulai memberikan tepukan pelan pada punggung Althea.
"But, kak. Aku hampir lupa sesuatu." Althea kembali memundurkan kepalanya, melepas tangan Farlan yang memeluknya.
"What's that?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade in Andalusia (SELESAI)
SpiritualKritik dan vote dibutuhkan, semoga kalian betah membacanya. Gracias 🙏 *** Andalusia tidak hanya menjadi saksi bisu tempat sejarah peradaban islam. Andalusia kali ini juga menjadi saksi pertemuan cinta dan kasih. Dalam balutan keislaman, pertemuan m...