Tiga tahun sudah berlalu. Tiga tahun sudah, sejak pertama kali Althea melewati jalanan di sekitaran kampus, melihat-lihat orang berlalu lalang, menyapa warga lokal yang sebentar lagi dia sendiri juga akan menjadi warga lokal di sana. Dan, bertemu dengan pria asing yang bertanya soal kandungan ayat sebelas surah Ar-Ra'd. Juga momen penting di mana Farlan dan Evara bertemu, saling mengenal melalui Althea sebagai perantara, lalu menikah.
Semua yang tersisa kini hanya ada dalam ingatannya. Tempatnya masih sama, tidak berpindah tempat, beberapa orang masih sama, namun ada juga yang sudah pergi. Seperti pria asing yang bernama Zhao Ledoux. Dalam tiga tahun kuliah, Althea tidak pernah lagi bertemu sapa atau melihat sosoknya.
Mungkin dia sudah pulang ke negara asalnya.
Apakah dia sudah muslim saat ini?
Apakah dia benar-benar akan mengingat peristiwa hari itu? Pertemuan pertama.
Memikirkannya membuat kepala Althea sakit. Siapa suruh dia memikirkan seseorang yang bahkan dia tidak ketahui asal usulnya tersebut. Terkadang dia tanpa sadar mencari akun sosial medianya lewat nama yang dia ketahui, namun nihil.
Lalu pertanyaannya, mengapa Althea selalu memikirkannya? Terlintas begitu saja, pikirnya. Tanpa disuruh, tanpa dicari. Beberapa kali juga dia beristighfar pada dirinya sendiri, karena dengan beraninya mencari tau sosoknya kembali. Kini dia serahkan semuanya pada pemilik semesta. Dia berharap, untuk tidak membuang-buang waktunya dengan memikirkan hal yang baginya tidak ada hasil akhirnya.
Althea kembali menyadarkan dirinya, bahwa kini dia ada di Indonesia. Satu jam yang lalu, dia sudah berada di bandara Soekarno-Hatta beserta pengantin baru yang masih bisa dikatakan seperti itu karena kemesraan mereka yang tidak pernah luntur. Althea kadang merasa terganggu, namun terkadang juga iseng mengganggu keromantisan mereka terlebih Farlan yang sangat sengaja menunjukkannya di hadapannya langsung seperti saat ini, namun dia sedang tidak mood untuk mengganggunya.
"Sayang, anti mau makan apa nanti?"
Althea segera lekas menjauh dari keberadaan mereka, menarik koper dengan cepat menuju pintu keluar bandara.
"Kenapa dia terburu-buru begitu?"
"Karena mendengar nada manja kakaknya untuk istrinya."
"Salah, ya?"
"Salah, dong. Cukup salah maksudnya."
"Kenapa cukup salah, sayang?"
"Dia masih sendiri. Jangan bikin adek Althea mau cepat-cepat menikah karena kemesraan yang dia lihat."
"Bagus dong kalau dia mau cepat-cepat menikah."
Evara mencubit pelan lengan kiri suaminya tersebut. "Pernikahan itu bukan berdasarkan mau mesra-mesraan, doang abi Farlan."
"Lalu apa?" Farlan gemas mendengar istrinya memanggil seperti itu.
"Abi tau jawabannya sendiri kenapa tanya ke istri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade in Andalusia (SELESAI)
SpiritualKritik dan vote dibutuhkan, semoga kalian betah membacanya. Gracias 🙏 *** Andalusia tidak hanya menjadi saksi bisu tempat sejarah peradaban islam. Andalusia kali ini juga menjadi saksi pertemuan cinta dan kasih. Dalam balutan keislaman, pertemuan m...