Saudade - Chap.14

24 4 10
                                    

Saat ini mereka sudah keluar dari dalam katedral, mereka mencari tempat duduk yang berteduh di bawah pohon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat ini mereka sudah keluar dari dalam katedral, mereka mencari tempat duduk yang berteduh di bawah pohon. Zhao yang terlebih dulu, mengajak Althea keluar dari sana.

"Mamamu beragama islam?" Althea kembali meyakinkan kalimat yang di sampaikan pada Zhao sebelumnya saat mereka masih berada di dalam katedral. Pria itu mengangguk, kedua matanya sibuk memandangi ranting-ranting pohon yang bergoyang lembut di sentuh angin di atas mereka.

"Apa sebelumnya aku pernah mengatakan padamu jika aku berasal dari China?"

Althea menggeleng pelan. "Tapi dari karakteristik wajahmu, aku bisa mengetahuinya jika kamu dari sana."

"Aku lahir di Beijing. Dua belas tahun di sana, lalu aku pindah ke Amerika."

Althea menunggu Zhao kembali melanjutkan ceritanya, namun sudah dua menit, pria itu masih terdiam.

"Lalu...."

"Perlahan saja Zhao. Jika belum semuanya kamu ingin cerita saat ini, tidak apa. Katakan yang ingin kamu sampaikan saja."

Zhao memang bingung ingin menceritakan mulai dari mana kisahnya pada perempuan ini. Agar Althea bisa memberikan pendapat untuk dirinya, dari yang sudah diceritakan.

"Mamaku muslim, keturunan etnis Uighur. Sedangkan ayahku, dia katolik. Mereka bertemu saat mama ke Beijing untuk kuliahnya, dan ayah yang sudah lama tinggal di sana. Lalu tidak lama saling mengenal, mereka menikah tanpa mempermasalahkan keyakinan masing-masing, meskipun saat itu ayahku sudah tidak menyukai islam karena orang tuanya tewas saat konflik muslim yang terjadi di Uighur sekitar tahun 90-an. Ayahku dulunya juga memeluk islam, namun dia pindah keyakinan karena pengaruh radikalisme."

Zhao sekilas melirik, memandang Althea yang menyimak dengan baik ceritanya.

"Setahun pernikahan, aku lahir dan berada di tengah-tengah bahagia mereka berdua. Awalnya mereka saling memegang teguh untuk tidak mengajariku agama apapun antara islam atau katolik, mereka memberikanku pilihan sampai saatnya nanti aku bisa memilih saat itu.

"Pada masa kanak-kanak, aku melihat mereka tetap hangat layaknya keluarga yang bahagia dengan dua keyakinan yang berbeda. Aku selalu melihat mama sholat di waktu tertentu, atau membaca Al-Qur'an yang suaranya dia pelankan untuk tidak mengganggu ayah jika dia di rumah. Aku mengenal islam saat itu hanya sebuah sampul, hanya meraba-raba sebab mama selalu memegang janjinya pada ayah. Saat aku melihatnya beribadah, beliau hanya mengatakan jika yang dia lakukan adalah sebuah wujud bakti pada Tuhannya.

"Sedangkan ayah, dia katolik yang taat. Selalu pergi ke gereja setiap malam untuk berdoa, terkadang dia mengajakku saat mama sibuk di perpustakaan dekat rumah. Aku bertanya padanya apa yang dia lakukan saat itu, lalu dia menjawab jika dia sedang berbincang pada Tuhan. Lalu aku bertanya lagi, mengapa cara ayah berdoa berbeda dengan mama? Dia lalu menjawab, jika Tuhan mereka itu berbeda. Ayah lalu menjelaskan jika perwujudan Allah itu ada tiga, berbeda dengan keyakinan mama."

Saudade in Andalusia (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang