"Kapan kamu pulang?"
"Sampai aku selesai mencari bahan untuk penelitian baruku di sini."
Zhao mendengar ayahnya itu menghela napas di telepon. "Jika saja ayah tau kamu membatalkan jurnalmu kemarin."
"Dan ayah tidak tau. Maaf, ayah. Aku tidak bisa terus-terusan menahan diri."
"Ayah hanya ingin melindungimu, nak."
Zhao mengeratkan kepalan tangannya pada setir kemudi. Ingin dia banting kemudi, namun dia teringat jika ada Althea di sampingnya.
"Ayah.." Zhao menarik napas pelan, meredakan emosinya yang ingin memuncak.
"Mamamu. Ingatlah beliau, kamu bahkan tidak pernah mengunjunginya."
"Bagaimana aku bisa mengunjunginya jika ayah selalu melarang dan menjaganya dengan ketat?"
Terdengar suara tawa yang berat di ujung sana. Ayahnya tertawa mendengar Zhao menyatakan kebenaran dari ucapan ayahnya barusan.
"Zhao. Ayah tau kamu adalah anak yang patuh. Tentu kamu tidak ingin seperti mamamu, kan?"
"Dan kamu pun sama seperti ayah, yang penuh bimbang. Jika kamu tidak patuh padaku, tentu kamu sudah meninggalkan kami, benar?"
"Zhao? Kamu tidak menjawab ayah?"
Terdengar helaan napas dari sana.
"Baiklah. Ayah tutup teleponnya. Jaga diri di sana. Kamu terpikat oleh islam, ayah izinkan tidak seperti saat kamu masih kecil. Namun jika kamu ingin memeluknya, ingatlah syarat yang ayah kasih ke kamu."
"Itu syarat yang mudah. Namun mengapa engkau menyulitkannya?" Zhao baru kembali membuka suaranya.
"Jika itu mudah, maka lakukanlah. Buat keluarga kecil kita kembali seperti dulu. Jika mamamu kembali, tentu dia akan mengizinkanmu memeluk islam, nak. Karena ayah sampai matipun tidak akan memberikan izin."
"Bagaimana jika aku masuk tanpa sepengetahuanmu?"
"Ayah selalu memperhatikanmu dari jauh, Zhao. Dan ayah tau, kamu anak yang berbakti."
Telepon di matikan oleh ayahnya. Zhao menepikan mobil di tepi jalanan yang tidak terlalu ramai. "Al, maaf. Aku ingin menghirup udara segar sejenak."
Althea hanya bisa mengangguk, melihat Zhao membuka pintu mobil. Wajah pria itu terlihat kaku, dan tegang. Entah obrolan apa yang berlangsung sebelumnya, Althea terlihat khawatir, belum pernah dia melihat sisi lain dari Zhao seperti sekarang. Sejatinya, mereka belum sepenuhnya saling mengenal.
Oreo bangkit, melihat tuannya keluar dari mobil. Dia berdiri, kedua kaki depannya dia letakkan di pinggir kaca jendela mobil, mengeong sejenak kala melihat Zhao di luar sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade in Andalusia (SELESAI)
روحانياتKritik dan vote dibutuhkan, semoga kalian betah membacanya. Gracias 🙏 *** Andalusia tidak hanya menjadi saksi bisu tempat sejarah peradaban islam. Andalusia kali ini juga menjadi saksi pertemuan cinta dan kasih. Dalam balutan keislaman, pertemuan m...