Assalamualaikum. Hai, Zhao Ledoux. Apa kabarmu?
Hari ini aku datang. Tepat di musim panas kota ini. Yang kamu katakan jika musim panas adalah pemandangan yang indah sebab pepohonannya yang hijau dan asri dari ketinggian.
Tidak terasa kepergianmu sudah berjalan selama enam tahun. Dan, aku merindukanmu, itu selalu dan selalu, selamanya.
Kabarku baik. Aku kini sudah berhasil menjadi penulis yang terkenal. Mungkin sebab aku menuliskan tentangmu, tentang caraku bertemu denganmu, tentang takdir kita.
Aku berhasil membuka lembaran baru, seperti saranmu, permintaanmu di mimpiku. Meskipun kamu tidak pernah datang lagi di mimpiku setelah itu, aku tetap ingin mengucapkan terima kasih kepadamu kali ini. Tepat di samping nisanmu, aku berbisik pelan, "terima kasih Zhao, sudah membuat bab-bab terindah dari beberapa bagian hidupku, meskipun sangat singkat, namun bagiku begitu bermakna. Meskipun bukan dirimu yang ada di halaman terakhirku, kamu tetap abadi hingga selamanya."
Oreo yang sudah beranjak menjadi bapak-bapak kucing. Dia sudah memiliki 7 anak dari perkawinannya dengan kucingnya kak Eva. Jika kamu melihatnya, pasti kamu senyum-senyum melihat bagaimana ekspresi Oreo saat pertama kali berjumpa dengan anak-anaknya setelah lahir.
Dan aku mengoleksi video-videonya, di folder yang kubuat khusus untukmu, berharap folder itu dapat sampai ke atas sana, terkirim padamu, tentang kabar kita di dunia.
Maaf aku selalu terlambat mengunjungimu setelah beberapa bulan terakhir ini. Kamu tau kesibukan baruku, kan Zhao? Aku sibuk menjelajahi dunia dan sejarahnya, sibuk mencari ide buat bukuku selanjutnya, sibuk mencari pengalaman dan banyak cerita untuk aku kenang di hari tuaku. Namun tentang ceritamu, masih menjadi salah satu kesukaanku hingga nanti.
Apakah kamu tau Zhao? Satu bulan terakhir aku kembali mengunjungi salah satu masjid yang pernah kita kunjungi bersama di Kordoba. Aku melaksanakan sholat sendiri, di samping kananku ada Oreo. Aku memakai gamis hitam dengan definisi yang pernah kamu jelaskan padaku. Mimpimu menjadi nyata bagiku, Zhao. Apakah saat itu kamu juga ada di sana? Di sampingku, dengan perasaan tenang dan bahagia.
Aku lalu menunduk dan memejamkan kedua mataku, tenggelam pada suasana sunyi dan hembusan angin, ikut meresapi bagaimana alam semesta turut mendengar doa-doaku untukmu di sana.
Selepas itu, aku membuka mataku, kulihat kini Oreo berbaring di samping kuburmu, aku tersenyum, Oreo selalu melakukan hal seperti itu setiap dia berkunjung ke tempatmu. Aku mengeluarkan secarik kertas dan pena.
"Zhao. Temani aku merangkai kata, sebab aku tidak tau mengapa, kemampuan menulisku mendadak hilang di saat seperti ini. Mungkin dengan di sampingmu, aku punya inspirasi." Aku lalu tersenyum, tertawa kecil dengan sendirinya, sebab aku seperti merasakan kehadiranmu di sini, tengah memandangku yang tiba-tiba lupa caranya merangkai kata.
Seketika aku merasakan hembusan angin yang dengan cepat menerpa kulitku, bahkan Oreo pun ikut terbangun sebentar kala angin menerpa wajahnya.
Namun aku tidak terganggu, aku justru menikmati hembusana angin yang membuat jilbabku ikut bergerak sewajarnya, dan tangan kananku mulai asik merangkai kalimat per kalimat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade in Andalusia (SELESAI)
SpiritualKritik dan vote dibutuhkan, semoga kalian betah membacanya. Gracias 🙏 *** Andalusia tidak hanya menjadi saksi bisu tempat sejarah peradaban islam. Andalusia kali ini juga menjadi saksi pertemuan cinta dan kasih. Dalam balutan keislaman, pertemuan m...