Saudade - Chap.17

20 4 6
                                    

Tolong vote dan komennya yaa, gracias

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tolong vote dan komennya yaa, gracias

"Dia orangnya?" Ardin bertanya secara langsung pada Althea.

Perempuan yang kini dipandang oleh Ardin tidak langsung menjawab begitu saja. Althea memperhatikan Zhao yang kini sibuk bermain dengan kucingnya. Beberapa detik yang lalu, Ardin meminta waktu untuk bicara berdua dengannya.

"Kamu akan berhenti menungguku?" Althea bertanya balik.

"Jangan membuatku berpikir, Althea." Nada ucapan lelaki itu masih terdengar lembut, meski Althea memberinya sebuah pertanyaan lain di benaknya.

"Aku tidak menyuruhmu berpikir."

"Lalu apa?"

"Aku memberimu sebuah jawaban dari pertanyaan awalmu."

Ardin menghela napas, sembari mengangguk. Berbicara dengan Althea memang harus sambil memainkan nada ucapan dan kalimat yang di sampaikan oleh perempuan ini. Ini bukan kali pertama Ardin selalu berpikir tentang kalimat yang disampaikan perempuan ini berulang kali, ketika dia mengobrol dengannya.

"Jika begitu, jangan pernah kamu merebutnya dari Tuhannya."

Althea paham maksud Ardin.

"Aku tidak merebutnya. Aku hanya menemaninya menemui jalan yang ingin dia tempuh."

"Bagaimana jika pada akhirnya dia tidak bersamamu?"

"Maka itu adalah hasil akhirnya."

Tidak ada obrolan penting setelahnya. Ardin tidak melarang perempuan ini, meskipun di sudut hatinya yang paling dalam dia merasakan cemburu. Namun Ardin dapat menepisnya dengan cepat. Cukup melihat Althea dapat hidup dengan baik, dia sudah cukup bahagia. Soal perasaannya yang bertepuk sebelah tangan, itu tanggung jawabnya sendiri untuk bisa dia terima. Karena baginya, menghilangkan perasaan cinta itu tidak semudah saat perasaan itu lahir.

Ardin kemudian lebih dulu pamit meninggalkan Althea dan Zhao yang ingin melanjutkan kegiatan mereka. Zhao sudah mengajak lelaki itu, namun Ardin menolaknya dengan halus. Ardin tidak mau membuat kepalanya semakin sakit selain karena tugas-tugas kedokterannya, dia juga tidak ingin membuat Althea merasa tidak nyaman atas kehadirannya.

"Ardin?" Althea memanggil nama lelaki itu, sesaat setelah Ardin membalikkan diri untuk meninggalkannya.

Ardin menoleh, ditatapnya kedua mata perempuan teduh ini untuk sesaat. "Ada apa?"

"Kapan prosesi wisudamu?"

"Insyaa Allah kurang lebih tiga bulan lagi."

Althea memasang ekspresi di wajahnya untuk mengingat jawaban lelaki tersebut.

"Kenapa kamu menanyakan hal itu?"

"Tidak apa-apa. Aku ingin menyiapkan hadiah apa yang ingin kuberikan untukmu nanti saat wisuda."

Saudade in Andalusia (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang