Haechan mengeliat pelan ketika merasakan ada seseorang yang tengah memeluk perutnya. Si manis merengut kesal ketika tidurnya nyenyak nya di ganggu entah oleh siapa itu.
Tepat saat mata bulat nya terbuka yang pertama kali di lihat nya adalah nuansa kamar yang tampak sangat asing di matanya, detik itu juga Haechan sadar kalau sekarang ini dirinya tengah berada di rumah Rayan dan Jusuf.
Dengan perasaan was-was si manis menoleh ke belakang, di lihat nya wajah damai Rayan yang tengah tertidur tampak sangat tampan sekali. Namun tak menutup kemungkinan untuk Haechan menendang wajah tampan itu sekarang juga.
Bruk
Terlaksana sudah keinginan nya untuk menendang wajah menyebalkan gus Rayan, si manis tertawa terbahak-bahak begitu melihat tubuh Rayan yang langsung menghantam dinginnya lantai.
Rayan meringis pelan ketika merasakan tubuhnya yang terasa sangat sakit, kepalanya pun terasa sangat pusing karena tiba-tiba terbangun dari tidur nyenyak nya.
Mata Rayan sukses melotot begitu merasakan ada cairan hangat yang keluar dari hidungnya, diusap nya hidung mancung nya itu dengan penuh kehati-hatian seraya meringis pelan begitu merasakan sakit.
"Hidung saya berdarah" kata Rayan tak percaya seraya melirik ke arah si manis yang sekarang ini tengah tersenyum mengejek ke arahnya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Rayan sembari menatap wajah si manis dengan tajam.
"Harusnya gua yang nanya begitu, ngapain lu meluk-meluk gue bangsat?!" kata Haechan sembari menatap wajah tampan Rayan dengan penuh permusuhan.
"Saya memeluk kamu?, hah! Itu tak mungkin" kata Rayan ketus sembari berdiri dari acara duduknya di atas lantai.
"Tak mungkin!, tak Mungkin. Buktinya tadi lu meluk perut gue ya babi!" kata Haechan kesal sembari menatap wajah tampan Rayan dengan sengit.
"Kalau begitu lupakan, anggap saja hal itu tak pernah terjadi lagipula bukan hanya saya yang bersalah disini. Kamu pun sama dengan tak menolak pelukan dari saya berarti kamu sama sekali tak keberatan" kata Rayan sembari berjalan ke arah nakas, mengambil beberapa helai tisu begitu sampai mengusap hidung mancung nya yang kini sudah di penuhi oleh darah segar dengan pelan.
"Lagian situ ngapain tidur di samping gue hah?, bukannya situ bilang kamar di rumah ini tuh lebih dari satu seharusnya lu tidur di kamar lu sendiri bukan di kamar tamu kaya begini" kata Haechan kesal seraya turun dari atas ranjang, menghampiri Rayan yang sekarang ini masih fokus membersihkan hidungnya.
"Ini kamar saya" langkah si manis langsung terhenti begitu mendengar ucapan Rayan barusan.
"Berarti gue yang salah masuk ya?" kata Haechan sembari tertawa pelan, seperti tak merasa bersalah sama sekali karena sudah melukai si pemilik kamar.
"Lebih baik kamu mandi terlebih dahulu, saya sudah tak apa" kata Rayan sembari membuang tisu yang sudah berlumuran darah itu ke tempat sampah yang berada di samping nakas.
"Gak mau ah, dingin mending gue tidur lagi aja" kata si manis seraya kembali naik ke atas ranjang, membuat Rayan yang melihat itu menggeram pelan.
"Cepat mandi atau saya yang akan memandikan kamu" ancam Rayan sembari menatap wajah si manis dengan tajam.
"Ck, gue mager banget tau gak? Mending situ mandi duluan biar gue aja yang nunggu giliran" kata Haechan sembari kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang, menarik selimut tebal Rayan sampai sebatas dada kemudian pemuda manis itu kembali memejamkan matanya.
"Woy bangsat!!" Haechan berteriak heboh ketika dengan kurang ajar nya Rayan menggendong nya ala karung beras.
"Gus bangsat memang!!"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Jeno menatap sengit ke arah Jusuf yang sekarang ini tengah berjalan ke arah nya, seraya mengusap rambut nya yang basah menggunakan handuk yang pemuda tampan itu bawa dari kamar mandi.
"Kamu boleh mandi sekarang, saya sudah selesai" kata Jusuf seraya berjalan ke arah lemari pakaiannya yang terletak tak jauh dari ranjang yang sekarang ini tengah pemuda sipit itu tempati
"Terima kasih atas tawaran nya, tapi saya tak membutuhkan mandi untuk sekarang ini yang saya inginkan gus segera mengantarkan saya dan Haechan kembali ke pondok" kata Jeno sembari menatap tajam Jusuf yang sekarang ini tengah memilih pakaian.
"Hmm, baiklah tapi tak sekarang. Saya akan mengantarkan kalian berdua ke pondok setelah sarapan terlebih dahulu" Jeno menggeleng tak setuju dengan ucapan Jusuf barusan, dirinya ingin pulang sekarang dia benar-benar sudah sangat merindukan buku-bukunya yang berada di pondok.
"Mau mandi sendiri atau saya mandikan?" Jeno langsung menggeleng ribut begitu mendengar ucapan Jusuf barusan.
"Tak apa, saya bisa melakukannya sendiri" kata Jeno seraya turun dari atas ranjang, kemudian pemuda sipit itu berlari dengan tergesa ke arah kamar mandi.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Jen lu gak di apa-apain sama si Jusuf kan?" tanya Haechan khawatir seraya memutar-mutar tubuh sang kawan, memastikan jikalau pemuda sipit itu tak terluka sama sekali.
"Saya tak apa Chan, lalu bagaimana dengan kamu? Apa kamu terluka Chan?" Haechan menggeleng pelan menanggapi ucapan Jeno barusan, membuat Jeno yang melihat itu menghela nafas lega.
"Syukurlah" kata Jeno sembari mendudukkan tubuhnya di atas sofa, kemudian di ikuti oleh si manis setelahnya.
"Sarapan dulu" kata Rayan sembari berjalan menghampiri Haechan dan Jeno yang sekarang ini tengah menatapnya dengan sengit.
"Makan aja sendiri kita gak butuh" jawab keduanya dengan kompak, membuat Rayan dan Jusuf hanya mampu menghela nafas lelah karenanya.
"Makan sendiri atau kita suapi?" ancam Rayan dan Jusuf sembari menatap kedua pemuda manis itu dengan tajam.
"Gus bangsat memang!"
TBC
Udah gak tau mau nulis apa lagi gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Rese
Short Story"Woy itu yang mukanya kaya tripleks!!, gue sumpahin kecebur got lu setelah ini!!"