Masih Malu-malu

1.3K 202 18
                                    

Dengan santai pemuda manis berpipi gemil itu memakan kue yang kemarin di bawa Rayan dari acara pernikahan sepupunya, seraya menyandarkan tubuhnya di dada sang adik Haechan terus mengomel prihal pemuda sipit itu yang meninggalkan-nya sendirian kemarin.

"Maaf kak, tapi kemarin tiba-tiba saja gus Jusuf mengajak saya untuk pergi" kata Jeno sembari mencomot satu kue berbentuk bunga dari atas piring.

"Harusnya kalau mau pergi tuh bilang-bilang dulu, biar gue-nya gak nyariin" kata si manis yang masih merasa sangat kesal.

"Maaf kak, lain kali Jeno tak akan mengulangi nya lagi" Haechan hanya megangguk sembari menyeruput teh manis hangat yang tadi di buatkan Jeno.

"Ok lu gue maafin, tapi nanti siang seblak satu" Jeno hanya terkekeh begitu mendengar ucapan si manis barusan.

"Baiklah nanti Jeno belikan" walaupun hubungan keduanya sudah berakhir tapi Haechan dan Jeno masih tampak mesra seperti sepasang kekasih.

"Kak, bukannya kakak pagi ini ada jadwal mengaji dengan gus Rayan ya?. Lalu kenapa kakak masih ada disini?" tanya Jeno bingung.

"Dia lagi gak ada di pondok pagi ini, tuh orang lagi nganterin dua lintah darat itu ke terminal" Jeno mengeryit bingung begitu mendengar ucapan sang kakak barusan.

"Maksud kakak Rani dan Rina?" tanya Jeno memastikan.

"Hmm, emang siapa lagi lintah darat yang ada disini selain mereka?" kata Haechan seraya memakan dua bolu kukus sekaligus, membuat pipi bulat-nya menggembung karenanya.

"Pelan-pelan kak, Jeno tak akan minta kok" kata Jeno khawatir begitu melihat sang kakak yang hampir tersedak.

"Nih minum dulu" kata Jeno sembari menyodorkan kopi pahitnya ke arah si manis, membuat Haechan langsung memuntahkan isi mulutnya begitu meminum kopi tanpa gula itu.

"Jeno!! Udah tau gue gak suka kopi tapi malah di sodorin kopi jahanam lu itu, kan semuanya jadi berantakan!!!" si manis menangis dengan histeris begitu melihat kue-kue kesukaannya yang terkena oleh muntahan-nya.

"Maaf kak, Jeno lupa" kata Jeno sembari menatap nanar kue-kue yang sudah tak layak di makan itu.

"Haechan kenapa?" Jeno menoleh ke arah gus Rayan yang tengah berjalan ke arah mereka seraya menentang sebuah paper bag, di sampingnya ada gus Jusuf yang tengah menatapnya dengan genit.

"Hiks.. Kue nya" Rayan menatap kue-kue yang tadi pagi diberinya kini sudah tak terbentuk.

"Cup.. Cup.. Cup.. Jangan menangis lagi, di kamar saya masih banyak nanti biar saya ambil-kan semuanya. Tapi kamu harus berhenti menangis dulu" tangisan si manis mulai berhenti begitu mendengar ucapan gus Rayan barusan.

"Bener ya?" Rayan hanya mengangguk seraya mencuri satu ciuman di pipi bulat si manis.

~~~~~~~~~~~~~~~~~

Haechan berjalan menghampiri gus Rayan yang tengah berkumpul dengan beberapa santri, sedikit merasa malu sebenarnya ketika mengingat tujuannya datang kemari. Ia hanya akan memberikan gus Rayan nasi goreng yang tadi di masak-nya kemudian setelah itu ia akan langsung pergi, tapi entah kenapa rasanya malu sekali.

"Gus!!" para santri yang ada disana kompak menoleh ke arah si manis yang sekarang ini tengah berdiri kaku, dengan pipi bulat-nya yang sudah memerah.

"Haechan? Ada apa?" tanya gus Rayan bingung seraya berjalan menghampiri si manis.

"Untuk gus" kata Haechan seraya menyodorkan sebuah tupperware berwarna biru ke arah pemuda tampan itu.

"Untuk saya?" sejak kapan?!!, sejak kapan pemuda manis itu memanggilnya gus? Kenapa ia baru menyadari kalau cara si manis memanggil namanya mulai berubah.

"Ya, ambil gih" Rayan menatap wajah si manis yang sudah semerah tomat, benar-benar terlihat menggemaskan.

"Terima kasih" tepat saat tupperware berwarna biru itu berpindah tangan si manis langsung berniat pergi dari sana.

"Mau kemana?" tanya gue Rayan seraya menahan lengan si manis, wajah si manis tampak panik ketika situasinya tak sesuai dengan apa yang ia rencanakan.

"Gue mau balik ke kamar" kata Haechan sembari berusaha melepaskan lengannya yang tengah di cengkeram oleh gus Rayan.

"Temani saya makan" kata gus Rayan seraya menarik lengannya si manis untuk mengikutinya, dengan terpaksa Haechan mau tak mau mengikuti langkah pemuda tampan itu yang tengah membawanya ke halaman belakang pondok.

"Kamu yang memasak ini sendiri?" tanya gus Rayan seraya mendudukkan tubuhnya di atas kursi panjang yang terletak disana.

"Bukan, tapi dedemit" jawabannya sewot seraya ikut mendudukkan tubuhnya di samping gus Rayan

"Saya makan ya" begitu selesai membaca do'a pemuda tampan itu langsung menyuap-kan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

'Malu banget sumpah!!!'

~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Kenapa kamu manis sekali sih Jen?" Jeno hanya mampu menghela nafas lelah begitu pertanyaan itu terlontar kembali dari mulut gus Jusuf.

"Gus tak lelah menanyakan itu terus" kata Jeno seraya menatap pemuda tampan itu dengan malas.

"Tidak, memangnya siapa yang lelah menatap wajah semanis ini?. Bahkan jika harus di suruh menatap wajah kamu selama satu hari penuh pun saya tak akan mengeluh" entah sejak kapan pemuda menyebalkan itu menjadi pandai menggombal seperti ini.

"Gus berhenti, saya lelah mendengarkan gombalan gus sendari tadi" Jusuf merengut tak suka begitu mendengar ucapan manisnya barusan.

"Ini bukan gombalan Jen, tapi kenyataannya" kata Jusuf seraya menatap manisnya dengan sungguh-sungguh.

"Kalau begitu berhenti mengatakan itu, lebih baik gus seperti dulu lagi menjadi gus yang begitu menyebalkan daripada menjadi gus tukang gombal seperti ini"

"Jen kamu kenapa berbicara seperti itu? Saya ngambek loh"

"Terserah gus!!!"

TBC

Gak tau ah.

Gus ReseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang