Terhitung sudah lima hari Haechan dan Jeno meninggalkan pondok, dan selama itu pula tak ada kabar sama sekali dari kedua pemuda manis itu membuat Rayan dan Jusuf di buat semakin khawatir karenanya.
Selama lima hari ini pula kedua pemuda tampan itu sudah berkeliling mengitari kota bandung untuk mencari rumah Haechan dan Jeno, namun usaha mereka berdua tak kunjung membuahkan hasil bahkan pihak kepolisian pun sampai turun tangan namun tetap saja kediaman kedua pemuda manis itu tetap tak bisa mereka temukan.
"Apa jangan-jangan mereka berasal dari luar bandung?" kata Chenle tiba-tiba.
"Bisa jadi!" timpal Mark cepat.
Entah mereka yang bodoh atau memang karena tengah di landa kepanikan sampai-sampai mereka semua melupakan opsi yang satu itu.
"Kenapa saya tak kepikiran" kata Rayan sembari mengusak rambutnya dengan kasar.
"Ck, walaupun kita tahu mereka berasal dari luar bandung tapi hal itu sama sekali tak akan merubah keadaan. Kita tak tahu di kota mana mereka tinggal selain di bandung akan sangat memakan waktu kalau kita semua mengecek nya satu-persatu" kata Jusuf sembari menghela nafas kasar, sungguh Jeno benar-benar mampu membuatnya hilang akal begini padahal tak ada hal menarik dari pemuda sipit itu, tapi entah kenapa Jusuf malah terjebak dengan pesona nya yang terbilang biasa saja itu.
"Tak ada pilihan lain, kita harus bisa mencuri kertas biodata Haechan dan Jeno saya yakin tempat tinggal mereka akan tertera disana" kata Rayan sembari berdiri dari duduknya, kemudian pemuda tampan itu berniat pergi ke ruangan pengurus pondok untuk melancarkan asik nya itu.
"Mencuri?, ku rasa itu bukan ide yang bagus gus. Jika anda sampai ketahuan ayah anda pasti akan sangat marah besar" kata Mark sembari menahan lengan Rayan, pemuda camar itu sama sekali tak memusingkan Rayan yang sekarang ini tengah menatapnya dengan tajam.
"Lalu saya harus bagaimana?, saya tak bisa jika harus menunggu mereka sendiri yang kembali ke pondok itu juga jika mereka berdua berniat kembali, jika tidak bagaimana?" kata Rayan sembari menatap sengit ke arah Mark.
"Biar saya saja yang melakukan nya" kata Mark sembari melepaskan genggamannya di tangan Rayan, kemudian pemuda camar itu ikut berdiri juga dari duduknya.
"Apa yang akan kamu inginkan dengan membantu kami?, kamu ingin kamar sendiri? Atau uang bulanan? Tapi maaf saja saya tak berniat memberikan kamu uang persen pun" kata Rayan sarkas sembari menatap pemuda camar itu dengan tajam.
"Apa saya terlihat se-miskin di mata gus? Saya melakukan ini semua karena memang ingin membantu tanpa ada niat tersembunyi di baliknya" Rayan hanya mampu terdiam begitu mendengar ucapan Mark barusan, kemudian pemuda rubah itu melirik ke arah sang kembaran untuk meminta persetujuan.
"Baiklah jika begitu kamu bisa menyelip masuk ke ruangan penjaga pondok biar saya dan Rayan yang akan mengalihkan perhatiannya" Mark mengangguk mantap seraya mengacungkan ibu jarinya.
"Saya berjanji akan membawa kertas biodata Haechan dan Jeno langsung ke hadapan gus"
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Haechan menyeruput kuah bakso yang di makannya dengan mata yang terpejam, menikmati bagaimana kuah super pedas itu mengalir melewati tenggorokan nya.
"Engga pedes Chan?" tanya Jeno sembari meringis pelan begitu melihat pipi Haechan yang memerah karenanya.
"Enak tau" jawab Haechan sembari menyeruput segelas es teh manis yang tinggal tersisa setengah.
"Kamu suka pedas ya?" tanya Jeno sembari menyuapkan satu bakso berukuran kecil ke dalam mulutnya.
"Hmm, suka banget menurut gue kalau makan tanpa yang pedes-pedes tuh rasanya gak lengkap" jawab Haechan sembari mengusap wajahnya yang penuh peluh menggunakan tisu yang dirinya bawa dari rumah.
"Tapi kenapa waktu di pondok saya tak pernah melihat kamu makan yang pedas-pedas?, bahkan saat kita makan di warteg pun saya tak pernah melihat kamu makan dengan sambal" tanya Jeno bingung.
"Ayah gue yang nyuruh, ayah bilang dia gak mau dapet kabar dari pengurus pondok tentang gue yang masuk rumah sakit karena terlalu banyak makan pedes. Jadi gue nurut aja karena gak mau juga hubungan kita berdua makin gak baik cuma karena masalah sepele kaya begini" Jeno mengangguk paham begitu mendengar ucapan pemuda manis itu barusan.
"Pantas saja" kata Jeno sembari menggeser mangkuk yang sudah kosong itu ke pinggir meja.
"Ayah gue emang begitu, rese banget orangnya tiap kita ketemu pasti kerjaannya berantem kalau gak berantem ya saling diem-diem-an" kata Haechan sembari mencebikkan bibirnya yang sudah memerah itu dengan kesal.
"Ngomong-ngomong kalau lu gimana?" tanya Haechan sembari menatap wajah Jeno dengan penuh antusias.
"Bagaimana apanya?" tanya Jeno tak mengerti.
"Ck, maksud gue tuh lu sama ayah lu kayak gimana? Apa kalian sama kaya gue dan ayah gue juga?" tubuh Jeno langsung menegang begitu mendengar ucapan pemuda manis itu barusan.
"Ekhem!, lebih baik kita pergi saja Chan kamu juga sudah kenyang kan? Saya ingin berkeliling Jakarta lagi" kata Jeno sembari berdiri dari duduknya.
"Jen!, jujur sama gue sebenernya apa yang lu sembunyiin dari gue? Ceritanya Jen gue mohon gue janji gak akan mencemooh lu apapun yang terjadi" kata Haechan sembari menatap wajah Jeno dengan penuh permusuhan, membuat Jeno yang melihat itu merasa tak tega karenanya.
"Sa-saya tak memiliki ayah, Chan"
TBC
Maaf belum bisa update yang teratur tapi gue usahain buat update setiap hari lagi kayak dulu, semoga aja bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Rese
Short Story"Woy itu yang mukanya kaya tripleks!!, gue sumpahin kecebur got lu setelah ini!!"