Haechan menatap sengit ke arah Rayan yang sekarang ini tengah menata pakaiannya ke dalam koper, tanpa alasan yang jelas pemuda tampan itu datang ke kamarnya pukul lima pagi tadi dan mengatakan jikalau dirinya akan pindah ke kamar pemuda itu.
Haechan jelas menolak dirinya tak mungkin sudi jikalau harus satu ruangan dengan orang menyebalkan seperti gus Rayan, bahkan sendari tadi dirinya terus mengatakan tidak tapi sepertinya gus Rayan tak ingin mendengar penolakannya yang di iringi oleh makian itu.
"Situ budek atau gimana sih? Gue bilang gak ya gak, jangan maksa dong gue gak mau ya satu kamar sama orang rese kaya situ" kata Haechan kesal sembari berusaha menghentikan kegiatan yang tengah gus Rayan lakukan.
"Saya tak meminta banyak dari kamu Haechan saya hanya ingin kamu tinggal bersama dengan saya, apa itu sangat sulit untuk kamu turuti?" tanya Rayan sembari menatap wajah manis Haechan dengan tajam.
"Gue rasa tanpa gue jawab pun situ udah tau jawabannya" kata Haechan ketus sembari berlalu pergi meninggalkan gus Rayan, pemuda tampan itu memilih tak ambil pusing dengan sikap pemuda manis itu yang sangat keras kepala, Rayan lebih memilih kembali memfokuskan diri dengan kegiatannya yang tengah menata pakaian si manis.
"Gus!, saya tak mau tinggal bersama dengan gus jadi saya mohon. Tolong jangan memaksa saya" kata Jeno sembari berusaha menjauhkan barang-barangnya dari jangkauan pemuda tampan itu.
"Jeno saya mohon tolong jangan bersikap keras kepala seperti ini, karena saya tak mau jika harus memakai cara kekerasan seperti yang saya lakukan tempo hari" kata Jusuf sembari mencengkram lengan atas Jeno dengan erat, membuat pemuda sipit itu meringis pelan karenanya.
"Jeno!" Jeno langsung menoleh ke arah Haechan yang baru saja memanggil namanya, pemuda sipit itu buru-buru melepaskan cengkeraman Jusuf dari lengannya. Karena dirinya tak mau jika harus membuat Haechan mengamuk karena melihat Jusuf yang bersikap kasar padanya.
"Ayo pergi, gue rasa gak akan ada gunanya kalau ngomong sama orang stres kayak mereka" kata Haechan sembari melirik sinis ke arah Jusuf yang sama sekali tak tersinggung karena ucapannya barusan.
"Saya permisi dulu gus" kata Jeno sembari melirik sekilas ke arah Jusuf, kemudian pemuda sipit itu berjalan menghampiri Haechan yang sudah menunggunya di depan pintu kamar mereka.
"Chan saya tak mau pindah" kata Jeno sembari menatap si manis dengan sedih, rasanya Jeno tak akan pernah rela jika harus berpisah kamar dengan pemuda manis itu.
"Lu pikir gue mau? Gak ya, gue gak akan pernah mau satu kamar sama orang kaya Rayan yang selalu bikin gue emosi setiap hari" kata Haechan sembari menarik tangan Jeno untuk keluar dari dalam kamar.
"Lalu kita harus apa? Saya rasa gus Rayan dan Jusuf tak akan pernah mau menuruti permintaan kita, di lihat dari sikap mereka yang seperti itu saya yakin mereka akan tetap pada pendirian nya" kata Jeno sembari mengehala nafas kasar, meladeni sikap Jusuf yang bisa menyulut emosi ternyata tak mudah.
"Lu mau ikut gue?, mungkin ini cuman sementara tapi gue yakin kita bakal bisa hidup tenang untuk beberapa hari kedepan tanpa adanya gangguan dari Rayan ataupun Jusuf" kata Haechan sembari melirik ke arah Jeno.
"Dimana?" tanya Jeno penasaran.
"Nanti juga lu tau"
~~~~~~~~~~~~~~~~
Haechan mendudukkan tubuh berisi nya di atas ranjang yang sudah sangat dirinya rindukan itu.
"Kalau kita satu kamar gak masalahkan? Atau lu mau pindah ke kamar tamu aja?" tanya Haechan sembari mengusap wajahnya yang penuh peluh menggunakan tisu.
"Tak apa, kita berdua kan sudah tinggal di kamar yang sama selama satu bulan jadi saya sudah terbiasa" kata Jeno sembari menghela nafas lega, akhirnya dirinya bisa terbebas dari gus Jusuf walaupun hanya sementara tapi itu sudah cukup.
"Kalau soal baju lu bisa pake punya gue aja, gak masalahkan? Dan kalau lu mau sesuatu lu bisa langsung bilang ke gue. Gak perlu sungkan kita kan temen" kata Haechan sembari menepuk pundak Jeno beberapa kali.
"Tak masalah Chan, saya benar-benar sangat berterima kasih sama kamu karena sudah mau menerima saya disini" kata Jeno sembari tersenyum manis ke arah Haechan, membuat si manis yang melihat itu tersipu malu karena demi apapun senyuman Jeno terlihat sangat menawan si matanya.
"Mau mandi sekarang? Soalnya gue yakin badan lu pasti udah lengket karena belum mandi dari pagi" tawar Haechan sembari berdiri dari duduknya, kemudian pemuda manis itu berjalan ke arah kulkas kecil yang berada di sudut kamarnya.
"Hmm, boleh" kata Jeno sembari ikut berdiri dari duduknya juga.
"Kalau begitu lu bisa mandi duluan, soal urusan baju biar gue yang nyiapin nanti ngomong-ngomong lu mau minum dulu?. Lu pasti haus kan" kata Haechan sembari mengambil satu botol air dingin dari dalam kulkas.
"Terima kasih Chan" kata Jeno sembari menerima botol air dingin yang si manis sodorkan, kemudian pemuda sipit itu menengguk air dingin itu hingga tandas tanpa sisa.
"Maaf Chan malah saya habiskan" kata Jeno sembari tersenyum kikuk.
"Gak masalah, sana gih mandi" kata Haechan sembari mengambil botol yang sudah kosong itu dari tangan Jeno
"Kamar mandi nya di mana?" tanya Jeno sembari menelisik isi kamar Haechan.
"Tuh" kata Haechan sembari menunjuk ke arah pintu berwarna putih.
"Baiklah kalau begitu saya mandi duluan ya Chan" kata Jeno sembari berjalan ke arah kamar mandi yang terletak di dalam kamar si manis.Tigapuluh menit setelah kedua pemuda manis itu bersih-bersih, keduanya lebih memilih berdiam diri di atas ranjang milik Haechan daripada mengisi perut mereka terlebih dahulu.
"Mereka tak akan bisa menemukan kita kan Chan?" tanya Jeno tiba-tiba sembari melirik ke arah Haechan yang tengah membaca buku.
"Tenang aja gue udah ngasih tau ayah kalau ada yang nyariin kita bilang aja gak ada, lagipula kita juga gak bakal di anggap kabur sama pihak pondok karena kita juga udah minta izin sama pengurus pondok" kata Haechan sembari meletakkan buku bersampul putih itu ke atas nakas.
"Syukurlah jika seperti itu" kata Jeno sembari merebahkan tubuhnya di atas ranjang milik Haechan.
"Laper gak?" tanya Haechan sembari melirik ke arah Jeno yang sekarang ini tengah menatap langit-langit kamarnya.
"Tak apa, saya sedang tak nafsu makan sekarang ini" Haechan hanya mengangguk paham mendengar ucapan Jeno barusan, kemudian pemuda manis itu ikut merebahkan tubuh berisi nya di atas ranjang.
"Ya udah kalau begitu tidur aja, lu pasti cape kan? Urusan makan biar nanti aja" Jeno hanya mengangguk pelan seraya mulai memejamkan matanya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Sudah ketemu?" tanya Rayan sembari menatap pemuda yang lebih pendek darinya itu dengan penuh harap.
"Maaf gus tapi saya tak bisa menemukan keberadaan Haechan dan Jeno" kata Chenle, salah satu teman Jisung yang ikut serta membantu Rayan dan Jusuf untuk mencari pujaan hati mereka masing-masing.
"Memangnya salah satu dari kalian tak ada yang melihat Haechan ataupun Jeno?, apa tak ada yang melihat mereka berdua pergi ke mana? Jumlah santri disini itu banyak tapi kenapa kalian semua sangat tak berguna" kata Jusuf sembari menggepalkan kedua tangannya dengan sangat erat.
"Maaf gus tapi kami semua yang berada disisi tengah sibuk berkemas untuk pulang, jadi dari tadi pagi jarang sekali ada yang keluar dari kamar" kata Jisung sembari menatap kedua sepupunya itu dengan datar.
"Gus!" atensi mereka semua yang berada disana teralih ke arah Mark yang tengah berlari ke arah Mereka.
"Hah.. Hah.. Hah... Pengurus pondok bilang Haechan dan Jeno izin pulang pagi tadi" kata Mark sembari mengatur nafasnya yang tengah memburu.
"Pulang?, kemana?" tanya Rayan tak sabaran.
"Maaf gus tapi pengurus pondok tak mengatakan kemana Haechan dan Jeno pergi" Rayan dan Jusuf yang mendengar itu menggeram kesal, membuat beberapa santri yang berada disana merasa ketakutan karenanya.
"Cepat atau lambat kami berdua pasti akan menemukan keberadaan kalian"
TBC
Makin aneh kan ceritanya?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Rese
Short Story"Woy itu yang mukanya kaya tripleks!!, gue sumpahin kecebur got lu setelah ini!!"