Gibran tengah menunggu dengan cemas kepulangan sang anak bungsu, karena waktu sudah menunjukan pukul 18.15 malam namun si bungsu belum pulang juga. Dan yang semakin membuat Gibran khawatir adalah tadi siang saat menjemput si bungsu, ia tak menemukan presensi anaknya, bahkan Gibran sudah menunggu di kampus si bungsu sampai 2 jam lamanya, di tambah handphone nya tidak aktif membuat Gibran semakin khawatir. Bukan hanya handphone si bungsu yang tidak bisa di hubungi, tapi ke-empat anaknya yang lain pun sama tidak bisa di hubungi.
Hingga tak lama, ada salah satu maid yang berjalan dengan tergesa menghampirinya.
"Tuan Gibran," panggil sang maid.
"Ada apa, bi?" sahut Gibran.
"Tuan muda kecil sudah pulang bersama tuan muda Alaska," ucapan sang maid langsung membuat Gibran beranjak dari duduknya.
Tanpa mengatakan apapun lagi Gibran yang sedang berada di ruang keluarga pun langsung berlari kecil menuju ruang tamu utama. Terlihat disana sudah ada anak sulung dan anak bungsunya.
Ah bagaimana pun Orion tetap anak bungsu Gibran bukan?
"Adek!" Gibran dengan cepat menghampiri si bungsu dan langsung memeluk tubuh kurus itu dengan erat.
"A-ayah," Orion terlihat sedikit kebingungan dengan sang ayah yang tiba-tiba saja memeluk tubuhnya, sedangkan Alaska hanya memalingkan wajahnya ke arah lain karena takut jika air matanya menetes begitu saja di dilihat oleh sang adik.
Tes!
Air mata Gibran sempat menetes di kedua pipinya, namun dengan cepat ia pun menyekanya.
"Adek dari mana aja? Ayah khawatir tau, ayah udah ke kampus adek tapi adek ga ada," ucap Gibran setelah melepaskan pelukannya, tak lupa ia menangkub pipi sang anak.
"Maaf ayah, tadi Rion nongkrong dulu bareng Renja, Naren sama kakak-kakak yang lain juga," sahut Orion tak lupa seraya menunjukan senyum lebarnya.
"Mas ikut?" tanya Gibran seraya menatap si sulung sejenak dan Alaska pun mengangguk sebagai jawabannya.
"Ikut! Mas Aka yang traktir kita makan ayah!" jawab Orion antusias.
"Wah adek pasti makan enak ya hari ini? Tapi ga lupa minum obat 'kan?"
Mendengar kalimat terakhir dari ucapan sang ayah pun Orion terdiam sejenak, namun dengan segera ia menganggukan kepalanya, "iya Rion makan enak banget! Eung, o-obatnya juga di minum kok."
"Hm syukur kalau gitu, adek sama mas udah makan malam? Kok pulangnya bisa sampe magrib sih?" tanya Gibran lagi.
"Maaf yah tadi Alaska bawa adek jalan-jalan dulu, terus mampir bentar ke studio sekalian ngambil dokumen," Alaska yang sejak tadi diam pun akhirnya mengeluarkan suaranya menjawab pertanyaan sang ayah.
"Orion udah makan, tapi Rion tetep laper, mau mam masakan ibu," ucap Orion langsung membuat Gibran dan si sulung terdiam seketika.
"Ibu dimana yah? Yang lain juga dimana? Kok rumah sepi?" lanjut Orion.
"Adek, malam ini adek makan masakan buatan koki dulu ya, ibu lagi ga enak badan sayang," sahut Gibran dan itu berhasil membuat kedua mata Orion membulat.
"Apa?! Ibu sakit?! Kok bisa? Rion mau ketemu ibu!" pekiknya heboh.
Orion berniat melangkahkan tungkainya, jika saja sang ayah tidak lebih dulu menahannya.
"Ayah kok pegang tangan Rion?" heran Orion.
"Eum, adek jangan dulu ketemu ibu ya," ujar Gibran sangat hati-hati, membuat raut wajah si bungsu berubah sendu.