"Arlen, bagaimana kondisi Orion?"
"Menurun om, kondisi Orion benar-benar drop sekarang, apalagi saat di periksa terjadi komplikasi lagi."
"Komplikasi? Bukan kah Aritmia nya sudah di tangani?"
"Iya om untuk Aritmia nya memang sudah di tangani dengan pemasangan alat pacu jantung karena detak jantung Orion yang lambat. Kali ini terjadi komplikasi pada saluran pernapasannya. Orion akan lebih sering mendapat serangan setelah ini, baik dalam sekala kecil maupun besar. Maka dari itu Orion harus di jaga dan di perhatikan lebih ketat lagi jangan sampai kita lengah, jika Orion anfal bisa-bisa.."
"..."
"Om, jantung Orion sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Cepat atau lambat Orion akan membutuhkan donor jantung."
"..."
"Jika tidak, maaf mengucapkan hal buruk disaat seperti ini, tapi kita juga harus tau kemungkinan buruknya yang akan terjadi jika kita tidak bergerak cepat."
"..."
"Jika kita tidak mendapatkan donor jantung secepatnya, kemungkinan Orion tidak akan bisa bertahan melewati umurnya yang ke 20 tahun, atau bahkan tahun tahun berikutnya dari sekarang, yang mana om tau artinya 'kan? Karena kita sudah membahas hal ini sejak Orion kecil."
•••
Sejak terbangun dari tidur lelapnya atau dari pingsanya, si bungsu Nataprawira yang menggemaskan sama sekali tak pernah mau lepas dari gendongan sang kakak sulung, ia terus memeluk tubuh Alaska dengan sangat erat. Orion tak menginzinkan siapapun masuk kedalam kamar rawatnya kecuali Alaska dan mbak cantiknya, Aletta. Entah apa yang terjadi, tapi Orion akan menangis kencang bahkan sedikit mengamuk jika Gibran, Nadine, Kavin ataupun Zayn yang masuk ke dalam kamar rawatnya. Jadilah hanya ada Alaska dan Aletta yang menemani si bungsu di kamar rawatnya.
Sementara itu, Gibran, Nadine dan juga kedua anaknya yang lain Kavin dan Zayn terlihat hanya bisa pasrah menunggu di luar ruangan. Nadine bahkan tak hentinya menangis di pelukan sang suami, hatinya begitu sakit saat sang anak bungsu menolak untuk bertemu dengannya.
Terlihat kini di dalam kamar rawat itu ada Alaska yang saat ini tengah mendudukan tubuhnya di salah satu sofa yang ada disana sembari memangku tubuh kecil si bungsu, sedangkan Aletta hanya duduk dalam di samping Alaska dengan tangannya yang tak henti mengusap lembut punggung sang adik.
"Adek," panggil Alaska lembut.
Namun Orion sama sekali tak menggubris, ia hanya menyandarkan kepalanya lemah di bahu sang mas. Raut wajahnya pucat luar biasa, tubuhnya lemas bukan main, namun begitu Orion menolak untuk di pasangkan infus, selang oksigen, dan juga kabel-kabel yang seharusnya menempel di area dadanya yang terhubung pada monitor EKG untuk memantau kondisi jantungnya, padahal sejak bangun tadi dadanya sudah naik turun tidak teratur dan tentunya Orion membutuhkan alat-alat itu.
Bahkan si bungsu mencabut selang infusan nya dengan paksa saat ia sadar, bahkan ia tak peduli dengan tangannya yang mengeluarkan darah akibat selang infus yang di cabut paksa, Orion juga tidak mau tangannya di obati oleh siapapun. Hal itu lah yang membuat seluruh keluarga Nataprawira luar biasa khawatirnya dengan kondisi si bungsu kesayangan mereka.
"Adek selang oksigen nya di pake, mau ya?" bujuk Alaska namun sang adik bungsu menggeleng lemah.
Alaska menghela nafas pelan, "adek mau apa hm? Bilang sama mas tapi pake dulu selang oksigennya, terus infisnya juga sama yang lainnya ya," tanyanya lembut.