Hari ini sudah menginjak hari ke-3 sejak Orion di pindahkan ke kamar rawat seperti biasanya. Dan sudah sejak dari 2 hari yang lalu Alaska pergi ke Dubai untuk menjalankan bisnisnya, itu pun setelah di yakinkan oleh Gibran dan Nadine bahwa si bungsu akan baik-baik saja, mereka semua akan menjaganya dengan baik, dan tentunya setelah mendapat izin dari adik bungsunya yang tak lain adalah Orion, Alaska pun akhirnya pergi.
Tak terasa sudah 3 hari berlalu dan kini keluarga Nataprawira sudah semakin membaik, mereka sudah saling memaafkan dan mengikhlaskan, kecuali untuk Alice yang saat ini masih ada di Surabaya. Namun, meski kini semuanya sudah baik-baik saja, Orion menunjukan sikap yang berbeda. Sejak ia bangun sekitar 4 hari yang lalu, Orion terkesan menjauhi eyang Ratih dan kedua om nya. Si anak menggemaskan nan tampan itu hanya akan berbicara pada Gibran, Nadine dan ke-empat kakaknya saja. Selain itu, Orion juga menjadi lebih pendiam, tidak secerewet biasanya. Hal itu lah yang membuat Gibran, Nadine maupun seluruh keluarga Nataprawira yang lain menjadi khawatir, apalagi dokter Arlen mengatakan kalau kondisi Orion semakin menurun, pemeriksaan terakhinya menunjukan hasil yang tak baik.
Saat ini waktu sudah menunjukan pukul 10.00 pagi, terlihat di kamar rawat VVIP itu hanya ada Nadine yang menemani si bungsu di ruang rawatnya karena pagi ini Gibran ada meeting penting di perusahaan jadi tidak bisa menemani si bungsu. Kavin dan Zayn sedang berada di kafe rumah sakit untuk membeli kopi dan memutuskan untuk mengobrol disana sebentar, sedangkan Aletta hari ini ada ujian penting di kampusnya, jadi si cantik pagi-pagi sekali sudah pergi ke kampus di antar oleh Gibran.
Ah sebenarnya Nadine tidak sendirian menjaga si bungsu. Ada Arsen dan juga Angel, hanya saja mereka berada di ruang keluarga.
"Ibu," panggil Orion pelan karena ia sudah tidak bisa mengeluarkan suaranya keras-keras lagi, berterik sedikit saja dadanya akan langsung berdenyut nyeri.
Saat ini si bungsu tengah berbaring di ranjang pesakitannya, tubuhnya lemas sekali setelah pagi tadi ia muntah-muntah padahal baru saja perutnya terisi makanan -itu pun hanya 3 suap- dan juga obat yang baru saja masuk harus keluar lagi.
"Kenapa sayang? Adek butuh sesuatu?" tanya Nadine yang tengah mengusap dada sang anak dengan lembut.
Yah, selain muntah-muntah, Orion juga sempat merasakan sesak napas yang luar biasa parah. Lihat saja dada Orion yang saat ini naik turun tak teratur, terkesan cepat padahal ada selang oksigen yang melingkar di hidung mancungnya. Orion juga sesekali terlihat bernapas menggunakan mulutnya saking sesaknya ia saat ini.
"Mau p-pipis," jawab Orion lirih.
"Adek mau pipis? Ya tinggal pipis aja sayang, kan adek pake popok," hati Nadine terasa tercubit saat mengatakan hal itu.
Begitu menyakitkan, anaknya yang biasa ceria, cerewet dan manja kini harus terbaring lemah menggunakan popok di umurnya yang sebentar lagi akan menginjak 17 tahun. Setiap hari Nadine harus menahan tangisnya, setiap malam Nadine harus kuat menghadapi anak bungsunya nya yang terus mengeluh sakit ini dan itu.
"Gak mau ibu," sahut Orion seraya menggelengkan kepalanya pelan.
"Tapi adek masih lemes, adek belum bisa berdiri nak, apalagi kaki adek juga lagi di infus."
Karena kedua lengan putih Orion sudah memar-memar dan membengkak di beberapa bagian akibat jarum infus dan jarum suntik lainnya, jadilah infusannya harus di pindahkan ke kakinya. Hal itu lah yang membuat si bungsu terus merengek lantaran lengannya sakit dan tidak mau di infus lagi, padahal cairan infus sangat di perlukan untuk tubuhnya.
"Mau pipis ibu, m-mau di t-toilet ga mau di popok, R-rion malu hiks.." Orion mulai terisak pelan.
"Ya ampun, adek jangan nangis sayang dadanya kan masih sesek, kalau adek nangis nanti seseknya nambah. Ya udah, ibu bantu ke toilet nya ya?"